"Jadi, apa yang Bapak-bapak inginkan dari saya?" tanya Aluna yang akhirnya setuju bicara. Ia malas jika mereka datang menganggunya lagi.
"Sebelum kami mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya keluarga ibu." Adam membuka percakapan.
"Anda tahu dari mana?" Aluna menatap curiga
"Dari suster yang ada di rumah sakit," jawab Adam.
"Oh."
"Kami juga minta maaf karena datang di saat kurang tepat. Tapi keadaan memang mendesak. Pak Ervan ini memiliki bayi berusia satu bulan dan sekarang membutuhkan ASI," ujar Adam.
"Apa hubungannya sama saya?" tanya Aluna, sekilas menatap ke arah Ervan.
"Kami memerlukan donor ASI dan mungkin Ibu orang yang telat."
Aluna diam sejenak. Menimbang apa yang harus dilakukan.
''Uang bukan masalah. Tinggal katakan saja berapa yang Anda mau sebagai penggantinya," sahut Ervan.
Aluna mantap tidak suka. Cara bicara pria itu terkesan arogan. Tak semua hal bisa selesai karena uang. "Maaf, Saya tidak bisa." Pada akhirnya ia menolak. Bukan apa-apa, ia hanya belum siap. Takut teringat pada putrinya yang telah tiada.
Adam menahan tangan sang atasan yang tampak hendak memberikan reaksi. Melihat dari raut wajahnya yang tampak kesal, bisa ditebak apa yang akan terjadi jika ia biarkan.
"Saya mengerti,'' angguk Adam, abai dengan tatapan tajam sang atasan yang mengarah padanya. "Tapi jika ibu berubah pikiran, Ibu bisa hubungi kami." Ia mengambil dompet dan memberikan selembar kartu nama.
Aluna mengambil kertas kecil itu. Bertuliskan nana Ervan Akarshana. Keningnya mengernyit. 'Ini bukannya perusahaan punya ayahnya Mas Damar? ' gumamnya.
"Kami harap Ibu bisa mempertimbangkan. Kebetulan baby-nya memang tidak bisa minum svsu formula. Hanya mau minum ASI," ujar Adam lagi.
"Beri saya waktu untuk berpikir. Kalau saya bersedia, saya akan hubungi paling telat besok. Tapi kalau tidak saya hubungi, mungkin Bapak-bapak bisa cari ibu svsu yang lain," ujar Aluna.
"Baik, Bu. Terima kasih untuk waktu dan kesediaannya memberi kami kesempatan untuk bicara," ucap tulus Adam, "Ibu pulang pakai apa? Perlu kami antar?"
"Tidak usah. Saya bawa mobil," jawab Aluna.
"Ibu nyetir sendiri?"
Aluna menggeleng. "Bukan."
Adam mengangguk tanda mengerti. "Baik kalau begitu, Bu. Kami permisi.. Semoga ada kabar baik yang kamu terima dari Ibu."
Aluna hanya tersenyum singkat
Setelah pamit, Ervan dan Adam akhirnya berlalu.
"Kamu ini gimana sih, Dam? Bukannya paksa dia. Tawarin uang yang banyak kan bisa," semprot Ervan dengan kesal.
Selama bicara pun ia tidak bisa banyak mengeluarkan suara meskipun ingin. Sudah berjanji bahwa ia tidak akan banyak bicara dan mempercayakan masalah ini pada Adam.
"Memangnya mereka terlihat seperti orang yang kekurangan uang?"
"Enggak juga sih," sahut Ervan.
"Nah, itu Bapak tahu.. Terkadang menyelesaikan sesuatu tak selalu harus dengan uang, bisa juga dengan cara menyentuh hatinya."
"Sok bijak!"
Adam hanya terkekeh. "Mari, Pak. Kita harus segera kembali ke kantor."
***
"Gimana keadaan Saga, Ma? Apa dia baik-baik saja?" tanya Ervan saat tiba di rumah.
"Dia gak lagi tidur. Tapi stock ASI cuma tinggal sedikit. Mama gak tau cukup sampai lusa atau tidak. Kamu tau sendiri dia minumnya kuat banget," jawab Yeni—ibunda Ervan.
"Mama udah coba kasih susv formula?"
"Udah, Van. Tapi hasilnya sama aja. Saga gak mau. Dia malah nangis sambil dilepeh," balas Yeni.
"Olivia, apa dia beneran pergi?"
"Mama rasa begitu."
Pria itu menghela napas panjang. "Aku akan dapatkan donor ASI segera. Mama gak usah khawatir. Aku mandi dulu." Berlalu setelah sang ibu mengangguk.
Ervan membuka pintu kamar. Melangkah menuju ranjang bayi di mana putranya berada. "Kamu jangan takut, Sayang. Papa pasti dapatkan donor ASI buat kamu. Papa janji." Membungkuk, mendaratkan kecupan di puncak kepala sang anak yang tertutup kain.
Beberapa saat kemudian, Ervan keluar dengan wajah lebih segar, sudah berpakaian lengkap. Menggosok rambut dengan handuk. Tepat saat itu juga, terdengar suara bayi merengek. Ia meletakkan handuk basah di tempatnya. Gegas menghampiri ranjang anknya.
"Anak papa udah bangun, ya?!" Ervan mengangkat tubuh kecil putranya. "Ade pipis, ya?! Papa ganti dulu popok Ade. Baru kita main.
Dengan cekatan Ervan mengganti popok basah Sagara yang sengaja tidak ia pakaikan diapers kecuali malam hari.
"Saga bangun, Van?"
Ervan menoleh sekilas. "Iya, Ma. Ini lagi aku ganti pokoknya.
"Ya udah. Mama bikinkan dulu susv buat Saga."
"Kalau habis, mama coba aja pakai sussu formula. mungkin kalau lapar banget, Saga akan minum."
"Iya. Sekarang masih ada benr bungkus lagi. Ya udah mama ke belakang dulu."
Ervan hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Entah bagaimana nasib putranya jika nanti stock ASI yang tersisa habis. Pasalnya Sagara sama sekali tidak suka svsu formula. Sudah berbagai merk dicoba, tetap ditolak.
Ervan kemudian teringat pada Aluna. "Dasar wanita sombong. Awas aja. Akan aku pastikan dia jadi donor ASI untuk Sagara." Setelah itu berlalu pergi ke kamar mandi.