BAB 4. DIA KEMBALI

1052 Words
Sofia terbangun di pagi hari saat mencium aroma roti bakar yang menyeruak ke seluruh ruangan. Dia bangun dari kasur, uap dari teh chamomile terlihat menari di atas cangkir porselen berwarna hitam beralaskan nampan hitam, tersaji di atas meja kayu berwarna kuning kecoklatan. Meja yang telah dia buat melayang tadi malam. Sofia beranjak dari tempat tidur, dia mendekati meja. Rasa lapar menggodanya untuk mendekati makanan hangat yang terlihat nikmat dan menanti untuk segera dilahap. Sofia mengambil roti bakar, menggigit lalu mengunyahnya. Dia merasakan selai kacang berpadu dengan roti yang lembut, dia mendudukan dirinya di atas kursi kayu berwarna kuning kecoklatan. "Dia penyedia makanan yang buruk sekali, bagaimana jika aku alergi kacang?" Sofia bergumam. "Tapi kau tidak alergi kacang 'kan? Nikmati saja makananmu, kau beruntung masih diberi makanan layak!" Sofia kembali bicara sendiri. Sudah beberapa hari Sofia bicara sendiri, dia kesepian. Rasa bosan terasa bagai mengulitinya hidup-hidup. Berada di suatu tempat antah berantah, terkurung di dalam kamar, tidak ada penunjuk waktu. Tidak ada ponsel, Sofia merasa diasingkan dan terbuang. "Bukankah seharusnya mereka memperlakukan sandera dengan baik agar bisa mendapatkan keinginan mereka? Para b******n itu seperti binatang buas." Sofia kembali bicara sendiri sambil mengunyah roti bakar di dalam mulutnya. Sofia berdiri, dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal bokongnya. Sebelumnya dia duduk tanpa melihat dulu ke kursi. Sofia menempatkan bokongnya begitu saja di atasnya. Sofia termenung sesaat, dia melihat sepasang pakaian di sana, selembar kemeja putih dan celana pendek.  Sofia mengambil baju itu dan mengamatinya.  Dilihat dari modelnya, jelas terlihat itu pakaian lelaki, begitu pula dengan celana yang tergeletak di atas kursi itu,  selembar jeans laki-laki. Sofia tahu pasti itu pakaian milik Jeffry. Lelaki itu sudah berjanji  memberikannya pakaian bersih. Walaupun, yang dia dapatkan adalah pakaian lelaki, tapi itu lebih baik daripada dia tidak berganti pakaian sama sekali. Sofia sudah mengenakan baju yang sama selama empat hari. Sofia memindahkan pakaian itu ke kursi di seberang tempatnya duduk, dia kembali menikmati menu sarapannya.  Sofia menyandarkan kepala di sandaran kursi, pikirannya melambung jauh dan tinggi, sampai kapan dia akan berada di tempat ini, apa keinginan para binatang buas itu? Sofia yakin mereka pasti meminta tebusan dari suaminya. Perusahaan garmen yang mereka miliki cukup besar. Pasti mereka menginginkan uang yang banyak. Tapi kenapa sampai saat ini masih belum juga ada titik terang? Sofia berusaha merajut asa dalam kegamangan.  Dia berdiri lalu melangkah menuju kamar mandi, Sofia membersihkan diri. Kamar mandi yang dia pakai sangat bagus dan bersih. Seluruh interior dan dekorasi rumah hampir semuanya terbuat dari kayu. Sabun, shampo, handuk bersih, semua sudah tersedia di dalam kamar mandi itu. Para penculik itu sebenarnya memperlakukannya dengan baik. Tentu saja tanpa adegan percobaan perkosaan bergilir tadi malam. Tubuh Sofia kembali menggigil jika dia teringat kembali hal itu. Sofia merasakan kenikmatan tersendiri saat merasakan air mengalir di tubuhnya.  Setelah beberapa saat, Sofia keluar dari kamar mandi, dia mengenakan pakaian yang tersedia, kemeja itu cukup longgar di tubuh Sofia yang kecil. Ya, tubuh Sofia kecil jika dibandingkan dengan tubuh atletis Jeffery.  Sofia mendesah, tidak ada bra, tidak ada celana dalam, celana jeans pendek yang kedodoran, tapi apa mau dikata, dia tetap harus memakainya jika tak ingin kulitnya iritasi karena pakaian kotor yang sudah dia kenakan selama berhari-hari. Sofia mengenakan kemeja Jeffery, dia mencium aroma tubuh Jeffery di baju itu. Aroma yang sama ketika Jeffery mengikat tubuh Sofia di kursi malam tadi. Tahulah Sofia wangi itu dari pewangi pakaian. Dia kemudian mengenakan celana jeans pendek berwarna biru langit, celana itu melorot, Sofia melepaskannya dan melihat ukuran yang tertera, lebih besar empat nomor dari pinggang Sofia.  "Ufff," Sofia membuang napas kasar melalui mulutnya. Sofia merasa bagai penari tiang bergaya erotis di club malam. Walaupun sebenarnya tidak begitu, tapi memang dengan tampilannya seperti saat ini, dia sangat menggoda, dadanya tergambar jelas, belum lagi kancing baju yang terbuka di bagian d**a, membuat 'sungai' yang membelah pegunungan terlihat lebih menarik. Kemeja itu menutup seluruh bokongnya, tapi justru membuat paha dan kakinya terlihat lebih menggoda.  "Aaahhh ... bagaimana ini?" Sofia mematutkan dirinya di cermin. Dia semakin cemas, "tapi apa boleh buat, untunglah dua b******n itu tidak ada di sini," ujar Sofia. Dia memasuki kamar mandi dan mencuci pakaiannya. Dia berharap pakaian dalamnya cepat kering. Sofia menggantungnya di jendela kaca berbentuk lingkaran yang ukuran cukup besar. Berharap sinar matahari yang masuk membuat pakaianya kering lebih cepat Sofia kembali duduk di kursi dan menyesap tehnya, masih terasa hangat di dalam mulutnya. "Kemana dia? Makanan ini baru saja dibuat," ujar Sofia. Dia terus berbicara sendiri. Sofia pikir itu baik untuk menjaga kewarasannya. Dia merasa hampir gila karena tertekan dan kesepian. Sofia terus berpikir kenapa suaminya masih belum menghubunginya, "Apakah mereka melarangnya?" Sofia menatap ke langit yang biru nan luas dari balik jendela.  Sofia melangkah ke pintu, dia memutar knop dan menarik gagangnya. Percuma!  Pintu itu jelas terkunci. Penculik mana yang membiarkan tawanannya lepas? Sofia terus berusaha membuka pintu sambil berteriak dan mengumpat keras. Tidak ada sahutan, tak ada suara derap langkah kaki. Sepertinya mereka semua pergi. Sofia terduduk bersandar di daun pintu. Dia membenamkan wajah di lutut, Sofia menangis selama berjam-jam.  Setelah beberapa waktu, Sofia kelelahan menangis, kepalanya terasa sakit. Dia juga kesulitan bernapas, hidungnya mampet akibat saluran air mata yang masuk ke sinus. Dia membaringkan tubuhnya ke atas kasur. Sofia melanjutkan tangisnya hingga dia tak sadar sudah tertidur sambil terisak. Sofia tiba-tiba membuka mata! Dia mendengar banyak langkah kaki yang mendekat ke arah pintu. Kewaspadaan Sofia meningkat, dia selalu merasa nyawanya terancam.  Sofia segera duduk, dia meringkuk di sudut kasur.  Sofia gemetar.  Suara anak kunci terdengar nyaring saat diputar seseorang dari sisi luar. Dia menarik selimut menutupi tubuhnya.  "Hallo Cantik ... Senang melihatmu," Patrick muncul dari balik daun pintu bersama Christian. "Tidak!" Sofia berkata dengan lirih. Dia semakin merapatkan tubuhnya ke dinding.  Patrick semakin mendekat diiringi Christian.  Patrick menarik selimut di tubuh Sofia dengan kasar.  Sofia memegang selimut itu erat-erat.  Namun, dengan sekali sentakan keras yang dilakukan Patrick, selimut itu terlepas dari genggaman tangan Sofia. Sofia menurunkan kedua kakinya, dia berusaha menutupi area pribadinya yang terlihat jelas, tanpa sehelai benang pun menutupinya. Patrick menatap Sofia dengan pandangan 'lapar', dia menelan air liur. Patrick tertawa penuh kemenangan. Dia menjelajahi tubuh Sofia dengan pandangan matanya yang menjijikkan. Belahan d**a Sofia terlihat sangat memukau di mata Patrick. Dia kembali tertawa penuh kemenangan.  "Kali ini tidak akan ada yang menolongmu," ujar Patrick senang. Dia segera mengunci pintu setelah sebelumnya mencabut anak kunci dari sisi luar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD