2. TAMU RAYHAN

1180 Words
Rayhan dan Mia duduk di pelataran rumah sembari memperhatikan Aidan dan kedua adiknya bermain bola. Hasan dan Husein yang berumur dua tahun nampak sangat lucu. Mereka berebut bola, menangis, berteriak, dam tertawa. Terjatuh lalu bagun lagi sambil menangis. Aidan tertawa memperhatikan kedua adik kecilnya. Dia mencium mereka penuh kasih. Aidan mengajak mereka berguling dan berkejaran di rerumputan. "Mia, aku ingin memiliki anak perempuan," Rayhan meraih tangan Mia yang berada di sisinya. "Nanti saja, mereka masih kecil," ujar Mia sambil beranjak dari kursi, "Kau mau minum sesuatu?" Mia memperhatikan suaminya. "Buatkan aku minuman dingin." "Baiklah," Mia pergi ke dapur. Mia suka melayani Rayhan dengan tangannya langsung daripada asisten rumah tangga yang membuatkannya. Saat Mia kembali, ia membawa nampan berisi minuman dingin dan kue kering. Dia memanggil ketiga putranya agar mendekat. Aidan dan si kembar berlarian saat mendengar panggilan Mia. "Nda.. Nda.., num," Hasan menunjuk gelas dengan air sirup berwarna merah di dalamnya. "Minum Nak?" Mia tersenyum sembari memberikan gelas kepada Hasan. "Pa ... Pa.." Husien menarik celana Rayhan. Rayahan merengkuh Husein ke dalam pelukannya dan menciuminya. Rayhan mengambilkan gelas dan memberikan kepada Husien. Mereka berdua kelelahan dan kehausan setelah bermain dengan Aidan. "Abang, sebentar lagi Abang masuk asrama ya," ujar Mia sambil membelai kepala Aidan dengan lembut. Aidan telah berusia 9 tahun. "Iya Bunda, tapi ... bagaimana jika Aidan rindu Hasan dan Husein?" Suara Aidan terdengar sedih. "Kami pasti datang menjengukmu Nak, kan sebulan sekali Abang boleh pulang.." Mia duduk di kursi memangku Hasan. "Mia.., kalau dia tidak mau tinggal di asrama biarlah. Jangan dipaksa." Rayhan merasa tidak rela jika harus berpisah dengan Aidan. "Nak, jangan dengarkan kata papamu. Lebih baik kami menanggung rindu daripada kau menjadi hantu." Mia melirik Rayhan. Dia merasa kesal kepada suaminya. Dia berusaha membujuk Aidan, tapi Rayhan justru memberikan angin surga kepada anak itu. "Jadi hantu Bunda?" Aidan merasa bingung. Rayhan tertawa gelak. Tentu saja Aidan tidak mengerti istilah itu. Dia masih anak-anak. "Maksud bundamu, dia takut kau akan salah memilih teman, malam-malam kelayapan. Nah itu maksudnya keluar malam-malam seperti hantu." "Apakah papa pernah jadi hantu? Hantu yang kelayapan malam-malam?" Aidan menatap dalam bola mata Rayhan. Rayhan melempar pandangan kepada Mia. "Sebaiknya lain kali kau perhatikan bahasamu Mia." Rayhan merengut. 'Kami pernah jadi hantu Nak' gumam Rayhan di dalam hati. "Ya.. karena itu papa dan bunda tidak ingin hal itu terjadi kepadamu. Kau sekolah di asrama ya... saat ini mungkin kau tidak mengerti. Tapi nanti, ketika kau besar nanti.., kau akan mengerti maksud perkataan bundamu." "Baiklah.., Aidan akan sekolah di asrama." Aidan menganguk. Dia mengejar Hasan dan Husein yang kembali berlarian. "Rayhan aku akan kembali bekerja, tapi mungkin tidak seharian." Mia berkata dengan hati-hati kepada Rayahan. "Untuk apa kau bekerja? GVS tetap berjalan meski kau tidak bekerja Mia! Lagi pula bagaimana dengan si kembar?" "Mereka sekolah, waktu mereka pulang aku juga pulang ke rumah. Rayhan, boleh aku kembali bekerja?" Mia berkata penuh harap. "Baiklah.. Jika anak-anak pulang, kau juga pulang." "Baiklah.." Mia tersenyum senang. Rayhan tertawa senang melihat ketiga putranya. Dia sangat bahagia. Menurutnya tidak pernah di dalam hidupnya terasa lebih baik dari saat ini. Rayhan memperhatikan Hasan lebih lekat. Dia.. sedikit mirip dengan Yuka, hanya saja Yuka memiliki kelopak mata yang lebih sipit. Dia merasa sedih dan bersyukur di saat yang bersamaan. Rayhan bersedih saat teringat Yuka, namun dia bersyukur diberi pengganti Yuka dengan tiga orang anak lelaki. **** Rayhan memasuki pintu galery miliknya. Dia menyapa beberapa pegawai dengan ramah. Rayhan memperhatikan lukisan dan beberapa porselen yang terpajang dengan rapi. Stok barang di galerinya semakin menipis. Rayhan menghela napas panjang. Rayhan tidak pernah lagi pergi ke pedalaman dan melakukan penggalian untuk berburu porselen peninggalan kekaisaran cina. Saat ini Rayhan hanya menunggu seseorang menawarkan kepadanya, sedangkan itu sangat jarang terjadi. Kalaupun ada, biasanya para kolektor yang ingin menjual porselennya. Dan itu berarti, harganya tentu saja sangat mahal. Terkadang para kolektor tidak benar-benar ingin menjual barangnya. Mereka hanya uji coba pasar, hanya penasaran dan ingin tahu berapa nilai jual koleksi mereka itu setelah beberapa tahun menyimpannya. Rayhan tetap memiliki banyak penghasilan dari saham-saham yang dia miliki di beberapa perusahaan besar. Rayhan juga berinvestasi pada usaha properti. Namun dia masih merasa ada yang kurang. Dia mencintai porselen. Barang-barang itu begitu berharga. Ratusan miliar hanya demi sebuah cawan kecil. Hasratnya untuk memiliki barang-barang itu begitu menggebu-gebu. Namun saat ini memang sangat sulit untuk mendapatkan barang-barang itu. Belum lagi begitu banyak perkebunan sawit yang menyebar di belahan bumi mana pun. Hal itu tentu saja membuat penggalian untuk pencarian porselen mustahil dilakuan. Rayhan memasuki ruangannya di galeri. Ruangan yang dulu sering Rayhan gunakan setiap hari. Namun sejak ada Mia dan Aidan yang memasuki kehidupannya, Rayhan kembali ke rumah. Rumah yang dulu besar namun begitu dingin. Kini berubah menjadi istana penuh cinta. Rayhan berbaring menatap langit-langit. 'Mungkin aku harus mulai melukis lagi.' Rayhan membatin. Rayhan mengambil sebatang rokok dan menyelipkan di antara kedua bibirnya. Asap rokok menyebar, membumbung hingga ke atas langit-langit kamar. Sebuah nada panggilan dari ponsel Rayhan membuyarkan lamunannya. "Rayhan ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Katanya dia ingin menjual sebuah cawan." Loko menghubungi Rayhan setelah sekian lama mereka tidak pernah menjalin komunikasi. "Benarkah?" suara Rayhan bersemangat. "Aku akan kirimkan alamat agar dia bisa menemuiku." "Aku yang akan mengantarkannya. Dia seorang wanita. Aku sekalian bermaksud menemuimu. Telah lama kita tidak bertemu," ujar Loko. "Benarkah? Kapan kau akan datang? Kita memang sangat lama tidak bertemu Loko. Aku merindukanmu." Rayhan berkata dengan ramah. "Hari ini. Kami berada di kota Batu sekarang." Loko memberikan kepastian. "Baiklah.., aku menunggumu." Rayhan Menyudahi panggilan itu. {Green Vege Store. Jl. Jendral Sudirman} Rayhan mengirim pesan singkat. Rayhan bersiap pergi dari galeri menuju GVS. Ketika di dalam ruangannya di GVS, Rayhan sibuk dan larut dalam pekerjaannya. Dia memperhatikan foto-foto porselen yang dikirimkan kepadanya melaui email dan aplikasi sosial media. "Hm... barang ini semuanya palsu!" Rayhan besungut-sungut kesal, "apakah aku harus melakukan penyelaman? Sangat sulit mencari barang sekarang. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Mia. Aku juga tidak sanggup jika berpisah dengan Hasan dan Husien." Rayhan kembali larut dalam pikirannya selama beberapa saat. Dia merasa kesal dan frustasi. Entahlah apa yang dipikirkan Rayahan. Sebenarnya dia mempunyai uang yang sangat banyak. Namun ketika membicarakan hasrat dan hobby tentu akan berbeda. Suara ketukan membuatnya tersadar. Rayhan membuka pintu ruangannya, "Loko..." Rayhan memeluknya dengan hangat dan erat. Dia menepuk punggung lelaki itu berkali-kali. Setelah cukup lama, mereka melepaskan pelukan. "Rayhan, dia adalah seseorang yang aku ceritakan ingin menjual cawan kepadamu" Loko menunjuk seorang wanita muda berusia pertengahan 20-an . Rayhan mengalihkan pandangannya kepada seorang wanita yang berdiri di sebelah Loko. Wanita itu sangat cantik... Rambutnya panjang dan lurus sebatas punggung. Dia memiliki tubuh yang langsing. Kulitnya sangat putih dan mulus hampir mirip orang etnis Tionghoa. Wanita itu mengenakan dress kasual sedikit di atas lulut. Iris matanya berwarna colat terang. Bibirnya terlihat ranum dengan lipstik berwarna peach yang lembut. Mata Rayhan terbelalak dengan sempurna. "Aray, apa kabarmu Sayang?" wanita itu tersenyum. Bahkan Rayhan lebih tercengang lagi saat mendengarnya bicara. "Heka..?!" napas dan suara Rayhan tercekat. Ia tersedak air liurnya sendiri. Heka sangat berbeda. Bahkan dia bisa berbahasa yang sama dengan Rayhan. "Apa kau merindukanku?" Heka mendekat dan secara tiba-tiba mendaratkan kecupan di bibir Rayhan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD