GET CLOSER

934 Words
   Kini, kisaran pukul tujuh malam, aku dan Mr. Tom tengah berjalan-jalan di sekitaran kota London. Pemandangan sungai Thames nampak indah dari sini, di dekat sungai ini juga terlihat Mata London atau London eye yaitu bianglala besar yang sangat ikonik di kota ini. Di seberang sungai sana juga terlihat menara Big Ben yang berdiri kokoh.    Pemandangan nampak jauh lebih indah dengan balutan gemerlap cahaya malam. Bangunan-bangunan yang nampak berdiri tegak memperlihatkan cahayanya, memberitahu bahwa di dalam sana masih ada kehidupan. Bianglala besar itu juga memperlihatkan cahaya terangnya, dari sekian lampu lampu yang memang sengaja dipasangkan di sana, bulatan besar itu terlihat sungguh menawan. Begitu juga dengan sungai luas di hadapan kami, beberapa perahu yang berlayar diatasnya memperlihatkan cahaya mereka, menara Big Ben di sana itu juga tak mau kalah, memperlihatkan cahaya terangnya juga waktu yang terus ia tunjukkan. Sungguh sangat memanjakan penglihatan.    Aku suka bersantai sembari melihat pemandangan ini. Biasanya, jika sedang bosan di rumah aku sering pergi ke sini bersama Rolfie, terkadang juga bila kami berdua pulang kampus kami sering ke sini tanpa pulang ke rumah sebelumnya, terkadang dari sore hari, lantas kami berdua melihat langit merubah warnanya menjadi kuning kemerahan bersama-sama.    "Did you like the view?"    Suara maskulin itu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke samping kiri dimana Mr. Tom berdiri tegak dengan kedua tangannya ia selipkan di saku jeans.    "Yes, Mister."    Mr. Tom tersenyum padaku, senyuman yang masih sama seperti hari pertama kami bertemu.    "Bisa nggak kamu jangan panggil saya Mister? Panggil aja Tomy," ucapnya. Aku tertegun. "Tapi saya rasa itu kurang sopan untuk atasan seperti Mister," jawabku agak ragu.    "Usia kita kan nggak beda jauh. Lagipula itu hanya sekedar panggilan hormat, dan saya sebagai atasan hanya sekedar pangkat dalam pekerjaan." Aku gugup. "Tapi saya kan hanya penulis yang sekedar menerbitkan karya di perusahaan Mister. Saya hanya bawahan." Mr. Tom kembali tersenyum sembari menatap kedua mataku dalam. "Saya nggak mau anggap kamu bawahan saya, kamu berbeda dari yang lain," ujarnya. "Mulai sekarang panggil saya Tomy," lanjutnya. Aku membalas senyuman itu, dan kemudian mengangguk.    Lantas, kami berdua hening, sama-sama menatap pemandangan indah di depan kami sambil menikmati semilir angin malam yang membelai halus.    "Oh iya, kenapa tadi harus Alicia yang sampaikan ke saya kalau Anda ingin bertemu, kenapa nggak kasih tau saya langsung?" tanyaku demikian. Mr. Tom tersenyum. "Itu karena pertemuan kita kali ini hanya menyangkut masalah pekerjaan. Lain kali, bakal aku kasih tau langsung, kalau pertemuan selanjutnya bukan menyangkut soal pekerjaan," perjelasnya. "Key, aku cari toilet sebentar ya, nanti aku ke sini lagi."    Mr. Tom, ehm... maksudku Tomy, tiba-tiba berucap demikian. Aku hanya tersenyum dan mengangguk, lalu ia berjalan mencari toilet.    Tapi tunggu sebentar, tadi dia menyebut dirinya 'aku' bukan lagi 'saya'. Sebelumnya ia menyuruhku memanggilnya Tomy, bukan lagi Mister. Tiba-tiba aku merasakan perasaan gembira yang menjadi-jadi. Entah kenapa, aku juga tak terlalu mengerti. Ya, intinya aku gembira.    "Keyrina?"    Aku menoleh ke belakang kala suara perempuan menyebut namaku. Aku lantas tersenyum padanya, dia Alexa, teman satu kampusku.    "Hey Alexa," sapaku kembali.    "What you doing here?" tanyanya.    "Just enjoy the view."    "Alone? Or with Rolfe?" Aku menggeleng. "No, with my other friend."    Sebagian orang kampus memang memanggil Rolfie dengan sebutan Rolfe. Termasuk dirinya.    "Alexa, come on!"    Suara seorang gadis lain yang berdiri tak jauh dari kami menegur Alexa, lantas Alexa tersenyum padaku dan pamit untuk lanjut berjalan dengan teman-temannya itu. Ia berjalan menghampiri temannya dan melambai padaku sebelum dirinya berjalan menjauh.    Aku masih memperhatikan dirinya dari kejauhan sini, sebelum gadis itu benar-benar hilang ditelan keramaian.    Alexandra Calesthane, semua teman-temannya termasuk aku biasa memanggilnya Alexa, dia satu jurusan dengan Rolfie, dia yang paling sering menyapaku bila di kampus aku menunggu Rolfie hingga jam pelajarannya selesai, dia juga yang paling sering aku tanya bila aku tak menemukan Rolfie di kampus, dia teman satu jurusan Rolfie yang paling dekat denganku. Oleh karena itu tadi ia bertanya apakah aku bersama Rolfie, karena dia salah satu dari sekian banyak orang yang tau bahawa aku dan Rolfie sangat dekat.    "Key."    Suara maskulin itu terdengar kembali. Sosoknya langsung muncul di sebelahku dan lagi-lagi tersenyum. Sontak, aku pun tanpa basa-basi segera membalas senyumannya.    "Pulang yuk?" ajaknya. Aku mengangguk.    Lantas, aku dan dia berjalan menuju parkiran untuk mencari mobilnya.    Perasaan gembira di hatiku semakin meledak-ledak kala sentuhan tangan Tomy yang lembut menyentuh dan menggenggam tanganku erat. Ia tak berbicara apapun, hanya saja genggaman tangan itu semakin lama semakin kuat. ***    "Kapan-kapan boleh ya mampir ke rumah kamu?" tanya Tomy yang masih fokus menyetir.    "Boleh," jawabku singkat.    "Sekarang aku antar kamu aja ya, nggak bisa mampir dulu, ada urusan soalnya." Aku mengangguk paham. "Nggak pa-pa, Tomy."    Ia menoleh dan kembali tersenyum, aku rasa ia suka dengan caraku memanggilnya, dengan sebutan Mister yang sudah aku hilangkan sebelumnya.    Tak lama, mobil ini berhenti tepat di depan gerbang besar rumahku. Tomy menyuruhku untuk diam sejenak, lalu ia keluar mobil lebih dulu, dan dengan manisnya ia membukakan pintu mobil untukku.    Aku mendongak dan tersenyum ketika kedua bola mata kami bertemu saat pintu mobil telah dibuka olehnya. Aku lantas turun, dan berhadapan dengan dirinya sesaat.    "Baik-baik ya di rumah, aku pulang dulu," katanya. Aku tersenyum sipu dan mengangguk.    Tak lama kemudian, ia kembali masuk ke dalam mobil mewahnya itu. Kaca mobil itu ia buka dan wajah tampannya kembali terlihat, ia kemudian melambai dan setelahnya mobil itu pun melaju.    Aku masih berdiri di depan gerbang sembari melihat mobil itu berjalan menjauh dan menghilang berbelok di tikungan. Aku meloncat-loncat kecil kegirangan. Untungnya komplek ini sedang sepi, jadk tidak akan ada yang akan menganggapku gila. Kecuali... ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD