Bab 3. Terancam Gagal

1012 Words
*** Obrolan Wira bersama beberapa dokter kemarin semakin membuat Ziya membulatkan tekat untuk merealisasikan rencananya. Kegantengan dokter di RSJ Wija betul-betul sudah menghipnotis seorang Ziya. Menurutnya, gantengan Mas dokter dari pada bule. "Kecuali dokter Dias yang super nyebelin!" ujarnya menolak mentah-mentah untuk memuji kegantengan Dias yang kalau dipikir-pikir jauh lebih ganteng dari dokter lainnya. "Nggak! Nggak! Dokter Dias jelek!" pekik Ziya karena hatinya berkhianat. Hari ini, Ziya memulai ektingnya. Tentu saja tanpa sepengetahuan direktur utama RSJ Wija. Bahkan, Ziya memesan taksi setelah sempat meminta supir mengantarnya ke salah satu pusat perbelanjaan untuk kemudian diam-diam pergi ke rumah sakit jiwa. Ziya kini sudah di RSJ Wija. Masuk ke ruang ganti dengan cara diam-diam, Ziya berhasil menemukan baju pasien. "Akhirnya," tutur gadis itu kesenangan. Menurut Ziya, apa yang sedang dirinya lakukan ini adalah tantangan yang luar biasa. Sebulan ke depan, dia akan menjadi gadis gila yang cantik. Pasti banyak sekali yang memberinya perhatian. Memikirkan hal itu saja sudah membuatnya kesenangan. Lihat apa yang bisa dirinya lakukan untuk pamer kecantikan di rumah sakit jiwa ini. Keluar dari ruang ganti, gadis itu mengendap diam-diam pula. Mencari di mana kumpulan dokter ganteng biasanya berada. Matanya berbinar saat berhasil menangkap keberadaan mereka. "Rehabilitas," Ziya membaca tulisan yang menunjukan di mana sekarang dirinya sedang berada. Ziya sama sekali tidak peduli ruangan apa itu, yang penting bisa pamer kecantikan kepada Mas dokter ganteng. Astaga! Hatinya tergelitik, tak sabar untuk menerima perhatian dari mereka. Ini benar-benar akan menjadi sesuatu yang menyenangkan sepanjang hidupnya. Namun, baru saja Ziya akan berlari menuju perkumpulan dokter, dia merasakan seseorang sedang menarik kerah bajunya dari belakang. "Dokter Dias!" Ziya terpekik ketika menoleh. Sudut bibir Dias tertarik ringan. Penglihatannya tak salah ternyata. Gadis yang mengendap ke ruang ganti adalah Arziya Windira, putri dokter Wira yang menjabat sebagai direktur utama rumah sakit ini. Artinya, Pak Wira juga pemilik RSJ. Dias menggeleng tak percaya. Pak Wira adalah panutannya, tetapi memiliki putri seperti Ziya yang tingkahnya melebihi pasien RSJ Wija. "Mau ke mana kamu?" suara Dias tegas dan dalam. Membuat Ziya mendengkus kesal. Ziya bertanya-tanya, kenapa Tuhan harus mempertemukannya dengan dokter Dias Pratama dari banyaknya orang di RSJ ini? Padahal Ziya sudah sangat hati-hati agar tidak bertemu dengannya. "Eh Mas dokter," kikik Ziya pura-pura tidak waras. Ziya memilin rambutnya persis seperti pasien wanita kebanyakan. Ia juga sengaja menatap dokter Dias sambil terus berkedip genit. "Dasar gila!" ujar Dias seraya membalas tatapan Ziya dengan ngeri. Biasanya, Dias tak akan berkata sekasar itu pada pasiennya. Namun, gadis yang sedang mengenakan pakaian pasien di depannya ini adalah pengecualian karena dia hanya pura-pura gila. Entah apa tujuannya, setelah pertemuan pertama yang membuatnya emosi, kini Ziya berulah lagi. Hal itu membuat Dias semakin ingin menghindarinya. Sayang, sejak Pak Wira menghubungi Dua hari yang lalu, dan memintanya mengawasi Arziya Windira, dengan sangat terpaksa Dias memantau gadis itu secara diam-diam. "Pulang!" perintah Dias dengan tegas. Membuat mulut Ziya menganga lebar. "Nggak usah pura-pura gila! Lebih baik kamu pulang sekarang!" Dias tak ingin basa-basi. Tujuannya menarik kerah Ziya adalah untuk menghalangi segala niat buruknya. Bisa saja Ziya datang untuk kembali mengusik Rara. Menyadari sikap Dias yang sengaja membuatnya kesal, Ziya menghela napasnya dengan cepat dan berulang. Emosi sudah naik ke ubun-ubunnya. Dokter Dias benar-benar menyebalkan, mengganggu kesenangannya saja. "Kalau gue nggak mau, lo mau apa?" bentaknya tak terima. Sudah cukup! Ektingnya ini tidak mempan untuk dokter Dias Pratama yang sombongnya luar biasa. Begitu penilaian Ziya untuk dokter Dias. "Untuk apa kamu bersikap seperti ini, Arziya Windira? Lebih baik kamu pulang, ke salon, jalan-jalan atau apapun itu!" kesal Dias. Beruntung, tempat mereka sedikit tersembunyi hingga tak membuat orang lain menatap curiga. "Nggak mau! Gue sekarang gila, lo dan dokter lainnya harus rawat gue dengan baik," balasnya sambil mengibaskan rambut panjangnya. Membuat Dias sedikit memundurkan kepalanya agar ujung rambut Ziya tak mengenai wajahnya. "Lebih baik lisensi saya dicabut dari pada harus rawat pasien gila kayak kamu!" Harga diri Ziya terinjak-injak saat Dias mengatakan itu di depannya. Ziya berkacak pinggang, menatap penuh ancaman pada dokter Dias Pratama. "Ya udah lo nggak usah rawat gue! Biar Mas dokter yang lainnya aja yang rawat!" katanya. Ziya menantang Dias, ia pun tak sudi mendapatkan perawatan dari dokter seperti Dias. "Lagi pula gue nggak berharap dirawat sama lo, gue maunya sama dokter yang lebih ganteng dari lo," salah satu tangan Ziya tak lagi menyentuh pinggangnya. Dia alihkan fungsinya sebagai alat untuk menunjuk-nunjuk Dias. "Heh cewek gila! Jangan bikin gue repot bisa nggak lo?" kesabaran Dias telah habis. Ia mengubah tata bahasanya karena terlalu kesal. "Heh dokter sinting! Siapa yang mau bikin lo repot? Gue nggak ada urusannya sama lo!" balas Ziya tak kalah kesal. Memangnya dia ini siapanya Dias sampai membuat repot? Ziya heran kenapa dia harus bertemu lagi dengan Dias disaat dia mati-matian menghindar. Dias menarik napas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. "Kalau bukan karena Pak Wira yang minta saya mata-matain kamu, saya juga nggak mau kamu repotin begini," ucap Dias sambil menatap Ziya dengan lelah. Dias dapat membayangkan seperti apa hari-harinya ke depan. Entah apa maksud Pak Wira memintanya menjaga Ziya, sementara atasannya itu tahu betul bahwa Dias sudah kerepotan hanya dengan menjaga Rara. Dias mengatup mulutnya. Lebih dari itu, balasan Dias membuat Ziya ternganga. Terjawab sudah pertanyaannya tentang kenapa hari ini dirinya harus bertemu lagi dengan dokter Dias Pratama. Selain karena dokter Dias bekerja di rumah sakit jiwa milik papanya ini, ternyata diam-diam papanya meminta Dias untuk membuntutinya. Sungguh diluar dugaan Ziya. Akan ia tanyakan kenapa papanya tercinta melakuka ini padanya. Ziya merasa kesal dan tidak terima. Rencana manis untuk pamer kecantikan pada Mas dokter ganteng di RSJ Wija bisa gagal hanya karena kehadiran Dias Pratama. Ziya tidak bisa membiarkan hal seperti itu menimpanya. Apapun yang terjadi, rencananya untuk menjadi pasien pura-pura giila harus berhasil. Ziya yang selalu merindukan perhatian akan melakukan segala cara untuk bisa tidur di bangsal rumah sakit jiwa, sehingga bisa mendapatkan perawatan dan perhatian dari dokter-dokter ganteng incarannya. . . To be continued.  Sesuai perjanjian, cerita ini akan aku lanjutin kalau sudah 500 LOVE atau mendekati itu. Kecuali ada hal-hal yang mengharuskan aku untuk segera update, tapi nggak tahu ya kapan. Yuk, bantu penuhin target sampai 500 Love.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD