BAB 7. MENIKMATI KEBEBASAN

1552 Words
    Setelah Sofia selesai membersihkan dirinya di dalam kamar mandi, dia mengenakan pakaian yang sudah Jeffery belikan untuknya. Sofia mematutkan dirinya di cermin. Dia masih tidak dapat memahami situasi ini, dalam beberapa hari semuanya berubah. Beberapa hari yang lalu dia masih dikelilingi orang-orang yang dia cintai. Namun hari ini semuanya mulai mengabur. Ketakutan membawa Sofia pada keputus-asaan. Sekarang, dia satu ruangan bersama dua mayat yang sebelumnya berusaha memperkosanya.     Sofia menyentuh pakaian yang dia kenakan, celana pendek selutut dan t-shirt. Sangat pas untuknya. "Rupanya Jeff pergi membelikanku pakaian." Sofia bicara di dalam hati.     Sofia berjalan keluar kamar mandi, dia memandangi jasad Patrick dan Christian yang terkapar di lantai. Mata mereka menatap lurus ke atas. Sofia menggoyangkan tubuh mereka dengan kakinya. Tubuh dingin mereka sudah mulai mengeras. Sofia menatap mereka penuh kemarahan.     Seandainya bisa, Sofia akan menjadikan tubuh mereka berdua cadaver untuk praktikum anatomi di fakultas kedokteran. Diteliti setiap jaringan tubuhnya, kulit, otot hingga tulang. Dipelajari setiap organ dalam hingga ususnya. Para dokter yang mengambil spesialis saraf mungkin juga bisa meneliti kerusakan jaringan otak yang mereka alami sehingga mereka tega berbuat kejam. Sayang sekali mayat mereka harus disingkirkan. Paling tidak, mereka bisa bermanfaat saat menjadi mayat karena saat hidup mereka tidak berguna, hanya menjadi sampah masyarakat.     Sofia membuka pintu kamar yang selama ini selalu terkunci, dia kini dapat melihat ruangan lain selain kamar tempatnya dikurung.     Ia menyapukan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Tempat ini memiliki tiga kamar jika dihitung dengan ruangan tempat dia dikurung. Ruang tamu yang cukup besar dengan perabotan dari kayu. Telihat pula dapur yang bersih dan cukup luas. Terpikir oleh Sofia di tempat itulah biasanya Jeffery memasakkan dia makanan.     Ia melangkah perlahan, terdengar bunyi gemericik air. Sofia mendekati jendela, dia melihat kincir air yang berputar. Sepertinya mereka menggunakan itu sebagai pembangkit tenaga listrik, mengingat tempat ini berada di tengah danau tapi memiliki aliran listrik yang cukup. Sofia menikmati pemandangan yang sangat indah dari jendela. Kini dia tahu, mereka berada di tengah danau dan diapit pengunungan. Sofia semakin bertanya-tanya di mana dia berada saat ini.     Lamat-lamat dia mendengar suara seseorang. "Sepertinya Jeff," ujar Sofia di dalam hati sambil berjalan perlahan mendekati asal suara.     Dia melihat Jeffery berada di pelataran rumah sambil memegang ponsel, dia tampak berbicara sangat serius. Sofia berusaha semakin mendekat, mencoba untuk lebih fokus dalam menyimak.     "Mereka berdua sudah kuhabisi."     Jeffery diam sejenak, sepertinya dia mendengarkan seseorang bicara.     "Tidak bisa! Apa yang mereka lakukan sudah keterlaluan! Kita harus menjaganya tetap hidup. Bagaimana jika dia bunuh diri karena dua orang bodoh itu?"Jeffery bicara lebih keras. Dia kembali diam beberapa saat.     "Bukankah perintahnya jelas? Dia harus tetap hidup hingga tujuan kita tercapai," ujar Jeffery menimpali.     "Tidak masalah. Biar aku sendiri di sini yang menjaganya. Kau urus saja semuanya," kata Jeffery, lalu dia memutuskan panggilan.     Ada rasa sakit yang dirasakan Sofia saat dia mendengar pembicaraan itu. Entah apa itu, dia pun tidak mengerti, tapi mengetahui Jeffery menolongnya hanya karena agar tujuan mereka berhasil, hal itu menyakitinya. Sofia berharap Jeffery benar-benar peduli kepadanya bukan hanya karena dia seorang tawanan yang akan ditukar dengan keinginan mereka. Sofia berharap Jeffery memiliki sedikit rasa kemanusiaan di dalam dirinya. Sofia mendesah panjang, apakah benar dia hanya berharap perasaan kemanusiaan saja yang dimiliki Jeffery? Dia pun tidak tahu pasti, yang jelas dia berharap Jeffery benar-benar peduli kepadanya.     Sofia melangkah keluar rumah mendekati Jeffery, tubuhnya yang atletis terpahat indah di bajunya yang terlihat ketat. Membentuk otot lengan dan dadanya secara sempurna.     "Hai Jeff, terima kasih. Pilihan yang bagus," ujar Sofia, dia tersenyum sambil menarik baju yang dia kenakan. Segera Jeffery paham maksud pembicaraan Sofia.     Jeffery hanya mengangguk pelan, dia meletakkan ponsel dia atas meja, dia menatap lekat Sofia dari ujung rambut hingga ujung kaki lalu Jeffery menghela napas panjang.     "Jeff ... kau juga seorang analis yang ulung. Kau bisa menebak ukuran yang sesuai," Sofia kembali menambahkan.     "Aku melihat seorang pekerja wanita di toko pakaian, tubuhnya serupa denganmu. Aku mengatakan agar dia mengambilkan pakaian dalam yang seukuran dengannya. Aku yakin pasti pas untukmu," ujar Jeffery sambil mengikat dua buah batu besar dengan tali.     Sofia memperhatikan apa yang yang dikerjakan Jeffery, dia tidak tidak lagi bicara. Jeffery nampak sangat serius dengan apa yang sedang dia kerjakan.     Beberapa waktu berlalu dalam kesuyian. Hanya terdengar gemericik air dari kincir yang berputar, hembusan angin yang cukup kencang menerpa tubuh mereka. Sapuan sang bayu di atas permukaan air danau menciptakan bunyi riak air yang khas simfoni alam.     "Baiklah sekarang bantu aku," ujar Jeffery sambil memandangi Sofia saat dia selesai menjerat batu dengan tali.     "Bantu apa?" tanya Sofia tak mengerti.     "Bantu aku mengangkat jasad mereka," kata Jeffery sambil berlalu melewati tubuh Sofia yang masih tak bergerak. Terpaku berdiri di tempatnya.     "Ayo Dokter Sofia, kau tidak takut mayat 'kan?" tanya Jeffery dengan nada mengejek.     "Oh ... Ok," jawab Sofia, dia berjalan di belakang Jeffery menuju dua mayat yang terlihat sangat mengenaskan.     Jeffery dan Sofia mengangkat tubuh Patrick terlebih dahulu, kemudian kembali ke dalam kamar dan membawa tubuh Christian. Mereka meletakkannya di pelataran.     "Sekarang kita pindahkan mereka ke atas speed boat," kata Jeffery. Sofia mengangguk pelan. Pikirannya kacau, dia merasa telah bersekongkol melakukan tindak kejahatan kerena telah membantu Jeffery menyingkirkan mayat mereka, tapi dia pun tidak bisa menolaknya, Jeffery melakukan itu untuk melindungi dirinya.     Setelah selesai meletakkan kedua mayat itu, Jeffery mengangkat batu besar yang dia ikat tadi ke atas speed boat lalu dia mengikat tubuh mereka ke batu itu. Dia memberikan jarak sekitar 1,5 meter antara batu dan tubuh mereka. Jeffery memastikan kembali simpulan yang dia jerat di batu dan tubuh mereka berdua sangat kuat.     "Naiklah Sofia," ujar Jeffery menggerakkan dagunya. Sofia kembali mengangguk tanpa kata, dia segera naik ke speed boat dan duduk di sisi Jeffery.     Jeffery membawa speedboat ke tengah danau, setelah dia merasa mendapatkan posisi yang pas, Jeffery mematikan mesin speedboat.     "Baiklah Sofia, mari kita singkirkan dua pembuat onar ini," kata Jeffery melangkah ke bagian belakang speedboat. Sofia mengikuti Jeffery, dia berpindah ke kursi belakang.     Jeffery mengangkat kaki Patrick sementara Sofia mengangkat tangannya. Mereka menceburkan jasad Patrick ke dalam danau, batu yang terikat ditubuhnya dilemparkan ke air. Tubuh Patrick tenggelam. Begitu pula dengan tubuh Christian, mereka melakukan hal yang sama.     Batu itu bekerja seperti jangkar, menahan agar tubuh keduanya tetap di tempatnya dan tidak mengapung ke atas air.     Sofia memperhatikan tubuh mereka, perlahan mulai menghilang di dalam air. Entah seberapa dalam air danau itu, kegelapannya membuat Sofia merinding. Namun, melihat air danau itu, dia teringat iris Jeffery. Terlihat sama indahnya.     Mereka kembali menuju ke rumah apung yang kini menjadi tempat tinggal Sofia selama beberapa hari terakhir. Baru kali ini dia melihat tepat ini secara keseluruhan. Danau ini sepertinya cekungan bekas gunung berapi. Danau luar biasa indah diapit dua pegunungan yang sangat cantik. Sofia tidak tahu di mana aliran air danau yang mahaluas ini berakhir, tapi sepertinya mengarah keluar dari tempat ini. Dia melihat air mengalir ke hilir dan membentuk sungai yang indah. "Mungkinkah ada perkampungan penduduk sekitar sini?" tanya Sofia di dalam hati.     Jeffery menambatkan speedboat di dermaga kecil. Ada tangga kayu agar kaki melangkah tanpa menyentuh air. Jeffery turun dari speedboat, dia memperhatikan Sofia masih duduk terdiam di kursi depan.     "Sekarang bantu aku membersihkan kamar," kata Jeffery, dia melihat Sofia masih termangu.     "Sofia," panggil Jeffery lebih keras.     "Y-ya?" Sofia tergagap.     "Bantu aku membersihkan kamar," ujar Jeffery dengan nada perintah.  Sofia mengangguk mengerti, dia segera bangkit dan membatu Jeffery membersihkan ruangannya dari darah dan selongsong peluru.     "Sofia, nikmati kebebasanmu selama beberapa hari di sini, kau pasti bosan terus berada di dalam kamar," ujar Jeffery saat mereka sudah selesai bersih-bersih. Sofia pergi ke pelataran rumah. Dia duduk di kursi kayu yang tersedia di pelataran rumah apung itu. Sofia duduk bersandar sambil menikmati pemandangan.     Jeffery keluar membawa nampan berisi air minum dan kudapan. Dia meletakkannya di atas meja, "Makanlah," ujarnya sambil tersenyum lalu menyentuh pipi Sofia menggunakan telapak tangannya. Dia merasa iba kepada dokter cantik itu, Jeffery tahu pasti, Sofia sangat terguncang karena keadaan yang menimpanya.     Jeffery membungkuk dan meletakkan kedua tangannya di lengan kursi tempat Sofia meletakkan tangannya, "Dengar, Dokter Cantik, kuharap ini segera berakhir dan kau bisa segera kembali," ujarnya berkata dengan nada yang lembut sambil menatap lekat mata amber milik Sofia.     d**a Sofia berdebar kencang saat wajah mereka berdekatan seperti ini. Bibir mereka hanya berjarak beberapa inci.     Sofia menelusuri tiap bagian di wajah Jeffery. Bola mata hijau nan indah dan selalu memiliki tatapan mata yang dalam mengingatkan Sofia danau tempat mereka berada saat ini, hidung mancung, garis rahang yang tegas di tumbuhi misai tipis yang rapi, alis mata Jeffery tebal namun melengkung elok menyenangkan pandangan mata.      Bibirnya terlihat basah dengan bentuk yang indah. Siapa pun yang sedekat ini dengan Jeffery pasti akan merasakan hal yang sama dengan apa yang Sofia rasakan. Ditambah lagi aroma Citrus yang maskulin menyeruak dari tubuh Jeffery.     "Tengahlah, aku tidak akan menyakitimu. Aku akan berusaha sebisa mungkin melindungimu. Tapi, berjanjilah kau bersikap baik. Jangan mencoba lari. Jika kau lakukan itu, percayalah! Sesuatu yang lebih buruk menantimu," ujar Jeffery sambil tersenyum. Tercium aroma alkohol yang tipis dari napas Jeffery. Sofia menelan ludah.     "Kau paham Dokter Cantik?" ulang Jeffery lembut. Sofia mengangguk pelan.     "Good Girl," ujar Jeffry. Seulas senyuman manis terkembang di bibir indah Jeffery.     Napas Sofia memburu.     Kaki dan tangannya terasa dingin.     Sofia sangat gugup berada di situasi semacam ini. Bukan dia merasa takut dan terancam. Tapi sesuatu bergejolak hebat di dalam dadanya. *** *Cadaver/ mayat yang tidak diketahui identitasnya dan dijadikan objek praktek universitas kedokteran untuk dipelajari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD