Aku Mencintaimu.....

687 Words
"Dareen?" Mas Dewa mengucap tak suka pada kehadiran suamiku. Mungkin apa yang ingin disampaikan adalah mengenai Mas Dareen juga. Atau ada sesuatu yang ingin dia sampaikan padaku saja, tanpa mau didengar oleh orang lain. Suamiku justru tersenyum ia seolah tak peduli pada reaksi Mas Dewa yang tak bersahabat itu. "Maaf jika kamu tak suka, mana bisa sebagai suami kubiarkan istriku bicara berduaan dengan pria lain?" "Ck. Sial," decak Mas Dewa. Ya Tuhan, nyaris saja tak pernah kudengar mengumpat selama aku mengenalnya. "Kalau aku membawanya ke atas masuk kamar baru kamu boleh ikut. Kami hanya bicara, di tempat ramai pula. Kenapa kamu harus turut serta?" protesnya lagi. "Apa?" Mas Dareen menatap pria itu. Senyumnya memudar. "Ehm. Ya. Benar. Biarkan Mas Dareen bergabung. Dia suamiku," ucapku kemudian. Tak ada alasan untuk mengusir suamiku. Walau bagaimana, suka tak suka pria itu bertanggungjawab atasku. "Argh!" Mas Dewa membuang pandang. Jelas sekali emosi terpancar di wajahnya. "Sorry. Aku cuma takut kamu menghasut istriku dan menjelek-jelekkanku." Mas Dareen mengucap sambil tersenyum. "Oya, ini kopi untukmu," sambungnya sambil menggeser cup kopi yang tadi dibelinya. Ternyata dia mengantre order bukan untuk dirinya sendiri. "Hiss. Kekanak-kanakan sekali. Untuk apa aku menghasutnya? Aku hanya akan bicara fakta pada Kalila. Kenapa? Kamu khawatir kalau aku menceritakan semuanya?" "Hem?" Mas Dareen tampak tenang. Lalu menggeleng perlahan. "Tidak mau kopinya?" Pria itu memegang kembali cup yang sudah ada di depan Mas Dewa. Dengan cepat Mas Dewa mengambilnya. "Sudah diberikan, mana boleh diambil lagi?" Diangkat cup tersebut dan segera diminumnya. Mas Dareen tersenyum masam melihatnya. "Tak ada yang bisa menolak kopi." Ck. Aku sampai geleng-geleng melihat kelakuan mereka. Tak ingin dianggap anak-anak, aku pun menunjukkan keelegananku ikut menyesap kopi yang Mas Dareen bawa. Ah, mungkin aku sudah gila, bisa berlaku sesantai ini di antara dua pria, mantan calon suami dan suamiku. Mas Dareen pun mengangkat kopi miliknya sendiri, dan menyesapnya. "Harusnya kamu bisa memanfaatkanku di sini." "Hem?" Mas Dewa mengangkat kedua alisnya. "Bukankah lebih mudah bernegosiasi jika aku ada di antara kalian. Walau bagaimana aku adalah suami dari Kalila." "Yah, tak perlu memperjelasnya," sambar Mas Dewa. Dia sepertinya juga sangat terpukul akibat batalnya pernikahan kami. "Jadi kita akan bernegosiasi sekarang? Bukannya Mas Dewa mau menjelaskan kenapa Qinara bisa sampai hamil?" Kuingatkan tujuan kami bicara. "Dan kenapa sampai Mas Dareen mau menikahiku?" Tatapan beralih pada suamiku itu. Jujur saja, aku mulai curiga kenapa Mas Dareen seolah sedang mengganti topik? "Ya. Itu lebih penting sekarang." Mas Dewa menyahut. "Tapi ...." Dia menatap dingin pada Mas Dareen. "Negosiasi juga penting Kalila. Ayo kita bahas ketiganya." Pria itu menatap padaku dan Mas Dareen secara bergantian. "Baiklah. Kita terlalu banyak membuang waktu. Aku akan menceritakan semuanya." Mas Dewa mulai menegaskan ke mana obrolan ini akan dibawa. Aku mulai berdebar tak sabar. Tapi juga takut. Mungkin kisahnya akan mengoyak lukaku yang memang masih sangat basah, tapi setidaknya hal itu tak membuatku mati penasaran. Bagaimana mereka bisa tidur bersama? Mas Dareen manggut-manggut. Seperti sebelumnya, ia memperlihatkan bagaimana dia sangat tenang. "Aku harap kamu akan bicara dengan jujur, Dewa." Mas Dareen kembali menyesap minumannya. "Kenapa? Kalau ucapanku merugikan, kamu akan mengatakannya sebagai dusta?" tanya Mas Dewa sembari tersenyum dingin. "Ya, bisa jadi." Mas Dareen manggut-manggut. "Aku tak mau kamu merusak pernikahanku dengan Kalila." "Merusak? Memangnya sebaik apa hubungan kalian." Mas Dewa malah menantang pria yang setengahnya gila ini. Yah, aku mengatakan itu, karena kelakuan Mas Dareen bisa mengejutkanku berkali-kali. "Kamu mau tahu?" tanya Mas Dareen. Mas Dewa tersenyum miring kali ini. Dia tentu saja meyakini hubungan kami hanya kepura-puraan. Karena pernikahan kami dibangun karena keterpaksaan. "Kalila," panggil Mas Dareen. "Ya?" Aku menoleh seketika. "Aku mencintaimu." Mas Dareen menyatakan cinta untuk kali pertama. "Apa?" Namun, detik selanjutnya ... sebuah ciuman mendarat sempurna. Mataku membulat sempurna. Karena posisi Mas Dewa ada di seberangku persis, aku bisa melihat wajahnya yang pias dalam sekajap. Ya Tuhan! Apa yang sebenarnya Mas Dareen ingin buktikan? Dia mengambil ciuman pertamaku. Di depan Mas Dewa pula. Apa ini perlu? Setelah Mas Dareen menarik kepalanya, tanganku sontak memegangi bibir karena masih syok. Sedang pria itu malah tersenyum puas penuh kemenangan. Bersambung Duh, Dareen ambil start duluan sebelum disalahkan Dewa. Btw, Kalila marah gak ya habis dicium tiba-tiba? ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD