9. Mata-mata

1369 Words
Kalian semua..! Apa ini?" Mia meletakkan dengan kasar wadah untuk menyimpan rekaman disc CCTV. Wadah itu sepertinya berisi banyak disc. "Sekarang jelaskan!" Mia menuntut jawaban dari mereka semua. Mereka saling pandang. Tatapan bingung dan raut wajah cemas membaur pada air muka mereka. Telapak tangan mereka gemetar. Andai mereka bisa memilih, tujuh orang itu akan memilih untuk pingsan tidak sadarkan diri, daripada harus memberi penjelasan. Apa yang harus mereka katakan? "Apa Bu? Ada apa dengan disc-nya?" Jihan menjawab dengan gugup. "Kenapa ada satu hari yang terlewat?" "Maaf Bu, hari itu saya lupa mengganti disc hari sebelumnya." Mia memutar matanya. Oh Tuhan.... Keluh Mia di dalam hati. Dia menggelengkan kepalanya pelan, Mia tersenyum penuh makna. "Aku tidak ingin mendengar alasan lupa lain kali. Kalian semua.., beri note pada locker masing-masing, juga tempelkan di layar komputer untuk mengganti disc setiap hari. Satu sama lain saling mengingatkan." "Baik Bu.." Mereka bernapas lega. "Silahkan kembali bekerja." Mia berkata kepada mereka semua. Semua pekerja itu membalikkan badan mereka seraya menarik napas panjang, mereka merasakan kelegaan yang luar biasa. Mereka semua keluar dengan beriringan. Wajah mereka yang memutih karena ketakutan mulai kembali sedikit berwarna. "Rayhan.. kau di mana?" Mia menghubungi suaminya. "Sebentar Mia, aku sedang di tengah pembicaraan. Aku akan menelponmu nanti." "Baiklah.. hubungi aku begitu kau ada waktu." "Ok." Rayhan mengakhiri pembicaraan mereka. Mia duduk di meja kerjanya. Dia tahu persis ini adalah ulah Rayhan. Sebenarnya Mia biasa saja membawa DVR CCTV itu untuk melihat rekaman yang dia inginkan, disc itu hanya untuk memudahkan pencarian, karena itu diganti setiap pagi. Namun dia yakin jika semua ini adalah perintah Rayhan, maka percuma saja. Mungkin dia pun telah menghapus isinya. Tanda tanya besar masih menarik-narik kepala Mia. Terus memaksanya berpikir keras. Dia mencoba untuk percaya, tidak mungkin ada wanita lain di kehidupan Rayhan. Tidak mungkin Rayhan membawa wanita ke GVS. Orang gila mana yang akan melakukan hal itu? Sudahlah... dengus Mia pasrah. 'Mungkin Rayhan hanya belum siap mengatakannya pikirnya. Mia mulai bekerja dan meneliti dokumen yang diberikan kepadanya. *** "{Mia datang?}" Rayhan "{Iya Pak, ibu datang.}" Jihan "{Dia bukan istriku, dia hanya wanita gila. Aku tidak ingin istriku terluka. Aku akan cari jalan keluarnya. Katakan hal ini kepada yang lain. Aku tidak ingin karena kalian merasa kasihan kepada Mia, kalian justru mengatakan hal yang tidak-tidak.}" Rayhan. "{Aku tau kalian merasa tidak nyaman dengan situasi ini, jika kalian mengatakannya justru akan memperumit keadaan. Wanita itu gila! Apakah Mia menanyakan masalah rekaman CCTV?}" Rayhan. "{Iya Pak, ibu mengumpulkan semua orang.}" Jihan "{Kau sudah bereskan?}" Rayhan. "{Iya sudah Pak.} Jihan. "{Baguslah.. kirim nomor rekening kalian.} "{Baik Pak.} Jihan. Dia tersenyum senang saat mengirimkan pesan terakhir. Rayhan tengah duduk di mobilnya. Dia dalam perjalanan untuk kembali ke kota Batu. Rayhan menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Ia memperhatikan layar tablet yang berada di tangannya. Rayhan terkejut saat melihat sekumpulan lelaki memasuki GVS, dan terus masuk ke arah dalam. Mereka menggunakan seragam. Rayhan memperbesar gambarnya, dia tersenyum simpul. Lelaki itu kemudian mengambil ponselnya. "Mia... Kau di mana Sayang?" Rayhan memperhatikan Mia dengan seulas senyuman yang masih terkembang di bibirnya. Menurutnya, sangat menarik melihat sang istri menyuruh para lelaki dengan tas besar memasuki ruang kerja milik Rayhan. "Aku di GVS." Mia menjawab dengan nada yang dingin. "Sayang.. maafkan aku tadi pagi ya.., aku terlalu tertekan memikirkan pertemuan hari ini." "Ok.." "Kau masih marah Sayang?" "Tidak..." ujar Mia pendek. Dia memperhatikan para pekerja memasang kamera tersembunyi di dalam ruangan kerja Rayhan di GVS. Dia ternyum puas saat mereka meletakan kamera yang sangat kecil dan benar-benar tersembunyi. "Sayang.., jika kau ingin kembali bekerja, silahkan. Aku tidak masalah. Aku rasa kau pasti kesepian jika di rumah saja tanpa ada kegiatan." "Benarkah?" suara Mia terdengar bersemangat. "Iya.. tentu saja." Rayhan tidak dapat lagi melihat Mia, CCTV hanya dipasang di lorong menuju ruangan mereka, namun tidak di dalam ruangan pribadinya. "Ah.. terimakasih" Mia kegirangan. "Mia kau sedang apa Sayang?" "A..aku? Oh.. aku sedang melihat laporan penjualan." "Kau tidak sedang berusaha memata-mataiku kan?" "A..pa? Apa maksudmu?" Mia terhenyak. "Ah tidak.. aku tau kau sangat mencintaiku, aku hanya mengingatkan terkadang saat wanita terlalu terbawa perasaan, mereka tidak dapat berpikir dengan baik. Ada seorang seorang istri memasang kamera pengawas di dalam kamar pribadi karena takut suaminya membawa perempuan lain ke kamar mereka. Tapi yang terjadi adalah, kamera itu justru merekam adegan percintaan suami istri itu. Kuharap kau tidak melakukan hal yang sama. Kau tidak ingin para karyawan melihat bagaimana kita bercinta di sofa dan di atas meja kerja kan?" Rayhan tertawa. "A..pa? Tidak, tentu saja tidak." Mia bingung beberapa saat. "A..pa?" Mia tertawa, "sial.. hahahaha." Mia melangkahkan kaki keluar dari ruangan Rayhan dan menatap ke sudut langit-langit GVS. "Kau yang memata-mataiku..." Mia tertawa kesal. "Aku sangat mencintaimu Sayang... aku tidak akan mengkhianatimu, percayalah.." Rayhan berkata dengan nada yang lembut. "Lalu apa yang kau sembunyikan dariku?" "Sayangku.. tugas seorang suami adalah menjaga istrinya agar tidak terluka. Itulah yang aku coba lakukan sekarang. Tolong percaya padaku." Rayhan berkata dengan nada memohon. "Baiklah.., hei.. bagaimana survei mereka?" "Aku masih belum tau, mereka akan membicarakannya dengan kantor pusat." "Kapan kau pulang?" Mia merasa rindu ingin memeluk suaminya. "Saat ini aku dalam perjalanan." "Hati-hati di jalan. kau langsung pulang?" "Kurasa tidak, ada beberapa hal yang masih harus aku selesaikan." Nada suara Rayhan terdengar lelah. "Baiklah.. aku menunggumu di rumah." Mia membatalkan pemasangan kamera tersembunyi di ruangan Rayhan. Namun dia menyuruh mereka memasang di tempat lain. Mia tersenyum penuh kemenangan. Para pekerja mereka hanya bisa melihat apa yang terjadi. Menurut mereka, Rayhan dan Mia sungguh pasangan yang aneh. Mereka memata-matai satu sama lain. Mereka jadi teringat cerita dalam film. Sedangkan Mia berharap suaminya tidak akan pernah berbuat sesuatu yang menodai pernikahan mereka. Dia tidak ingin menangkap gambar apa pun. Mia kembali larut dalam pekerjaannya. Setelah beberapa jam, tiba saatnya dia menjemput si Kembar. Mia lantas mengemudi ke sekolah mereka. Ia menanti kedua putranya di pagar sekolah. "Nda..!!!" Hasan dan Husein berlarian menghampirinya. "Hai Sayang..." Mia memeluk mereka dan menciumi mereka bergantian. "Ayo kita pulang.." Mia menuntun kedua tangan putranya. Hasan dan Husein sibuk bermain bersama. Mereka tertawa, menangis, saling pukul saling tendang. Mia hanya bisa menarik napas melihat mereka bedua. *** Mia memperhatikan ponselnya. Waktu telah menunjukan jam 9 malam. Suaminya masih belum jua kembali. Ada perasaan resah yang menghampirinya. "Kau di mana Sayang?" Mia menghubungi Rayhan. "Aku di jalan, sebentar lagi sampai rumah." Suaranya terdengar sangat lelah. Tentu saja dia sangat lelah, Rayhan berkendara selama enam jam saat ke Green Beach, tiga jam perjalanan saat pergi dan tiga jam saat kembali. Dan masih ada lagi masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan di Kota Batu. "Baiklah.., kau sudah makan? kalau belum biar aku siapkan." "Sudah, tadi bersama beberapa klien. Anak-anak sudah tidur?" "Iya mereka sudah tidur." "Tunggulah, sebentar lagi aku sampai di rumah." Rayhan mengakhiri pembicaraan mereka. Ketika dia tiba di rumah, Rayhan disambut Mia dengan senyuman hangat. Kelelahannya seakan berkurang saat mendapati seseorang yang dia cintai menunggunya. Menyambutnya dengan cinta. "Kau mau sesuatu?" Mia menawarkan kepada Rayhan. "Tidak, aku sangat kelelahan, kurasa aku akan tidur saja." "Baiklah, biarkan aku memijatmu." "Wah.. ide bagus." Rayhan memasuki kamar mereka, dan segera mandi. Rayhan keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Handuk masih melingkar di pinggangnya. "Berbaringlah.." Mia tersenyum, dia memegang lotion di tangannya. Rayhan merebahkan dirinya dan tengkurap di atas kasur. Dia memejamkan mata. Merasakan pijatan Istrinya. Terasa begitu nyaman. Bukan hanya nyaman karena tubuhnya yang letih dan mendapatkan pijatan, namun dia merasakan kedamaian saat kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit istrinya. "Sayaaaang..!" Rayhan memanggil istrinya dengan nada teguran saat merasakan pijatan Mia berubah menjadi rabaan. "Iya Sayang.." Mia tersenyum nakal. " Mia aku lelah sayang... astaga.. tidak bisakah aku beristirahat?" Rayhan tertawa. " Bukankah lelahmu telah hilang? Aku pintar memijat." Tangan Mia semakin liar menyusupi d**a Rayhan dan semakin turun. "Hahahaha.. Mia...! Astagaaa, hentikan!" Rayhan terkekeh pelan. Dia semakin menekan tubuhnya. Tangan Mia tidak dapat lagi bergerak dia bawah tubuh Rayhan yang sedang berbaring tengkurap. Namun Mia tidak hilang akal, tangannya tidak dapat bergerak, tidak demikian dengan bibirnya. Bibir Mia mengecup punggung Rayhan tanpa ampun. Rayhan kembali tertawa gelak. "Rupanya kau menawarkan pijatan, ada maunya ya?" dia membalikkan tubuhnya. Rayhan kembali tertawa melihat wajah Mia. "Aku selalu ada maunya denganmu Sayang.." Mia menyatukan bibir mereka. Rayhan menarik kepala belakang Mia. Dia semakin memperdalam tautan bibir mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD