BAB 6. TERGUNCANG

1184 Words
    "JEEEEF, TOLONG AKU ... TOLOOONG!" Sofia berteriak, sambil menutup kedua pahanya.     "AHHH!" Patrick mendesah marah. Cristian memandanginya terkejut. Sementara Jeffery terus menggedor pintu sangat kuat sehingga menimbulkan bunyi ribut yang mengganggu.     Cristian memasukan lolipop miliknya ke dalam celana lalu dia berjalan beberapa langkah, raut wajahnya penuh dengan kecemasan.     "JANGAN DIBUKA!" seru Patrick marah. Patrick menarik paha Sofia dengan kasar, dia ingin segera mewujudkan impiannya yang sudah berhari-hari mengusik hidupnya     Sementara Cristian, dia terdiam tak bergerak. Cristian merasa bingung harus berbuat apa. Melawan Jeffery sama dengan mengundang kematian datang lebih cepat, tapi dia pun takut kepada Patrick. Cristian memilih menjadi penonton dan bersandar di dinding.     "Tidak! Tidak!" Sofia berteriak histeris saat Patrick berusaha memasukan dirinya ke dalam Sofia. Dia menarik pinggul dan berusaha sekuat tenaga menutup rapat kedua pahanya.     "AAH!" Patrick kembali mendesah marah. Dia berusaha membuka paha Sofia sekuat tenaga lalu merapatkan ke tubuhnya, kali ini dia menjadi lebih lebih kasar. Sofia tidak mampu lagi bergerak untuk melawannya.     "Aaa ... sakit!" Sofia berteriak saat Patrick menghujamkan dirinya dengan beringas, dia menjadi sangat brutal saat mendengar suara Jeffery yang berteriak-teriak menyuruhnya membuka pintu. Patrick terus mencoba memasukkan dirinya tanpa tau arah. Berkali-kali Sofia berteriak kesakitan. Patrick mencoba terus menerus memasukkan dirinya yang bukan pada 'tempatnya'.     Suara benturan keras terdengar di pintu.     Jeffery menerjang pintu.     Pintu itu terbuka, daun pintu membentur dinding dan menimbulkan bunyi yang sangat nyaring.     Jeffery mengarahkan pistol, titik cahaya pekat berwarna merah berada di bagian kepala belakang Patrick.     Patrick membalikkan tubuhnya, titik merah itu berpindah dari kepala belakang kini berada di antara kedua keningnya.     "Menyingkir darinya!" ujar Jeffery sambil menggerakkan dagunya.     Betapa terkejutnya Jeffery melihat keadaan Sofia, tangannya diikat ke belakang kursi dan seluruh tubuhnya terekspos, terutama d**a dan bagian tubuh 'bawahnya'. Ada getaran hebat menyerang dirinya saat melihat Sofia dalam keadaan seperti itu.     "Ehm," Jeffery berdehem sambil memalingkan wajah. Dia berusaha menghalau keinginan di dalam dirinya yang meronta-ronta meminta dipuaskan.     Sofia tersadar, dia menurunkan kedua kakinya ke lantai dan menutup kedua pahanya rapat-rapat.     Jeffery melihat Patrick berdiri tepat di samping Sofia dengan keadaan tanpa pakaian dari pinggang ke bawah.     Jeffery tersenyum rumit, "Kau tak ada puasnya Patrick? Aku sudah memberikanmu uang untuk bersenang-senang supaya kau tidak mengganggunya, tapi kau masih melakukannya?" kata Jeffery dengan suara yang dingin.     "Untuk apa kau membelanya? Lebih baik dia dinikmati sebelum menjadi mayat!"     Suara letusan senjata dari tangan Jeffery mengejutkan siapa pun yang mendengarnya. Tubuh Christian dan Sofia terlonjak.     "Arrgghhh." Patrick limbung, terkapar di lantai.     Lantai kayu yang mereka pijak bergetar akibat tubuh Patrick jatuh membentur lantai. Terdapat lubang di antara kedua keningnya, peluru melesat tepat sasaran sesuai keinginan Jeffery. Darah keluar dari kening Patrick membasahi lantai.     Jeffery menyusupkan pistol di tangannya ke pinggang, dia melepaskan baju yang melekat di tubuhnya untuk menutupi tubuh Sofia.     Sofia memperhatikan wajah dingin Jeffry dengan tatapan bingung. Dia Shock melihat apa yang dilakukan Jeffery.     Jeffry mengalihkan pandangannya kepada Christian yang gemetar menyandarkan tubuhnya di dinding. Pandangan matanya terpaku melihat jasad Patrick tergeletak di atas lantai.     Jeffery menatap tajam ke arah Christian, dia mengambil pistol yang terselip di pinggang dan mengarahkannya ke kepala Christian. Titik berwarna merah berada tepat di keningnya.     "Jeff ... ma-maafkan aku. Aku hanya hanya menuruti perintah Patrick," kata Christian terbata-bata.     "Maka nasibmu sama dengannya, kau harus menuruti dia," ujar Jeffery dingin.     "Aku tidak melakukan apa pun kepadanya." Christian menatap penuh harap kepada Sofia.     Jeffery memalingkan wajah, dia melihat ke arah Sofia. Wanita itu masih gemetar ketakutan.     "Apa dia menyakitimu?" tanya Jeffery kepada Sofia dengan suara yang tegas.     Sofia terdiam. Dia melihat kembali jasad Patrick, kedua kelopak matanya terbuka dengan mulut menganga, Sofia mengalihkan pandangannya kepada Christian, lelaki itu memasang wajah memelas dan memohon pengampunan.     "Sofia! Apa dia menyakitimu?" Jeffery mengulangi pertanyaannya lebih keras.     "Ya, dia memasukkan miliknya dengan paksa ke dalam mulutku!" Sofia menjawabnya dengan suara yang bergetar.     "Begitu." Jeffery tersenyum dingin.     "Tidak Jeff, ampuni aku," Cristian mengiba. Rona wajahnya berubah putih. Dia bahkan sudah sepucat mayat sebelum kematiannya.     "Sofia ... apa kau bersedia mengampuninya?" tanya Jeffery tanpa mengalihkan pandangannya dari tubuh Cristian yang gemetar ketakutan. Titik merah yang menyala dari pistol Jeffery berada di antara selangkangannya. Kepanikan Cristian membuncah. Dia duduk di lantai dan menutupi area vitalnya menggunakan kedua tangan.     Jeffery menarik pelatuk senjatanya, dia membidik ke lantai dekat dengan kaki Cristian, "BERDIRI!" ujar Jeffery memberi perintah. Mau tidak mau Christian kembali berdiri.     "Jeff, aku mohon," kata Cristian lirih.     "Sofia apa kau memohon seperti ini tadi?" tanya Jeffery. Dia kembali mengarahkan titik merah dari senjatanya ke alat vital Cristian.     "Y-ya," sahut Sofia.     "Aaaarrrrggghhh," Christian melenguh keras. Dapat dipastikan dia merasakan sakit yang luar biasa. Cristian terduduk sambil memegangi alat vitalnya. Beberapa detik kemudian darah segar merembes dari sela jemarinya dan menetes ke lantai.     "Ugh," rintih Christian pelan. Kepalanya membentur dinding.     Matanya terbelalak lebar.     Mulutnya ternganga.     Sebuah lubang berada di antara kedua keningnya.     Sofia terdiam tak bisa berkata-kata. Jiwanya benar-benar terguncang. Setelah penyiksaan yang mereka lakukan kepadanya, di depan matanya dia melihat adegan pembunuhan. Sofia sering kali menyaksikan kematian dari para pasiennya yang tidak bisa diselamatkan. Tapi mereka sakit, bukan dibunuh.     Tubuhnya bergetar hebat.     Jeffery mendekat, dia memperhatikan pergelangan tangan Sofia berada di belakang kursi di-lakaban menyatu satu sama lain.     Jeffery mengambil gunting di atas meja nakas. Gunting yang dia letakkan di tempat itu tadi malam.     "Kau tidak papa, Sofia?" tanya Jeffery sambil membuka lakban di tangan Sofia menggunakan gunting.     Sofia tidak menjawabnya.     Jeffery melangkah ke hadapan Sofia, wanita itu masih terdiam dan terpaku duduk di kursi, bagian d**a hingga separuh pahanya tertutup baju Jeffery yang dia lepaskan tadi.     "Sofia ... kau baik-baik saja?" tanya Jeffery sambil menepuk pelan pipi Sofia.     Sofia menatap dalam iris Jeffery yang berwarna hijau seperti zamrud.     "Kau baik-baik saja?" Jeffery kembali mengulang pertanyaannya.     Sofia bediri, baju Jeffery yang dia tutupkan ke tubuh Sofia tadi merosot jatuh ke lantai. Sofia memeluk tubuh Jeffery erat-erat, dia sangat ketakutan. Sofia menangis keras sampai tersedu-sedu dan sulit bernapas.     Jeffery terdiam. Dadanya yang tanpa pakaian bersentuhan langsung dengan p******a Sofia, dia merasakan sengatan listrik mengalir ke seluruh tubuhnya. Jeffery dapat merasakan bulu-bulu halus di seluruh tubuhnya meremang.     "Sofia, aku tau kau baru melewati situasi yang buruk, tapi ... jika kau tidak segera melepaskanku, aku takut, aku pun akan melakukannya hal yang sama kepadamu," kata Jeffery sambil menghela napas panjang. Dia berusaha membuang jauh-jauh pikiran nakal yang melekat erat di kepalanya.     Sofia tak bergerak, dia tetap memeluk erat tubuh Jeffery. Terasa begitu hangat dan nyaman saat dia menyandarkan kepalanya di d**a Jeffery yang bidang.     Jantung Jeffery berdebar lebih cepat seakan meronta dan berusaha melepaskan diri dari tempatnya. Napasnya tersengal menahan gairah yang mulai menyusup melalui pori-pori kulitnya.     "Sofia," panggil Jeffery lirih, suaranya bergetar. dia menelan ludah sambil melepaskan pelukan Sofia.     "Sofia aku harus pergi," kata Jeffery sambil melangkahkan kakinya menjauhi Sofia.     "Jeff," ujar Sofia sambil menahan tangan Jeffery.     Jeffery menolehkan wajahnya, "Aaahhh," desah Jeffery di dalam hati. Dia kembali melihat pemandangan indah di depan matanya. Jeffery menundukkan pandangannya.     "Jeff, terima kasih," kata Sofia sambil tersenyum.     "Tidak Sofia, jangan berterima kasih," kata Jeffery sambil melangkah keluar ruangan, dia kembali dan meletakkan beberapa tas kertas berukuran besar di pintu.     "Bersihkan dirimu. Aku membelikan beberapa pakaian untukmu. Pakailah, setelah itu bantu aku mengurus mereka," ujar Jeffery menunjuk jasad Patrick dan Cristian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD