Chapter 3 : Hang Out

1555 Words
Lalu, Jessica keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga, sesampainya di satu anak tangga terakhir Jessica memeluk mamanya dan berpamitan. “Mom, aku berangkat dulu yah.” Jessica mencium kening sang mama dan berjalan menghampiri teman-temannya yang duduk di ruang tamu. “Jangan pulang terlalu malam, Jess. Gak baik anak gadis pulang malam-malam. Oke?” tanya sang mama sambil menatap wajah Jessica dan teman-temannya yang sedang berpikir jam pulang dari Mall. “Gak malam-malam kok tante. Paling juga jam enam atau jam tujuh malam. Rencananya kami akan makan dan nonton di sana,” jawab Owen yang diikuti anggukan kepala oleh yang lainnya. “Oke, kabari yah Jess kalau sudah dalam perjalanan pulang kemari. Hati-hati yah, jangan ngebut-ngebut nyetirnya,” ucap sang mama sambil ikut mengantar mereka berempat keluar dari pintu gerbang rumah. Lalu, setelah keempatnya masuk ke dalam mobil, sang mama menutup pintu pagar dan melambaikan tangan ke arah mereka. Dan mobil Valerie pun mulai berjalan menjauh. Sesampainya di Mall Dua Tiga, setelah Valerie memarkirkan mobilnya di basement. Lalu, keempatnya berjalan menuju ke sebuah restoran makanan Jepang yang terletak di luar Mall. Untuk kali ini, yang bertugas memesan makanan adalah Owen dan Calista, sementara Jessica dan Valerie menunggu di tempat duduk yang terletak di ujung ruangan yang bersebelahan dengan jendela restoran yang berukuran besar, sehingga mereka dapat melihat lalu lalang orang yang berjalan melewati restoran. Sambil menunggu Owen dan Calista, Valerie bertanya kepada Jessica, “Jess, loe kenapa? Gue lihat dari berangkat sampai duduk di sini loe diem aja? Ada apa sech?” “Mama gue, Val. Dia dah ngasih kode ke gue, dia pingin gue membawa calon menantu. Kemana gue harus cari calon menantu buat dia? Secara hidup gue aja flat kayak keripik kentang dan aktivitas gue gak jauh dari rumah, kantor, mall,” jawab Jessica sembari menyandarkan kepala ke atas meja makan restoran dan menghela napas panjang. “Ha ... ha ... ha ... gue turut iba sama loe. Beruntungnya mama gue gak nuntut macam-macam. Coba kalau mama gue minta menantu juga, kepala gue bisa pusing tujuh keliling,” sahut Valerie yang dilanjutkan dengan tertawa terbahak-bahak. Beberapa saat kemudian. Owen dan Calista datang membawa empat porsi nasi chicken katsu, sup miso, satu porsi tempura serta empat gelas teh ocha dingin. Jessica dan Valerie yang telah kelaparan sedari tadi langsung mengambil bagian nasi mereka dan melahap makanannya. Di sela-sela acara makan, Valerie memberitahukan kepada kedua temannya yang lain mengenai keluhan Jessica yang menerima tuntutan dari mamanya untuk segera mencari calon menantu. Kedua temannya yang lain langsung tertawa terbahak-bahak mendengar hal tersebut. Jessica yang menyaksikan tawa temannya hanya bisa terdiam dan tertunduk lesu. Lalu, tiba-tiba Calista menyampaikan idenya kepada Jessica. “Jess, kalo loe dijodohkan mau gak? Memang sech terdengar agak kolot, tapi banyak juga yang berhasil lewat perjodohan. Contohnya kakak gue berhasil menikah meski dijodohkan,” ucap Calista sambil mengamati wajah Jessica secara seksama. “Hah?? Tidak semudah itu Ferguso! Memangnya ini zaman Siti Nurbaya? Gue gak mau dijodoh-jodohkan,” jawab Jessica singkat. “Yaelah Jess, beda kali sistem perjodohannya. Siti Nurbaya dijodohkan sama orang yang sudah tua. Kalau loe dijodohkan sama cowo ganteng. Bener loe gak mau?” Calista penasaran jawaban apa yang akan diberikan oleh Jessica, sambil dirinya tertawa terkekeh-kekeh. “Coba aja dulu, Jess. Orang tua loe pasti pilihin cowo yang terbaik buat loe,” ujar Owen sambil mengunyah makanannya. “Iya, gue setuju ma usul si Ta, tumben kali ini dia bisa berpikir cemerlang ha ... ha ... ha ...” tawa Valerie yang cukup keras sehingga terdengar hingga ke seisi ruangan. “Hush, Val. Loe kalau ketawa pelan dikit napa? Malu donk, tuh pada lihatin kita Marimar!” ujar Owen sambil menggelengkan kepala  dan menatap wajah Valerie dengan serius. “Iya, iya sorry. Gue cuma terbawa suasana aja, dah lanjut tadi kita sampai mana?” tanya Valerie kebingungan. “Sampai perjodohan. Oke biar gue pikirin hal ini dulu matang-matang, gue cuma gak pingin menikah dengan orang yang gak gue cintai. Meski cinta gak menjamin kehidupan pernikahan yang bahagia, tapi gue pingin ngabisin hidup gue bersama dengan orang yang gue cintai,” jawab Jessica sambil memandangi wajah ketiga temannya secara bergantian. “Jess, loe abis nonton drama Korea? Puitis amat, untuk sesaat gue cukup terpesona sama jawaban loe ha ... ha ... ha ...” sahut Calista yang diikuti gelak tawa kedua temannya yang lain. “Ckk, gue serius ini, malah pada ketawa. Dah pada makan, jangan bahas masalah jodoh lagi, lebih baik bahas habis ini kita mau nonton film apa?” Jessica bertanya kepada ketiga temannya sembari menyeruput teh ocha miliknya. Ketiga temannya menggelengkan kepala tanda mereka belum memliki ide film apa yang hendak mereka tonton. Akhirnya mereka memutuskan untuk melihat langsung film apa yang sedang tayang di bioskop. Setelah pembicaraan perjodohan selesai, keempatnya tidak saling membahas apapun lagi. Tiga puluh menit kemudian, setelah semua makanan habis disantap, keempatnya langsung berjalan keluar dari restoran , menyeberangi jalan dan masuk ke dalam mall melalui pintu barat. Sesampainya di depan CGV (bioskop di Mall Dua Tiga Pasirkaliki, Bandung), keempatnya langsung berjalan menuju tempat penjualan tiket, saat itu jam telah menunjukkan pukul dua belas lewat dua puluh menit. Saat itu, antrian pembelian tiket tidak begitu banyak, hanya tersisa dua orang lagi maka giliran mereka akan tiba. Setelah mengantri sekitar sepuluh menit, tibalah keempatnya di hadapan seorang wanita yang merupakan staff penjual tiket. “Tiket untuk film yang mana, kakak?” tanyanya sambil memandangi mereka berempat. Seulas senyum menawan menghiasi bibir sang wanita.  “Yang mana nech gaes?” tanya Valerie sambil melihat layar komputer di hadapannya. “Yang romantis donk,” pinta Jessica. “Hadeeh, romantis lagi, sekali-kali horror gitu.” Owen memaklumi kebiasan ketiga teman wanitanya yang sangat menyukai film romantis, sementara dirinya menyukai film action dan horror. “Ini aja gimana yang judulnya “Me Before You”, bagus nech kayaknya. Oke gak?” tanya Valerie penuh harap. “Oke, itu aja.” Jessica dan Calista menjawab serentak. Hanya Owen yang berdiri diam di sebelah Jessica, pasrah apapun keputusan film yang akan mereka tonton. “Mbak, film Me Before You untuk empat orang, total berapa?” tanya Valerie. “Semuanya dua ratus ribu rupiah, Kak. Ini tiketnya.” Wanita penjual tiket memberikan empat lembar tiket kepada Valerie, lalu Valerie memberikan uang sejumlah dua ratus ribu kepadanya. “Oke, uangnya sudah pas yah Kak. Terima kasih dan selamat menikmati,” ucapnya sambil memberikan sebuah senyum ramah kepada mereka berempat. Lalu, sambil menunggu film yang akan mereka tonton tayang, keempatnya mencari tempat duduk sambil melirik ke sana ke mari. Jessica melihat dari kejauhan di pojok dalam dekat dengan tempat penjualan makanan dan minuman, terdapat tempat duduk kosong untuk mereka berempat. “Gaes, di sana ada tempat duduk kosong, sebelah kasir,” tunjuknya sambil berjalan mendahului teman-temannya. Ketiga temannya yang lain mengikuti langkah Jessica dari belakang. Setelah sampai di tempat duduk yang mereka incar, lalu keempatnya mulai besantai melepas lelah. Tiba-tiba Jessica memecah keheningan dengan berkata, “Gaes, beli popcorn dan minum gak nech buat di dalam?” “Beli donk, masa iya kita di dalam hanya nonton dan bengong? Siapa nech yang beli?” tanya Valerie sambil memandang ketiga temannya secara bergantian. “Ow dan Ta yah yang beli, please,” pinta Jessica sambil mengatupkan tangan dan memasang muka memelas kepada kedua temannya. “Udah gue duga, ya dah sini mana uangnya? Biar gue ma Ta yang beli,” sahut Owen pasrah. Setelah uang terkumpul, Owen dan Calista pergi membeli popcorn dan minuman. Sambil menunggu mereka kembali, Jessica menyalakan handphonenya dan mencoba memeriksa pesan masuk di aplikasi whatsappnya. Ternyata terdapat beberapa pesan masuk di dalam Group w******p Official Platform A, tetapi tidak ada Gavin di dalam percakapan mereka. Hanya ada Diana dan Willy yang saling berbincang satu sama lain. Untuk mengenal mereka lebih dekat, Jessica memutuskan untuk ikut dalam perbincangan Diana dan Willy. (Isi percakapan dalam Group w******p Official Platform A) Jessica : Hi Will dan Di. Willy, Diana : Hi Jess. Lagi apa nech? Jessica : Aku lagi di bioskop, mau nonton. Ini lagi nunggu pintu sinemanya buka. Kalian lagi apa? Willy : Gue ada janji ma Gavin, tapi dasar tuh anak k*****t jam segini belom datang juga. Rasanya pingin gue sleding. Ini juga sama si Di, belom ada yang datang satupun. Diana : Sabar donk Ferguso, gue kan on the way. Sana u wa si Van, biasanya dia yang paling lama. Willy : Dah gue wa pribadi satu-satu. Dah cepetan ke sini, gue bosen nunggu sendirian. Diana : Oke sayang ha ... ha ... ha ... Willy : Ditunggu yang sayang, muachhh. Jessica : Waduh, aku off dech, takut ganggu yang lagi berduaan. Willy : Ha ... ha ... ha ... gak kok, Jess. Gue ma si Di biasa bercandaan seperti gini. Kita gak pacaran kok. Diana : Ha ... ha ... ha ... betul itu. Jessica : Oh, oke. Sorry gue dah salah paham ma kalian. Aku off dulu yah sepertinya sebentar lagi pintu sinema dibuka. See you tonight. Willy, Diana : Oke. (Dan percakapan pun berakhir) Lalu, datanglah Owen dan Calista membawa empat botol minum dan empat bucket popcorn ukuran sedang. Belum sempat menaruh semuanya ke atas meja, tiba-tiba terdengar pengumuman yang mengatakan pintu sinema tiga (film yang akan mereka tonton) telah dibuka. Dengan sigap keempatnya langsung berjalan menuju ke ruang sinema tiga. Setelah masuk ke dalam ruang sinema tiga dan mengambil tempat duduk sesuai nomor yang tertera di dalam tiket masuk, keempatnya langsung menghela napas lega dan bersantai sejenak sebelum film dimulai. Sepuluh menit kemudian, lampu di dalam ruang sinema tiga dimatikan, pintu masuk ditutup dan layar besar yang terpampang di hadapan mereka mulai menampilkan iklan-iklan sebagai acara pembuka. Kemudian, film pun berlangsung dan mereka berempat menonton dengan penuh konsentrasi. Menjelang akhir yaitu lima belas menit sebelum film selesai, Jessica menangis terisak dan hal ini membuat ketiga temannya keheranan. “Jess, u kenapa?” tanya Valerie keheranan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD