04 - Keputusan Anna.

1584 Words
Anna sedang melamum ketika telinganya mendengar suara ketukan di pintu kamar disusul suara Sein yang meminta izin untuk masuk. Ketukan dan panggilan dari Sein berhasil menyadarkan Anna dari semua lamunannya tentang Juan. Anna mengerjap, lalu meraba wajahnya, terkejut ketika wajahnya basah oleh air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi wajahnya. Dengan cepat, Anna menghapus air mata di wajahnya, dan tak lupa untuk berdeham guna menyamarkan suara seraknya. Anna tidak mau Sein tahu jika dirinya baru saja menangis. "Masuk aja, Mom! Pintunya enggak di kunci kok!" Teriak Anna memberi izin. Anna beranjak dari duduknya, kemudian berpindah duduk di sofa sambil terus merapikan penampilannya. Tak lama kemudian, pintu kamar Anna terbuka lebar, dan masuklah Sein seorang diri. Setelah memastikan jika air mata di wajahnya sudah tidak ada, Anna berbalik menghadap Sein dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya. Anna memang tersenyum lebar, tapi Sein tahu jika senyum lebar yang Anna berikan tidaklah tulus. Anna tersenyum karena terpaksa, mungkin karena Anna tidak mau membuatnya merasa khawatir. Semakin lebar Anna tersenyum, semakin kuat juga keinginan Anna untuk menyembunyikan luka di hatinya. Sein menghampiri Anna, dan duduk di samping kanan Anna. Anna menyandarkan kepalanya di bahu kanan Sein, lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Sein. Sein balas memeluk Anna sambil melabuhkan banyak sekali kecupan di ubun-ubun kepala sang putri. Tangan kanan Sein terangkat, mengusap punggung Anna dengan penuh kasih sayang. Anna memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan yang Sein berikan. Saat berada dalam pelukan Sein, perasaannya seketika menjadi sedikit lebih baik dari sebelumnya. "Sayang," bisik Sein. "Apa, Mom?" Anna balas berbisik. "Apa kamu tetap ingin datang ke acara pertunangan Juan dan Bella?" Sein berharap kalau Anna akan merubah keputusannya, tidak akan datang ke pertunangan Juan dan Bella yang akan di gelar dalam kurun waktu beberapa hari lagi. Anna mengangguk. "Iya, Mom. Anna yakin," jawabnya penuh ketegasan. Anna tahu jika Sein masih berharap jika dirinya tidak akan datang ke acara pertunangan Juan dan Bella. "Sayang, kamu tahu, Mommy masih tidak setuju kalau kamu mau datang ke acara pertunangan Juan dan Bella." Sein masih berharap kalau Anna akan mengurungkan niatnya untuk datang ke acara pertunangan Juan dan Bella. Datang ke acara pertunangan Juan dan Bella hanya akan membuat Anna merasa sakit hati, dan Sein tidak akan sanggup melihat Anna terluka. Anna mengangkat wajahnya dari bahu Sein. Anna kemudian meraih kedua tangan Sein, menggenggamnya dengan erat. "Mom, Anna akan baik-baik saja," ucapnya penuh percaya diri. "Ta–" Anna menatap Sein sambil memberi Sein senyuman lebar. "Mom, Anna janji, setelah itu, Anna akan melupakan Kak Juan dan memulai kehidupan baru Anna. Tentunya dengan dukungan dari Mommy dan anggota keluarga yang lainnya." Seharusnya, perasaannya menjadi tenang begitu mendengar ucapan Anna. Tapi entah kenapa, Sein sama sekali tidak merasa tenang ataupun lega. Perasaannya malah semakin kacau. "Maafkan Mommy ya, Nak," lirih Sein dengan air mata yang sudah menggenang di setiap pelupuk matanya. Sein tidak ingin menangis, tapi air matanya mendesak ingin keluar. Anna menggeleng. "Mommy tidak perlu meminta maaf. Ini semua bukan salah, Mommy. Ini semua salah, Anna. Jadi ... Mommy tidak perlu merasa bersalah karena Mommy memang tidak bersalah." Sein ingin menanggapi ucapan Anna, tapi yang keluar dari mulutnya adalah tangisan. "Kenapa Mommy menangis?" Anna menyeka air mata yang membasahi wajah Sein. Tangis Sein malah semakin menjadi. Anna memeluk Sein, dan pada akhirnya ikut menangis bersama dengan Sein. 30 menit berlalu. Sein sudah tidak lagi menangis, begitu juga dengan Anna. Kedua wanita berbeda usia tersebut masih duduk di sofa dan saling berpelukan. "Mom, Mommy tidak akan seperti Mommy dari teman-teman Anna, kan?" Sein menatap bingung Anna. "Maksud kamu apa, Sayang?" "Anna butuh waktu, Mom. Mungkin untuk beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun ke depan, Anna ingin fokus pada karir Anna. Anna tidak ingin segera memiliki kekasih atau bahkan menikah." Anna takut kalau Sein akan seperti Mommy dari teman-temannya yang selalu menuntut anaknya untuk segera memiliki kekasih atau bahkan menikah. "Apapun keputusan kamu nantinya, Mommy dan Daddy akan selalu mendukung kamu, Sayang. Daddy dan Mommy tidak akan memaksa kamu untuk memiliki kekasih atau bahkan menikah jika memang kamu belum siap. Kalau kamu memang ingin fokus berkarir, ya tidak apa-apa." Jawaban yang Sein berikan membuat Anna luar biasa tenang sekaligus lega. "Terima kasih, Mom." "Sama-sama, Sayang." Sein merangkum wajah Anna, lalu mengecup kening Anna, kedua mata Anna, lalu berakhir di pipi kanan dan kiri Anna. Sein tahu kalau Anna butuh waktu untuk istirahat, jadi Sein memutuskan untuk pergi meninggalkan Anna. Tak berselang lama setelah Sein keluar dari kamar Anna, Sean datang berkunjung ke kamar Anna. Sean memasuki kamar Anna tanpa terlebih dahulu mengetuk pintu, karena itulah, Anna yang baru saja akan berbaring, jadi mengurungkan niatnya dan memilih untuk duduk bersandar di kepala ranjang. "Kak, kalau mau masuk ke kamar Anna itu, ketuk pintu dulu dong! Jangan langsung masuk gitu aja!" Anna akhirnya memberikan protes. "Kakak tidak mau mengetuk pintu kamar kamu. Kakak yakin kalau kamu tahu Kakak yang datang, pasti kamu akan mengunci pintu kamar dan pura-pura tidur," ucap Sean sambil melangkah mendekati Anna. Anna terkekeh, dan Sean mendelik. "Sini, peluk Kakak." Sean merentangkan kedua tangannya. Anna menggeleng, menolak untuk memeluk Sean meskipun sebenarnya Anna ingin sekali memeluk Sean. Sean kembali mendengus, lalu mendekati Anna. Begitu sudah duduk di samping Anna, Sean memeluk Anna, dan bernafas lega ketika Anna tidak menolak pelukannya dan malah membalas pelukannya. "Ternyata, Anna tidak seberuntung Kakak jika dalam masalah percintaan ya," bisik Anna penuh kesedihan diiringi senyum sendu yang menghiasi wajahnya. Terkadang, Anna merasa iri pada Sean yang sekarang sudah bahagia dengan keluarga kecilnya. Anna ingin seperti kedua orang tuanya dan juga Sean, bahagia. "Maafin Kakak ya, Dek." Sean merasa bersalah, karena apa yang saat ini terjadi pada Anna tak lepas dari andilnya. Dulu, saat Juan tiba-tiba pergi meninggalkan Indonesia, sebenarnya Sean tahu ke mana Juan pergi. Tapi saat itu, Sean tidak memberi tahu Anna dan malah berpura-pura tidak tahu tentang ke mana Juan pergi meskipun Anna sudah berulang kali bertanya tentang, ke mana Juan pergi? Seandainya, seandainya saja saat itu Sean memberi tahu Anna ke mana Juan pergi, dan membiarkan Anna menyusul Juan, mungkin saat ini, Juan dan Anna bisa bersama. Anna tidak akan menderita seperti sekarang ini. Untuk kesekian kalinya, Anna kembali menangis. Tadi Anna menangis dalam pelukan Sein, dan sekarang, Anna menangis dalam pelukan Sean, Kakaknya. "Rasanya sa-sakit, Kak. Sakit banget," lirih Anna terbata di sela isak tangisnya. Anna meremas kuat kemeja yang Sean kenakan, menyalurkan rasa sakit yang hatinya rasakan. Anna ingin sekali menghilangkan rasa sakit di hatinya, juga rasa sesak di dadanya. Tapi, berapa kalipun ia mencoba untuk melupakan Juan dan tidak memikirkan pria itu, pikirannya terus tertuju pada Juan. Untuk kesekian kalinya, Sean kembali meminta maaf. Sean benar-benar merasa bersalah dan rasa penyesalan pun terus menghantui pikirannya. Permintaan maaf yang Sean berikan membuat tangis Anna semakin menjadi. Sean semakin erat memeluk Anna, membiarkan bahunya basah oleh air mata Anna yang mengalir deras. Setelah memastikan jika Anna tertidur, Sean keluar dari kamar Anna. Sean mencari keberadaan Anton, dan ketika tahu kalau Anton berada di ruang kerja, Sean segera pergi menuju ruang kerja. Awalnya Sean berpikir kalau Anton ada di kamar bersama dengan Sein yang sedang istirahat, tapi ternyata Anton malah berada di ruang kerja. Sean yakin kalau ucapan Sein ketika tadi di ruang makan terus mengganggu pikiran Anton. Anton pasti terus memikirkan Anna, lebih tepatnya memikirkan apa yang nanti akan terjadi pada Anna. Sebelum memasuki ruang kerja Anton, Sean terlebih dahulu mengetuk pintu sekaligus memberi tahu Anton jika dirinya yang datang. Begitu mendapat izin dari Anton untuk masuk, barulah Sean membuka pintu di hadapannya. "Duduk, Kak," ucap Anton sambil menunjuk sofa di hadapannya. Sean mengucap terima kasih, lalu duduk di sofa yang berada tepat di hadapan Anton. "Kakak sudah menemui Anna?" "Sudah, Dad, Kakak sudah menemui Anna. Sekarang Anna lagi tidur, Dad." "Syukurlah," lirih Anton dengan perasaan lega. "Dad, apa tidak ada yang bisa kita lakukan untuk Anna?" Anton menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya di sofa. "Daddy sudah menghubungi salah satu teman Daddy yang kebetulan, keluarganya cukup dekat dengan keluarga Juan, terutama dengan kedua orang tua Juan." "Lalu, apa yang mereka katakan, Dad?" tanya Sean tidak sabaran. "Om Julian bilang, kalau pertunangan antara Juan dan Bella murni karena bisnis, Kak." Senyum di wajah Sean seketika muncul. Anton menatap bingung Sean yang saat ini malah tersenyum lebar. "Kenapa kamu tersenyum, Kak? Apa ada yang lucu?" "Bukankah itu artinya masih ada kesempatan untuk Anna bisa bersama dengan Juan, Dad?" "Kesempatan memang ada, Kak. Tapi Kakak tahu sendiri kalau ini tidak akan semudah itu," lirih Anton sambil memijat keningnya yang terasa pusing. "Apalagi, pertunangan keduanya didasari oleh bisnis." "Masih mending jika hanya didasari oleh bisnis, Dad. Kalau sudah didasari oleh rasa cinta, maka Anna sama sekali tidak akan memiliki kesempatan untuk bisa bersama dengan Juan." "Iya, Daddy tahu. Tapi, ini sama-sama sulit, Kak. Terlebih Om Julian bilang, kalau Juanlah yang ingin agar pertunangannya dengan Bella segera di laksanakan." "Kakak akan menemui, Juan." "Kak!" seru Anton sambil menatap Sean dengan mata melotot. Sean terkekeh ketika melihat reaksi yang Anton berikan. "Daddy tenang aja, Kakak tidak berniat untuk menculik Juan atau meminta Juan untuk membatalkan rencana pertunangannya dengan Bella. Kakak hanya ingin menemui Juan untuk memastikan sesuatu." "Jangan melakukan hal yang tidak-tidak, Kak!" Peringat Anton penuh ketegasan. "Daddy tenang aja. Kakak tidak akan melakukan hal yang akan membuat nama baik keluarga besar kita tercoreng. Kakak hanya ingin menemui, Juan." "Kakak juga harus bisa menjaga nama baik Anna. Kakak paham?" "Paham, Dad." Anton mengangguk. "Kapan Kakak akan menemui Juan?" "Secepatnya, besok siang atau mungkin besok malam." Anton dan Sean kembali mengobrol, membicarakan tentang Anna. Tentang apa yang selanjutnya harus mereka lakukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD