06 - Salah Paham.

1713 Words
30 menit sudah berlalu sejak Juan tidak lagi melihat sosok Anna ataupun kedua orang tua Anna. Sejak saat itu juga Juan berpikir kalau mereka semua sudah pulang. Acara pertunangan Juan dan Bella sudah selesai di lakukan, semuanya berjalan lancar, sesuai harapan. Sekarang, Juan dan Bella sudah resmi bertunangan. Sejak Anna dan kedua orang tuanya pergi, Juan terlihat sering melamun sekaligus tidak fokus pada acara pertunangannya sendiri. Juan tidak fokus karena ada banyak sekali hal yang mengusik pikiran pria tersebut. Sejak tadi, Juan terus berpikir, kenapa Anna hanya datang bersama keluarganya? Kenapa Anna tidak datang bersama dengan Eishi, kekasihnya? Padahal Juan juga sudah mengirimkan undangan pertunangannya dengan Bella pada Eishi. Apa Eishi berhalangan hadir? Tapi, bukankah seharusnya Juan senang karena Anna tidak datang bersama Eishi? Ya, Juan seharusnya senang, meskipun pada kenyataannya, Juan sama sekali tidak senang. Juan juga penasaran, apa alasan Anna dan kedua orang tuanya pulang di saat acara pertunangan antara dirinya dan Bella baru saja akan memasuki acara inti? Apa sudah terjadi sesuatu yang buruk pada Sean dan keluarga kecilnya? Mengingat tadi Sean, Elsa, dan juga anaknya belum datang. Juan mengerang, merasa frustasi dengan apa yang terjadi. Juan sudah mencoba untuk tidak memikirkan Anna, tapi entah kenapa, otaknya terus memikirkan Anna. "Kenapa, hm?" Bella, wanita yang sudah secara resmi menjadi tunangan Juan mengusap lembut tangan kanan Juan. Juan hanya menggeleng, tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Bella. Bella tahu kalau mood Juan sedang memburuk, jadi Bella memilih untuk tidak memaksa Juan agar mau bercerita padanya. Bella kembali mengobrol dengan sahabat Juan, sedangkan Juan terus diam, lebih tepatnya melamun. Bayang-bayang wajah Anna yang tadi terlihat sedih sekaligus terluka terus menghantui Juan, dan entah kenapa, Juan merasa hatinya terasa sakit jika kembali mengingatnya. "Juan!" Panggilan tersebut menyadarkan Juan dari lamunannya tentang Anna. Juan menoleh, dalam sekejap, raut wajahnya berubah datar, lalu tatapan matanya berubah menjadi tidak bersahabat. Pria yang baru saja memanggil Juan, kembali melangkah menghampiri Juan yang masih diam membisu. "Lama tidak bertemu," ucap Eishi sambil menepuk ringan bahu kanan Juan, tepukan yang berhasil menyadarkan Juan dari keterkejutannya. Meskipun enggan, Juan akhirnya membalas pelukan sekaligus membalas sapaan Eishi. "Bisa kita bicara berdua?" tanya Eishi sesaat setelah memeluk Juan. Juan seharusnya menggeleng, menolak tawaran Eishi, tapi Juan malah mengangguk, setuju untuk berbicara empat mata dengan Eishi. Juan sendiri bingung, kenapa dirinya setuju untuk berbicara berdua dengan Eishi? Eishi berlalu pergi meninggalkan Juan, sama sekali tidak berniat untuk menyapa sahabat-sahabat Juan. Sama seperti Juan, para sahabat Juan juga terkejut ketika melihat kedatangan Eishi. Jika Eishi datang ke acara pertunangan Juan dan Bella, bukankah itu berarti Juan mengundang Eishi? Karena Bella tidak mungkin mengundang Eishi. Tanpa pamit pada para sahabatnya, bahkan Bella, Juan segera menyusul Eishi. Sementara beberapa sahabat Juan yang lainnya saling pandang, dan dari mereka mulai bertanya-tanya, apa yang kira-kira akan Eishi katakan pada Juan? Beberapa dari mereka bahkan terlihat sekali sangat tegang. Eishi dan Juan sudah berada di tempat yang jauh dari keramaian. Tempat tersebut sangat sepi, hanya ada mereka berdua. "Ada apa?" Juan pura-pura sebal, padahal sebenarnya Juan penasaran, kira-kira, apa yang sebenarnya ingin Eishi bicarakan dengannya? Juan bahkan bisa merasakan jantungnya yang berdetak sangat cepat, disertai dengan keringat dingin yang mulai membasahi telapak tangannya. Eishi berbalik menghadap Juan dengan kedua tangan yang bersedekap. Eishi menatap intens Juan, mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Juan jelas risih, dan Eishi sama sekali tidak peduli. "Lo baru aja tunangan, tapi kenapa lo terlihat sedih?" Eishi bertanya dengan nada mengejek. Eishi jelas tahu apa penyebab kesedihan Juan, tapi meskipun sudah tahu, Eishi tetap bertanya. "Bukan urusan lo!" sahut ketus Juan sambil memalingkan wajahnya ke arah lain, ke mana pun asal tidak bersitatap dengan Eishi yang pasti sudah bisa membaca ekspresi wajahnya. "Terkejut, itulah yang gue rasakan saat tahu kalau nama wanita yang menjadi tunangan lo itu Bella, bukan Anna." Juan mendengus, kembali menatap Eishi, kali ini amarah terpancar jelas di kedua matanya. "Kenapa harus terkejut? Bukankah seharusnya lo sudah bisa menduga kalau nama wanita yang akan menjadi tunangan gue bukan Anna?" "Kenapa harus terkejut?" Ulang Eishi sambil tertawa pelan. Tawa Eishi membuat Juan jengkel. "Tidak ada yang lucu, jadi tidak usah tertawa!" Peringatnya penuh ketegasan. Tawa Eishi terhenti, dibarengi dengan raut wajahnya yang berubah menjadi lebih serius. "Setelah gue tahu kalau nama wanita yang akan menjadi tunangan lo adalah Bella dan bukan Anna, gue akhirnya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan betapa terkejutnya gue ketika tahu semuanya." Ucapan Eishi membuat Juan bingung. Anna? Kenapa dirinya harus bertunangan dengan Anna? Padahal kan Anna adalah kekasih Eishi. Kenapa juga Eishi harus terkejut? Bukankah, seharusnya Eishi tidak terkejut? Eishi seharusnya terkejut kalau nama Anna yang ada di dalam undangan tersebut. Eishi tahu kalau Juan kebingungan, dan itu memang keinginan Eishi. Eishi sengaja melakukannya. "Jangan berbelit-belit, langsung ke intinya aja." Juan berkata ketus. "Anna cinta sama lo, tapi sekarang, lo malah memilih untuk bertunangan dengan Bella," lirih Eishi dengan ekspresi wajah berubah sedih. Kali ini giliran Juan yang tertawa. "Bercanda lo sama sekali enggak lucu," ucapnya sesaat setelah tawanya mereda. Eishi menatap Juan dengan raut wajah datarnya. "Apa gue terlihat seperti sedang bercanda, Juan?" Juan diam, mengamati wajah Eishi dengan seksama. Eishi terlihat serius, dan Juan yakin kalau pria di hadapannya ini memang tidak sedang bercanda. Tapi, apa maksud ucapan Eishi? Kenapa Eishi sempat berpikir kalau nama Anna yang akan ada dalam undangan pertunangannya? Kenapa? Raut wajah Eishi kembali berubah, kali ini terlihat sangat sedih. "Seharusnya, lo cari tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi antara gue sama Anna. Jangan asal menerka atau menebak." Juan memijat keningnya yang semakin terasa pusing. Ucapan Eishi baru saja berhasil membuat rasa pusing di kepala Juan semakin bertambah. "Astaga Eishi, bisa gak si kalau ngomong itu langsung ke intinya aja, jangan berbelit-belit," erang Juan frustasi. "Gue sama Anna enggak ada hubungan apapun." Juan mendongak, menatap tajam Eishi. "Maksud lo apa?" tanyanya nyaris berteriak. "Gue sama Anna enggak ada hubungan apapun, selain teman, tentu saja. Hari itu, Anna menolak lamaran gue." Jantung Juan seketika berdetak lebih cepat dari biasanya. "An-anna menolak lamaran lo?" Eishi mengangguk. "Iya, Anna menolak lamaran gue." Tanpa sadar, Juan meneguk kasar ludahnya, sudah bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi. "Gue udah bilangkan sama lo kalau gue akan menetap di Indonesia jika Anna menerima lamaran gue, dan akan terbang ke Amerika jika Anna menolak lamaran gue." "Iya, gue tahu tentang itu," lirih Juan susah payah. Sebelum melamar Anna, Eishi memang mendatangi Juan, memberi tahu Juan tentang rencananya yang ingin melamar Anna. "Hari itu, Anna menolak lamaran gue. Jadi, besok paginya, gue langsung terbang ke Amerika, tanpa berniat untuk mencari tahu atau ingin tahu apa yang selanjutnya terjadi sama Anna dan lo." Eishi mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu, hari di mana dirinya melamar Anna. "Gue enggak tahu kalau hari itu, saat gue melamar Anna, lo pergi meninggalkan Indonesia." Juan diam dengan kedua tangan yang terkepal sempurna. "Saat itu, lo pasti berpikir kalau Anna akan menerima lamaran gue, kan? Makanya lo memilih untuk pergi meninggalkan Indonesia tanpa ingin tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara gue sama Anna." "Jadi ... Anna benar-benar menolak lamaran lo?" Eishi mengangguk. "Iya, Anna menolak lamaran gue, dan lo tahu alasannya, alasannya karena dia udah enggak cinta lagi sama gue. Ada pria yang berhasil menggantikan posisi gue di hatinya, dan orang itu adalah lo, Juan." Juan menggeleng, menolak untuk percaya pada ucapan Eishi meskipun jauh dari dalam lubuk hatinya yang terdalam, Juan merasa luar biasa lega ketika tahu kalau ternyata Anna tidak menerima lamaran Eishi, tapi di saat yang bersamaan, Juan juga merasa bersalah sekaligus merasa kalau dirinya sangat bodoh. Astaga! Ternyata selama ini dirinya hanya salah paham. "Setelah tahu kalau bukan Anna yang menjadi tunangan lo, gue akhirnya pergi menemui Sean untuk mencari tahu, kenapa lo dan Anna tidak bersama? Sean, dia yang ngasih tahu gue tentang apa yang sebenarnya terjadi antara lo sama Anna." Di hari yang sama sesaat setelah Juan mengirimkan undangan pertunangannya dengan Bella, Eishi langsung menghubungi Sean, mengajak Sean bertemu. Eishi bertanya pada Sean tentang apa yang sebenarnya sudah terjadi? Kenapa Juan bertunangan dengan Bella, bukan dengan Anna? Saat itulah, Sean menceritakannya. "Lo tiba-tiba menghilang, memblokir semua akses agar Anna tidak bisa menghubungi lo, membuat Anna tidak sempat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu. Lalu secara tiba-tiba lo kembali ke Indonesia, membawa kabar kalau lo akan bertunangan dengan Bella. Bayangkan, betapa sakitnya Anna." Eishi bukan Anna, tapi Eishi sudah bisa membayangkan betapa sakitnya hati Anna. Ucapan Eishi membuat Juan seketika kembali mengingat raut wajah sedih Anna beberapa menit yang lalu. Juan menyugar kasar wajahnya, sekarang tahu apa alasan kenapa Anna terlihat sangat sedih sekaligus terluka, dan itu karena dirinya. "Astaga, kenapa gue sangat bodoh?" rutuk Juan pada dirinya sendiri. "Penyesalan memang selalu datang di akhir agar kelak, di masa mendatang, kita menjadi orang yang jauh lebih baik lagi. Lalu, kesalahan yang kita lakukan sebelumnya sebaiknya bukan hanya kita sesali, tapi kita jadikan pelajaran." "Kak Eishi!" Orang yang dipanggil hanya Eishi, tapi bukan hanya Eishi yang menoleh, karena Juan juga ikut menoleh. Dengan gerakan tangan, Eishi meminta agar wanita yang baru saja memanggilnya untuk mendekat. Wanita tersebut mendekati Eishi, dan langsung memeluk erat Eishi. "Perkenalkan, ini Juan, teman Kakak," ucap Eishi sambil menunjuk Juan. Wanita yang tadi memeluk Eishi mengalihkan atensinya pada pria di hadapannya yang terlihat tidak baik-baik saja. Dengan perasaan gugup, karena takut, wanita tersebut mengulurkan tangan kanannya. "Azura." Juan membalas jabatan tangan Azura, tak lupa untuk menyebut namanya sendiri. Juan menatap intens Eishi, melalui tatapan matanya bertanya, siapa Azura? "Dia calon istri gue." Lagi, untuk yang kesekian kalinya, Juan terkejut. Eishi mengulurkan tangan kanannya, ingin berjabat tangan dengan Juan. Juan hanya melihat uluran tangan Eishi tanpa berniat untuk membalasnya. Alasannya tentu saja karena Juan tahu apa yang akan Eishi katakan. "Selamat atas pertunangan lo sama, Bella. Doa terbaik untuk kalian berdua, dan jangan lupa, kalau kalian berniat untuk melangsungkan lamaran lalu menikah, undang gue ya." Eishi menepuk ringan bahu Juan, setelahnya pergi bersama dengan Azura, meninggalkan Juan yang masih diam membisu. Setelah memastikan kalau Eishi dan Azura pergi, Juan mengumpat seraya menyugar kasar rambutnya. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat, sebagai pertanda kalau saat ini dirinya sedang di landa emosi. "Astaga! Apa yang sudah gue lakukan?" gumamnya penuh kesedihan, kebingungan, sekaligus amarah. "Kenapa gue bisa sebodoh ini?" Juan kembali mengumpat, bahkan sampai meninju tembok di belakangnya. Menyesal, itulah yang saat ini Juan rasakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD