CASE IV : INSANITY

2246 Words
Aku suka gadis-gadis. Mereka itu lezat -Gray Mann- *** "Ditemukan seorang gadis yang sudah tak bernyawa di dekat sebuah pondok tak terurus di tengah hutan. Korban dalam kondisi tanpa busana dan dengan beberapa bagian tubuh yang terpotong dan beberapa organ dalam korban sudah tidak ada. Diduga korban merupakan salah satu korban penculikan dan pemerkosaan yang terjadi akhir-akhir." Suara berita dari sebuah radio mengisi pagi seorang pria yang tengah duduk santai menikmati secangkir kopi di depan teras rumahnya. Suasana pagi itu terasa sangat tenang dan sejuk baginya, ditambah dengan mendengarkan hasil dari pencapaiannya, membuat pria itu semakin merasa bahwa hari ini adalah hari terbaik dalam hidupnya. "Ah, pagi hari ditemani secangkir kopi sembari mendengarkan orang lain membicarakanku melalui siaran radio. Mungkin, ini yang dinamakan sebagai kedamaian oleh beberapa orang," ucapnya sebelum ia kembali menyesap kopi di cangkirnya. "Polisi melihat pola kasus yang sama seperti sebelumnya di mana korban diculik, kemudian diperkosa dan dimutilasi. Dari situ polisi menyimpulkan bahwa pelaku teror ini merupakan orang yang sama." Siaran dari radio itu masih mendominasi rumah pria itu. Siaran pagi itu baginya merupakan sebuah kehormatan di mana orang-orang akan mengetahui siapa dirinya. Ia terlihat bahagia ketika terdengar sebutan untuk namanya dalam siaran itu. "Polisi saat ini sudah menetapkan seorang tersangka dari kasus berantai yang menjadi teror di kalangan para gadis. Tersangka dari kasus tersebut telah dikonfirmasi bernama Gray Mann. Kepada masyarakat terutama para gadis, ketika mendengar nama itu diharapkan unt—" "Hah! Bahkan namaku juga disebutkan? Sungguh, apa kali ini aku akan disibukkan dengan banyak hal mengingat namaku sekarang sudah terkenal? Apa sebentar lagi aku akan menjadi seorang aktor? Aku sudah tidak sabar menunggu kabar baik itu!" ucapnya ketika namanya disebut dalam siaran itu. Benar, pria yang saat ini sedang tersenyum bahagia sambil menikmati secangkir kopi buatannya, bernama Gray Mann, seorang pembunuh dan pemerkosa yang haus akan perhatian. Ia merupakan lambang dari apa itu ketidakwarasan. ■■■■■ Sudah satu minggu Mater dirawat di rumah sakit sejak insiden Bloody Party waktu itu. Meskipun dokter sebenarnya masih melarang Mater untuk pulang, tapi Mater tetap bersikukuh untuk pulang. Bahkan ia dengan beraninya menodongkan pistolnya ke kening sang dokter. "Dok, bukankah aku sudah sehat? Bukankah itu berarti aku sudah boleh pulang, iya kan?" ucapnya sembari menempelkan ujung pistolnya itu di dahi sang dokter. Dengan keringat yang membahasi jas dokternya, ia pun menjawab, "T–tentu saja, Tuan Mater. A–anda sudah sembuh dan s–sudah diperbolehkan pulang. C–cukup mengkonsumsi vitamin ini untuk mengembalikan kondisimu menjadi bugar," jawab sang dokter tergagap. Mendengar itu, Mater pun menarik kembali pistolnya dan mengambil resep yang diberikan dokter. Sang dokter dapat kembali bernapas lega karena di hari ini ia berhasil lolos dari kejadian yang mungkin bisa membuat kepalanya berlubang. Setelah menukar resep itu dengan vitamin yang sudah diresepkan, Mater bersama keluarga kecilnya kembali ke hunian mereka. "Sayang! Bukankah kau terlalu kasar pada dokter itu? Bagaimana kalau nantinya dia menuntutmu? Julia menunjukkan kekhawatirannya ketika ia tahu suaminya itu mengancam seorang dokter dengan sebuah pistol. Bukannya menyadari apa yang telah ia lakukan, Mater malah tertawa mendengar perkataan Julia atas kekhawatirannya itu. Tentu responnya itu berhasil membuat Julia merasa kesal. "Hahaha. Apa yang kau khawatirkan? Siapa orang di kota ini yang berani menuntutku?" jawab Mater dengan sombongnya. Julia semakin kesal setelah mendengar jawaban sombong Mater. "Terserah kau saja! Aku hanya mengkhawatirkanmu, bodoh!" "Ssstt. Jangan berkata seperti itu. Kita sedang bersama Jona, bagaimana kalau dia mendengarnya dan malah menirumu?" "Biarkan saja. Biar dia tersadarkan bahwa dia memiliki ayah yang bodoh!" Mater hanya tertawa mendengar respon Julia. Baginya, ketika Julia sedang marah atau mengkhawatirkannya, ekspresinya terlihat lucu untuk Mater. Yah, dia sudah cukup bahagia mengetahui bahwa masih ada orang yang menyayanginya. Dan kali ini, ia memiliki keluarga yang bahkan selalu menyayangi dan mengkhawatirkannya. Bagi Mater, inilah kebahagiaan sejati dalam hidupnya. *** "Lapor kepada atasan. Agen Mater sudah siap kembali menerima misi!" Begitulah salam pertama setelah ia beristirahat panjang hampir satu bulan. "Selamat datang kembali, Mater. Ternyata kau bisa selamat dari takdir kematianmu," ucap Baron. "Apakah Anda lebih berharap saya mati, Sir?" "Aku tak pernah mengatakan hal seperti itu. Jadi jangan pernah menyimpulkan hal yang bahkan tidak pernah kukatakan." Setelah mengatakan itu, Baron memberikan satu berkas kasus bertuliskan "Bloody Party". "Bukankah itu yang kau cari? Kasusnya sudah ditutup sebagai aksi bom bunuh diri. Tapi kalau kau membacanya, kau mungkin akan menemukan hal yang menarik." Setelah menerima berkas itu, Mater memberikan salamnya dan pergi meninggalkan ruangan Baron. Ia pergi menuju ruangnya dan mengambil beberapa alat tulis. Dia menganalisis berkas itu, melihat apakah ada hal yang janggal atau memang hanya sebuah aksi bom bunuh diri. "Baiklah, kita mulai penelusuran kita." Mater dengan teliti membaca setiap informasi yang tertera dalam berkas itu. Satu jam berlalu namun ia masih belum mendapat informasi yang ia butuhkan. Ia mulai kembali membaca informasi yang mungkin terlewat dan membuat beberapa catatan pada kertas lain. Setelah beberapa waktu berlalu, akhirnya ia menemukannya. Menemukan informasi yang ia ingin tahu. "Informasi pelaku. Ini yang aku butuhkan." Ia mulai membuka lembaran itu dan membacanya. Sebenarnya, ia hanya ingin tahu siapa yang ada dibalik topeng bertuliskan huruf T waktu itu. Ketika membaca nama dari pelaku bom bunuh diri itu, Mater terkejut. Nama yang tertera merupakan nama yang ia kenal. Torres. "Jadi, inisial T adalah untuk Torres? Tapi, ada yang sedikit aneh." Mater menyadari keanehan dari pelaku bom bunuh diri itu. Torres, memang merupakan salah satu kriminal paling dicari oleh kepolisian. Namun selama ini, tidak pernah dijelaskan bahwa ia memiliki kemampuan dalam perakitan bom. Dia memang seorang mafia dengan banyak koneksi yang mendukungnya. Bisa jadi, dia meminta anak buahnya untuk mencarikan bahan peledak dan perakitannya. Justru itu semakin aneh. Kenapa Torres tidak memerintah bawahannya itu untuk melakukan bom bunuh diri. Kenapa harus dia sendiri? Bukankah ia bukan tipe orang yang akan menyerah demi menyelamatkan orang lain. Sosok egois sepertinya tidak mungkin melakukan itu. Kecuali ada yang memberikan perintah pada Torres untuk melakukan bom bunuh diri. "Selain itu, entah mengapa aku merasa orang ini bukanlah T yang ada dalam mimpiku. Mungkin di dunia nyata bisa jadi ukurannya lebih besar, namun entah mengapa aku tidak merasakan tekanan yang sama ketika melihat Torres." Dari situ Mater mulai meyakini bahwa Torres hanya dimanfaatkan untuk tujuan dari tuan Torres. Bisa membujuk seorang Torres untuk bekerja padanya, orang itu berarti hampi memiliki segalanya. "Semakin aku mencari tahu semakin aku akan mulai tersiksa, badanku terkadang mulai sakit dan terkadang tidak." Setelah mendapatkan informasi yang dia rasa cukup, ia kemudian meletakkan berkas itu di atas mejanya. Bertepatan dengan itu, Mortis datang menghampirinya. "Hei, pak tua. Kita ada pekerjaan," ucap Mortis. "Dasar b******n. Kau harusnya lebih menghormati orang tua." "Aku tak peduli." "Lalu, seperti apa pekerjaan kita kali ini Mort? Mortis pun menjawab, "Kita diminta untuk membatu tim lapangan, untuk menyelidiki kasus penculikan dan pembunuhan para gadis remaja." "Ah baiklah, kita berangkat sekarang?" Setelah itu, mereka berdua berangkat menuju tempat penyelidikan seperti yang sudah diinformasikan. *** Mater dan Mortis telah sampai di lokasi penyelidikan yang pertama. Tempat itu berupa sebuah gubuk tua di tengah hutan. Dilihat dari kondisi gubuk itu, bahkan jika hujan deras turun kemungkinan besar gubuk itu akan hancur dan hanyut. "Ugh! Bau busuk ini! Sudah berapa banyak manusia yang ia bunuh di tempat reyot seperti ini?" Mortis mengeluh ketika sebuah aroma menyengat yang tidak sedang masuk dan menusuk lubang hidungnya. "Ugh! Sialan, baunya menyengat sekali. Kenapa forensik tidak mengatakan untuk membawa masker gas, hah?! Setelah dari sini akan aku penggal kepala para tim forensik itu!" Mater pun ikut mengeluh dan kesal terhadap kurangnya informasi dari tim forensik. Dengan menahan bau busuk yang menyengat itu, mereka berdua berjalan mendekati gubuk tua itu. Mereka melihat banyak bercak darah kering yang mereka pikir itu adalah darah dari para korban. Mater terlihat penasaran ketika di depan halaman gubuk tersebut, terdapat sebuah ember hitam yang terlihat terisi penuh dengan sebuah cairan. Ketika melihatnya dari dekat, cairan itu berwarna merah hitam pekat dan sedikit kental. Entah apakah itu darah dari para korban atau cairan yang tidak ia ketahui, tapi melihat itu membuat Mater merasa jijik seakan ingin muntah. "Ugh! Apa si Gray Mann ini tidak pernah diajarkan kebersihan oleh orang tuanya?! Mengapa ia meletakkan cairan tidak jelas ini di depan rumahnya?! b******n jorok itu dengan percaya dirinya memperkosa banyak gadis ditempat seperti ini!" Mortis yang melihat atasannya itu marah-marah dengan sendirinya hanya diam dan membiarkan bosnya itu mengomel dengan dirinya sendiri. Tanpa mempedulikan kelakukan Mater, Mortis melanjutkan penelusurannya disekitar gubuk tersebut. Namun dari hasil penelusurannya itu, ia tidak menemukan hal yang menarik selain bercak darah. "Bos, kita lanjut ke dalam," ucap Mortis setelah merasa ia tidak menemukan hal yang penting di luar gubuk. "Baik, ayo kita masuk." Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk memasuki gubuk tersebut. Di dalam gubuk itu terasa gelap dan sedikit pengap. Lantai dari gubuk itu terasa digenangi oleh air dan itu disadari oleh mereka ketika mereka masuk dan melangkahkan kakinya, mereka mendengar suara genangan air dari bawah kaki mereka. Entah itu adalah air atau genangan darah, yang jelas genangan itu terasa sedikit banyak. "Mort, kau tahu? Tempat ini mengingatkanku dengan kasus waktu itu." Mater mengamati sekelilingnya dan merasakan suatu kesamaan dari kasus yang pernah mereka tangani sebelumnya. "Kasus yang mana yang kau maksud? Kita terlalu banyak menyelidiki kasus hingga membuatku sedikit pusing ketika harus mengingat kembali," balas Mortis. "Dasar anak muda! Kau bahkan belum menginjak umur 30 tahun tapi kau mengeluh dengan ingatanmu. Harusnya kau malu dengan orang-orang yang lebih tua darimu seperti diriku." Kali ini Mater merendahkan kekurangan Mortis dan menyombongkan dirinya yang memiliki kelebihan dibanding patnernya itu. "Terserah. Berbicara hal yang tidak jelas dengan orang tua memang membuatku tidak fokus." Tanpa menatap Mater, Mortis membalas perkataan yang ditujukan untuk merendahkannya itu. "b******n ini! Apa kau tidak sadar kalau tempat ini memiliki suasana yang sama ketika kita menyelidiki rumah tua milik Ed dan akhirnya kita bertemu dengannya?" Mater mengingatkan Mortis dengan kasus yang pernah mereka selesaikan dulu. Setelah dipikirkan, memang terasa mirip dari suasana yang ada pada rumah tua Ed waktu itu. "Kau benar. Bentuk ruangan, serta bagaimana suasana ruangan ini, jelas memiliki kesamaan dengan rumah tua Ed. Kalau begitu apa Gray Mann juga ada di tempat ini?" tanya Mortis antusias. "Entahlah, aku rasa tidak. Tapi tunggu, kenapa kau bersemangat sekali untuk bertemu dengan b******n itu?" "Kenapa tidak? Aku akan menghajar wajah busuknya itu dengan tinjuku." Bajingan gila. Mortis berpikir untuk bertarung melawan seorang pembunuh berantai, dan ia mengatakan itu dengan wajah terlihat bersemangat. "Tidak! Jangan harap kau bisa melakukan itu. Bahkan ketika kita melawan Ed waktu itu, kau hampir saja membunuhku!" Mater menjadi teringat kejadian di mana ia menerima banyak luka bukan karena tersangka, melainkan dari kawannya sendiri. "Tidak, tidak, tidak. Itu adalah salah kau sendiri yang menghalangiku dan malah menjadi tameng hidup untuk Ed!" "Sialan kau!" Mereka berdua masih saja melakukan debat ria mereka dan hampir melupakan tujuan mereka datang ke gubuk itu. Tanpa mereka sadari, mereka berjalan ke arah sebuah pintu yang tidak mereka kenali. Mater yang pertama kali menyadarinya, kemudian mengalihkan seratus persen fokusnya pada pintu itu. "Hei! Kau mengabaikanku?" ucap Mortis kesal karena Mater mengabaikan perkataannya. "Diamlah atau kusumpal mulutmu itu dengan peluru panas." Mater mendekati pintu itu dan mencoba memutar kenop pintu itu secara perlahan. Mater dan Mortis sama-sama berharap bahwa itu hanyalah sebuah ruangan kosong yang gelap. Namun semua harapan itu sirna ketika pintu itu berhasil dibuka. "Sialan! Aku menyesal telah membukanya," sesal Mater setelahnya. Tepat setelah pintu dibuka, aroma busuk yang menyengat kembali menyerang hidung mereka. Secara reflek mereka menutup kedua lubang hidung mereka dan menahan supaya bau busuk itu tidak menyerang mereka. Mater terkejut ketika melihat apa yang ada dibalik pintu itu, begitu pula dengan Mater. Mereka berdua sebenarnya sudah menyadari bahwa kemungkinan besar yang ada dibalik pintu itu bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Tapi mereka berdua masih tetap berharap bahwa di dalam ruangan itu tidak ada apa-apa. Dan ketika dibuka, harapan mereka seketika sirna. "Oh sial! Ini mengingatkanku dengan Ed." Kali ini Mortis yang berbicara. Bau busuk itu bersumber dari beberapa daging yang mulai membusuk dan terlihat banyak sekali belatung yang mulai menggerogotinya. Mereka benar-benar mengingat bahwa ini mirip dengan kasus Ed waktu itu, hanya saja yang sekarang terkesan lebih tidak terawat. Tampak terlihat beberapa potong tangan dan kaki yang diduga itu merupakan anggota tubuh dari korban. Ada juga beberapa organ tubuh seperti usus, jantung, hati, paru-paru, bahkan otak manusia dibiarkan menggantung di atas langit-langit gubuk itu. "Aku terkejut, gubuk ini tidak roboh melihat banyak sekali "hiasan" yang tergantung di sini," ucap Mater melihat langit-langit gubuk itu. Mortis pun menyetujui hal tersebut. "Setuju. Sungguh hebat gubuk ini dalam menanggung dosa b******n itu." Mereka berdua kembali menyelusuri ruangan itu berharap menemukan sesuatu. Ketika Mater berjalan ke bagian belakang, ia melihat terdapat sebuah peta dengan banyak coretan di sana. "Hei, Mort. Coba kemari dan lihat ini." Mortis yang merasa namanya dipanggil segera mendekati Mater. Kemudian ia mulai memperhatikan peta yang ditemukan oleh Mater itu. Terlihat terdapat beberapa tanda X yang dihubungkan oleh garis menuju sebuah lokasi yang diberi sebuah pin dan menancap pada meja di mana peta itu terletak. Dari banyaknya tanda X dan garis yang semuanya menuju ke arah pin itu, terdapat sebuah tanda X yang tidak memilik garis dan tertulis tanggal dua hari dari saat ini. "Mort, kau paham bukan dengan apa yang tertulis di sini? tanya Mater. "Oh, ini sungguh mudah. Dengan ini kita dapat kembali menyelesaikan sebuah kasus." "Benar sekali. Baiklah hari ini kita cukup sampai di sini, kita kembali ke markas dan melaporkan temuan kita. Dan bersiaplah, dua hari dari sekarang, kita akan bertemu dengan si b******n Gray Mann di lokasi yang ditunjukkan oleh tanda X ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD