CASE IV : INSANITY (2)

2258 Words
Orang-orang baik selalu sangat yakin dirinya benar. -Effe- *** Mater dan Mortis telah sampai di Kantor Kepolisian Pusat. Segera setelah turun dari mobil, mereka ke ruangan Baron untuk melaporkan hasil dari penyelidikan mereka. "Permisi, Sir." Mater mengecek apakah di dalam ruangan itu ada seseorang atau tidak. "Masuklah dan sampaikan apa yang kau temukan." Suara tegas Baron membuat mereka berdua terkejut. Sesuai instruksi dari atasannya, mereka segera mendekati mejanya dan melaporkan apa yang mereka temukan. "Kami akan melaporkan hasil dari penyelidikan hari ini." "Baik, akan kudengarkan." "Ketika kami melakukan penyelidikan. Kami tidak menemukan apa-apa selain bercak darah dan beberapa peralatan dapur." Mendengar perkataan Mater, Baron sedikit kesal karena mereka bahkan tidak mendapatkan info apapun. Ingin rasanya ia memukul muka Mater dan Mortis, namun niat itu ia urungkan karena ia masih mencoba sabar dan tetap menunggu informasi lainnya dari mereka. "Ketika kami berdua mencoba menelusuri lebih dalam, kami menemukan satu ruangan yang dipenuhi oleh potongan tubuh manusia yang kami kira kemungkinan besar adalah organ dari para korban. Selain itu kami juga menemukan sebuah peta," jelas Mater. "Peta?" "Iya. Sebuah peta dan beberapa catatan di dalamnya." Kemudian Mater dan Mortis menjelaskan peta apa yang mereka maksud. Mulai dari penjelasan mengenai tanda X dan garis penghubung X dan tanda pin sampai keterangan di mana tersangka akan melakukan aksinya dua hari dari sekarang. "Terlihat dari yang ada pada peta, tersangka akan kembali beraksi 2 hari dari sekarang. Jadi 2 hari dari sekarang kita bisa melakukan persiapan untuk penyergapan. Setidaknya kita juga sudah mengetahui lokasi selanjutnya yang akan didatangi tersangka," usul Mater. Mortis pun mengangguk mendengarkan usulan dari Mater. "Saya pun berpikir demikian, Tuan. Melakukan penyamaran di berbagai lokasi dan membaur dengan masyarakat. Mengamati sekitar dan ketika ada yang mencurigakan, segera laporkan dan mulai penangkapan." Baron mendengarkan dengan seksama usulan dari kedua anak buahnya itu. Ia sedang memikirkan apakah usulan itu memungkinkan atau tidak. "Baik, itu bukan ide yang buruk. Dua hari lagi kita akan melakukan patroli bersama kepolisian umum dan menangkap b******n Gray Mann ini." Ide itu kemudian mendapat persetujuan oleh Baron. Kemudian, para agen kepolisian khusus bersama dengan kepolisian umum pusat melakukan berbagai rencana dan persiapan yang dipimpin oleh Mater sebagai ketua operasi. *** Dua hari berlalu. Hari ini adalah hari pelaksanaan operasi penangkapan Gray Mann. Mereka semua sudah siap dengan persiapan masing-masing. "Ingatlah! Jika ada orang mencurigakan, segera laporkan kepada yang lain dan jangan bertindak gegabah. Pastikan yang lain segera membantu ketika salah seorang dari kita melihat orang mencurigakan itu." Mater memberikan arahannya sebelum tim operasi itu melaksanakan tugasnya. "Masing-masing dari kalian telah melihat wajah dari Gray Mann. Jadi harusnya kalian tidak akan salah mengenali orang itu Gray Mann atau bukan." "Baik, Sir," jawab serentak oleh tim. Ketika Mater sedang memberikan arahan, Baron datang mendekati Mater dan berkata, "Kau yakin aku tidak dilibatkan?" "Tidak. Kau cukup menunggu kabar keberhasilan dariku. Tugasmu adalah itu." Mater mengatakan itu dengan yakin bahwa semuanya akan beres sesuai kendalinya. "Baik, jika aku mendengar kau gagal dalam misi ini, maka bersiaplah untuk menerima satu lubang tepat di tengah kepalamu!" Baron memberikan ancaman dengan tekanan yang sangat jelas terasa. Mater meneguk ludahnya sendiri, seolah ada seekor singa yang siap memakannya jika ia tidak berhasil menjalankan misi ini. Namun, semua orang bahkan tahu tingkat keberhasilan One Eye dalam mengatasi kriminal tingkat tinggi memiliki presentase yang hampir mencapai seratus persen. Itu juga yang membuat Mater dan Mortis merasa yakin bahwa rencananya ini akan sukses. "Baiklah, kurasa sekarang waktunya menjalankan misi. Di mana Mortis?" Mater mencari tangan kanannya itu yang sedari tadi tidak menampakkan batang hidungnya. Mater mencari ke setiap anggota operasi berharap melihatnya di salah satu anggota mengingat saat ini mereka semua mengenakan pakaian keseharian mereka. Itu bertujuan untuk mempermudah mereka membaur dengan orang sekitar. Walaupun tentunya mereka tetap dibekali senjata untuk berjaga-jaga. Seolah sadar bahwa ada orang yang mencarinya, Mortis tiba-tiba muncul dengan napas terengah-engah. "Apa kau sedang balap lari dengan seekor anjing atau bagaimana? Kau bahkan terlihat seperti orang yang menjadi buronan polisi 10 tahun." Mater memperhatikan dengan seksama kondisi dari bawahannya itu. Keringat membanjiri wajah dan tubuh Mortis. Wajahnya memerah. Dan napasnya yang tersengal, apa dia kurang sehat? "Bung, apa kau sudah mencapai batas umurmu? Kalau begitu aku turut berduka cita atas kesehatanmu dan kehidupanmu yang singkat ini," ucap Mater dengan membentuk posisi tangan seolah ia sedang berdoa untuk Mortis. "Mulutmu memang tidak pernah disekolahkan. Apa kau berharap aku benar-benar mati, hah?!" Mortis pun mulai kesal mendengar perkataan dari atasannya itu. "Wow! Kau masih sanggup bersuara keras seperti itu, berarti kau sehat. Jadi, segera tempati posisimu, bodoh!" Mater membalasnya juga dengan nada yang tinggi. "Dasar iblis! Kau bahkan tidak membiarkanku menarik napasku untuk sejenak." Setelah semuanya beres, mereka akhirnya berangkat menuju lokasi yang sudah diinformasikan pada saat persiapan. Masing-masing dari anggota menempati posisinya dan mengamati kejadian apapun yang mencurigakan. Mater dan Mortis memisahkan diri dari kelompok itu karena wajah mereka yang sudah diketahui banyak orang, akan sulit melakukan operasi pengintaian ini. Tiga puluh menit berlalu dan belum ada laporan mengenai tindakan aneh seseorang. Para polisi itu bertugas dengan baik, bahkan mereka melakukan penyamaran dengan sempurna. Benar-benar terlihat seolah mereka sedang menikmati kehidupan sebagai orang biasa, atau jangan-jangan mereka lupa dengan tujuan mereka? "Krssk...Krssk... Lapor, Ketua Mater. Tim satu menemukan orang dengan berpenampilan aneh, mengenakan tudung gelap dan memakai masker. Ia memasuki gang sempit di antara toko roti." Mater dan Mortis mendapat laporan dari tim satu bahwa mereka menemukan dugaan target. Segera ia menyuruh anak buahnya itu untuk mengikuti jejak dari sosok mencurigakan yang sempat mereka lihat. "Baiklah, ikuti orang itu dan jangan sampai ketahuan. Aku dan Mortis akan segera menyusul ke sana." "Baik, dimengerti!" "Baik, Mort. Sekarang kita akan menyusul ke keberadaan tim satu. Laporkan kondisi itu kepada tim lain," perintah Mater yang langsung diterima oleh Mortis. "Baik." Mereka berdua kemudian bergegas menuju lokasi yang sudah diberikan oleh tim satu. Mortis dengan sigap menginfokan kepada seluruh tim untuk mendekat ke area tim 1. "Kepada semua tim, target ditemukan. Segera mendekat dan bergabung di lokasi tim satu. Target sedang dalam pengawasan tim satu." Tepat setelah Mortis memberikan arahan itu, semua tim yang tadinya berpencar segera mendekat ke lokasi dari tim satu. Mater dan Mortis akhirnya sampai ke tempat yang menjadi titik pengintaian dari tim satu. "Bagaimana kondisi target?" tanya Mater. Kedatangan Mater membuat terkejut anggota dari tim satu, namun keterkejutan mereka segera ditahan dan memberikan laporan atas pengintaian mereka. "Lapor, Ketua. Kami sudah melakukan perintah sesuai dengan yang diberikan. Sejak pengintaian lebih dekat, target terlihat memasuki sebuah bangunan bekas restoran yang sudah rusak dan kumuh, tidak terlihat dia bersama dengan orang lain." Mater kembali bertanya, "Kau yakin tidak ada orang lain selain Gray Mann?" "Kami tidak tahu dengan kondisi yang ada di dalam bangunan itu. Namun sejak tadi kami tidak menemukan orang keluar masuk selain target kita, Gray Mann." "Baik, kalian sudah bekerja dengan bagus. Tugas kalian sekarang bergabung bersama tim yang lain, saat ini mereka sedang menuju ke sini. Siapkan penjagaan sehingga siapapun tidak ada yang diperbolehkan memasuki area ini, mengerti?" "Siap, dimengerti, Ketua." Mater hanya memberikan anggukannya sebagai bentuk jawaban darinya. Kemudian Mater dan Mortis berjalan menyusuri gang tersebut dan menemukan sebuah bangunan yang dimaksud oleh anggota yang lain. "Jadi, ini tempatnya? Kenapa setiap kriminal di kota ini menyukai tempat kumuh dan kotor? Aku melihat para kriminal dalam film mereka hidup serba mewah dan tidur nyaman di hotel." Mater sudah muak melihat bagaimana tempat para kriminal bersarang. "Perintah dariku. Berhentilah menonton film bertemakan polisi," ucapnya tanpa menatap ke arah Mortis. Begitupun sebaliknya, Mortis menjawab itu dengan tindakan yang sama. "Memangnya kenapa? Bukankah itu menyenangkan untuk ditonton?" "Benar, tapi otakmu semakin rusak setelah menontonnya dan membandingkan dunia film dengan dunia nyata. Sebelum otakmu kuberikan ke mayat Ed, lebih baik jangan kau tonton lagi itu." Mereka berdua berbincang tanpa saling menatap. Mata mereka hanya terfokus pada gedung yang ada di depan mereka. Ada apa di sana? Entahlah, mereka hanya melamun saja melihat gedung kumuh itu. "Apa kita hanya akan berdiam diri dan menatap gedung ini sampai kita dibunuh oleh orang lain?" tanya Mortis. "Tidak. Tentu tidak. Ayo, waktunya kita ma—" Dor! *** Beberapa saat sebelumnya, Gray Mann yang mengenakan sebuah tudung dan masker memasuki sebuah gedung tua dan kumuh yang merupakan tempat bekas sebuah restoran. Ketika memasuki bangunan itu, ia tampak hati-hati dan memperhatikan sekitar. Ia tetap menjaga kewaspadaannya agar tidak ada seseorang yang datang tiba-tiba dan membunuhnya. Clap! Clap! Clap! Clap! "Seperti yang diharapkan dari pembunuh profesional. Kau bahkan tidak menurunkan kewaspadaanmu." Suara-suara itu mengejutkan Gray Mann. Ia benar-benar tidak merasakan hawa kehadirannya ketika ia pertama kali memasuki gedung. Padahal, posisi orang yang mengeluarkan suara itu berada di sebelahnya. "Siapa kau?!" tanya Gray pada sosok itu. Dari suara yang ia dengan tadi, ia memastikan bahwa sosok yang sekarang dihadapannya ini adalah seorang pria. Ia memakai setelan jas hitam dengan dasi hitam dan duduk pada salah satu meja di sana. Sayangnya karena kondisi bagian tengah gedung gelap, wajah dari pria itu tidak terlihat. "Ah, maafkan ketidaksopananku yang belum memperkenalkan diri." Pria itu kemudian beranjak dari duduknya dan mulai menampakkan wajahnya. Ternyata, pria dengan tinggi 190-an itu memakai sebuah topeng di wajahnya dengan bertuliskan huruf R berwarna merah darah. Pria itu kemudian membungkuk dan memberikan salam perkenalannya, "Perkenalkan, kau bisa memanggilku dengan nama R. Akulah yang meninggalkan pesan itu di pondokmu." Benar, tujuan Gray datang ke kota ini adalah untuk menemui orang yang telah meninggalkan surat kepadanya. 'Ah, jadi itu ulah kau? Orang yang seenaknya mendatangi kediaman orang lain tanpa permisi. Maka tidak salah jika kau kusebut sebagai pencuri? Atau penguntit?" R tertawa mendengarkan perkataan dari sosok pria dihadapannya ini. "Hahaha. Kau bahkan membuatku tertawa. Terserah kau ingin menyebutku apa, tapi tindakanku itu beralasan. Aku memiliki penawaran untukmu." Gray yang belum mengerti arah pembicaraan ini, memilih untuk diam dan menunggu penjelasan satunya dari pria yang memiliki badan lebih besar darinya. "Gray Mann, seorang pria berumur 25 tahun, mantan pegawai kantor yang dipecat karena melakukan perselingkuhan dengan istri dari bosnya sendiri. Kemudian ingin membalaskan dendamnya dengan memperkosa gadis-gadis tidak bersalah dan membunuhnya. Sungguh, menggambarkan seorang b******n tanpa perasaan. Tuanku akan senang jika ada kau," sambung R. Gray merasa kesal ketika mendengar masa lalunya yang diumbar oleh R. "b******n sialan! Apa kau memberiku surat hanya untuk mendongengiku cerita masa laluku?! Akan kubunuh kau!" R lagi-lagi tertawa, "Hahaha. Maafkan aku, Tuan Gray. Aku tidak bermaksud untuk mengingatkanmu pada luka lamamu. Seperti yang kukatakan tadi, aku ingin membuat penawaran denganmu. Atau mungkin lebih tepat sebagai kesepakatan?" "Tuan Gray, bagaimana jika kau bergabung bersamaku menjadi bagian dari Criminal City? Dan kebetulan sekali, aku adalah salah satu eksekutifnya. Kau harusnya merasa terhormat ketika seorang eksekutif sepertiku menemui langsung." Gray pernah mendengar nama itu. Mereka adalah organisasi kriminal paling besar dan berbahaya. Mereka paling diburu oleh kepolisian, terutama agen khusus One Eye. "Penawaran seperti apa yang kau bawa bersama mulutmu itu?" Gray mencoba memancing R untuk mengatakan semuanya. "Menarik. Setelah kau bergabung, kau akan mendapatkan perlindungan dariku sebagai bos eksekutifmu. Tentu itu juga berlaku untuk keluargamu, hanya saja kau harus membuktikan bahwa kau mampu menjalankan tugasmu dengan baik tanpa ada kecacatan sedikitpun" R menjawab pertanyaan dari Gray dengan nada penuh intimidasi. "Dan kau bisa tenang saja. Kami tidak akan mengkhianatimu selama kau tidak melakukan pengkhianatan." Gray tampak berpikir seolah ia ingin memikirkan keputusannya. "Kalau begitu, bukankah aku akan menjadi budakmu?" "Ah! Kasar sekali! Aku tidak pernah menyebutmu sebagai b***k. Kau akan dianggap sebagai famili ketika bergabung bersama kami, dan tentu saja kau masih bebas untuk melakukan sesuatu yang membuatmu senang." R kembali memberikan jawabannya. "Tampak seperti tawaran yang menggiurkan," ucap Gray. "Tentu saja. Kau ti—" "Tapi sepertinya aku harus menolak tawaranmu itu." Belum sempat R menyelesaikan kalimatnya, Gray memotongnya dengan sebuah kalimat penolakan yang keluar dari mulutnya. "Apa kau yakin? Tidak ada kesempatan untuk kedua kalinya jika kau melewatkan ini." R masih berusaha membujuknya. "Yakin, mungkin. Aku hanya tidak suka terikat dan berposisi di bawah orang lain. Jika kau masih ingin aku bergabung denganmu, serahkan posisi eksekutifmu padaku dan aku akan bergabung menjadi bawahan dari tuanmy itu." R mulai merasa geram dengan tingkah dan jawaban makhluk yang ada di depannya ini. "Wah, kau lebih berani dari tampangmu. Dengan begitu kau menolak tawaran ini?" "Apa kau tuli? Bukankah aku sudah mengatakan dengan jelas bahwa aku M. E. N. O. L. A. K., menolak, tawaranmu itu?" Gray memberikan penolakannya kembali dan lebih diberi penekanan pada kata menolak. R lagi-lagi tertawa. Semakin sering mendengar R tertawa, Gray merasa merinding dan membuat bulu kuduknya berdiri kokoh. "Sayang sekali, orang sepertimu menolak kesempatan yang bagus ini." Nada penyesalan terdengar dari suara R. "Apa sekarang aku juga tidak memiliki hak untuk menolak bahkan sebelum menjadi anggota?" "Tidak tidak. Tentu kau memiliki hak untuk itu. Hanya sangat disayangkan menolak tawaranku ini, sungguh kau akan menyesal." Kali ini, giliran Gray yang tertawa mendengar perkataan R padanya. 'Hahaha. Apa katamu? Menyesal? Apa sekarang ini wajahku menampakkann wajah penuh penyesalan? Tentu tidak." "Baiklah, R. Katamu akan menyesal bukan? Sekarang cobalah, bagaimana caramu, untuk membuatku merasakan penyesalan, b******n!" Dengan sigap, Gray meraih pistol yang sudah ia siapkan dibalik bajunya dan kemudian menodongkan mulut pistolnya itu ke arah R. Namun tanpa ia sangka, R juga sudah mempersiapkan pistol yang diarahkan kepadanya. "Oh lihat! Tuan Gray, sepertinya kau memiliki barang bagus. Kuharap kau tahu cara menggunakannya." R berusaha merendahkan Gray. "Wah, tentu saja. Dilihat-lihat kau juga sepertinya memiliki barang yang sama bagusnya denganku. Bukankah itu berarti kau bersiap membunuhku ketika aku menolakmu?" "Hahaha. Akhirnya kau menyebut namaku dengan benar. Apa itu salam perpisahan darimu untukku? Ah, aku tersentuh! Dan ternyata kau sadar juga dengan tindakanku. Sungguh keajaiban." "Well, yah. Seperti katamu, ini adalah salam perpisahanku untukmu, Tuan R!" Gray menampakkan senyumannya, dan kemudian... Dor!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD