BAB 8. MENIKMATI SENJA

1443 Words
    Sofia sangat gugup berada di situasi semacam ini. Bukan karena dia merasa takut dan terancam, tapi sesuatu bergejolak hebat di dalam dadanya.     Dia menelan ludah membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa tercekat, di saat yang sama, dia merasa sulit untuk bernapas dengan normal.     Sofia tak sanggup berhadapan lebih lama dengan keelokan rupa milik Jeffery, dia memalingkan wajahnya. Ia tak kuasa mengendalikan keinginan aneh yang menyusup halus di dalam dadanya, dia mengigit bibirnya kuat-kuat.     Jeffery bangkit dari 'kedekatan' yang memporak-porandakan perasaan Sofia. Dia beranjak dan melangkah menjauh.     Jeffery berjalan ke bibir pelataran, dia melepaskan pakaian yang sejak tadi menutup tubuh indahnya. Pundaknya yang lebar terlihat sangat menawan hati, seakan dia adalah pahatan maha sempurna tanpa kekurangan. Melihatnya, memunculkan kekaguman yang hadir tanpa diundang. Mengusik ketenangan jiwa dan merubahnya menjadi kegelisahan tingkat dewa.     Ia melepaskan celana, hingga hanya menyisakan pakaian dalam yang melekat ketat menutup hingga ke bagian paha. Melihat Jeffery seperti ini, mengaburkan segala pemikiran sehat, membuat seseorang merasa bagai burung hantu yang merindukan bulan. Dia begitu indah, mustahil dapat disentuh apalagi dimiliki.     Dia menceburkan diri ke danau. Dia berenang dengan anggun. Sesekali kepalanya muncul ke permukaan, dia mengambil napas dan menghilang kembali di dalam air.     Sofia mendekat ke bibir pelataran, terlihat bayangan tubuh Jeffery yang bergerak lincah membuka dan menutup kedua tangan dan kakinya. Kemampuan berenang Jeffery luar biasa. Terlintas di pikiran Sofia mungkin dulunya Jeffery adalah atlet renang. Dia sanggup menahan napas di dalam air cukup lama, mustahil bagi orang biasa mempu melakukan hal itu tanpa latihan keras. Sofia duduk di tepian bibir pelataran. Dia memasukan kedua kakinya ke dalam air, dia merasa sangat beruntung dapat menikmati dua keindahan sekaligus. Keindahan panorama alam dan indahnya Jeffery yang menyatu dengan alam.     Dokter cantik itu sangat bingung melihat Jeffery, dia baru saja menghabisi kedua temannya tapi dia bersikap seakan hal itu tidak ada artinya. Sepertinya tidak ada dampak psikologis apa pun terhadap Jeffery. Terbesit di pikiran Sofia, mungkin Jeffery sudah terbiasa melenyapkan nyawa orang lain sehingga hal itu menjadi tak berarti baginya. Seperti sekedar membunuh semut merah yang mengigit kakinya. Tidak berarti, nyawa mereka berdua tidak berharga. Bahkan dengan santai Jeffery berenang di tempat yang sama. Tempat jasad mereka ditenggelamkan.     Jeffery mendekat, dia menggapaikan tangannya ke bibir pelataran, menahan tubuhnya agar tetap mengambang di air. Napasnya terengah-engah, dia memandangi wajah Sofia yang kini menatapnya sangat lekat.     "Kau mau bergabung?" tanya Jeffery dengan napas tersengal dan kata-kata yang terputus-putus. Sofia menggelengkan kepala menolak tawaran Jeffery.     Jeffery menekan kedua telapak tangan di lantai pelataran kemudian mendorong dirinya naik ke atas. Otot lengannya berkontraksi saat menahan beban tubuhnya. Terlihat sangat kokoh, membuat mata tak pernah bosan menikmatinya.     Jeffery duduk di sisi Sofia dengan tubuhnya yang basah. Air menetes dari rambutnya lalu menuruni leher dan d**a bidangnya yang sempurna. Jeffery berusaha mengatur napasnya yang masih tersengal.     Namun, sungguh aneh, bagaimana bisa napas Jeffery yang kelelahan justru terdengar bagai lagu romantis bernada merdu di telinga Sofia, membuainya larut dalam khayalan tanpa batas. Sofia tersenyum melihat Jeffery. Dia mengejek dirinya sendiri karena begitu menikmati apa yang dilihatnya saat ini.     Sofia merutuki imajinasi liarnya, berani bermain gila di dalam pikirannya.     Ia mencemooh dirinya sendiri, tidak tahu malu ingin merasakan hangatnya berbaring di lengan Jeffery yang kokoh.     Dia mencaci maki dirinya sendiri, telah lancang mendamba lelaki lain selain suaminya. Debaran d**a Sofia semakin bertalu lebih kencang, dia mulai khawatir, Jeffery dapat mendengarnya.     "Kenapa?" tanya Jeffery kepada Sofia. Dia melihat raut wajah kemerahan disertai tatapan mata Sofia yang berubah menjadi sulit diartikan. Sekelebat, terlintas di dalam pikiran Jeffery, Sofia menginginkannya, tapi dia segera menepis kuat hal itu. Dia adalah orang yang menculik Sofia, sampai langit runtuh pun hal itu tidak akan pernah terjadi.     "Jeff, siapa namamu? Aku hanya tau Jeff saja," ujar Sofia menatap lekat mata hijau milik Jeffery.     "Makin sedikit yang kau tau tentang aku, semakin baik," jawab Jeffrey sambil menatap luasnya cakrawala. Mentari yang mulai meredup di ujung cakrawala, langit terlihat sedikit memerah.     "Baiklah kalau begitu. Jeff, sampai kapan aku di sini? Kenapa tidak ada kabar dari suamiku dan kenapa kau menculikku?"     "Kau di sini sampai keadaan membaik. Saat ini polisi melakukan pencarian dokter Sofia. Seorang direktur rumah sakit yang tiba-tiba menghilang setelah kejadian penculikan di halaman sebuah cafe," ujar Jeffery tersenyum.     "Bagaimana polisi bisa tau? Bukankah kalian melarang Aland bicara ke polisi? Kapan semua ini berakhir? Aku mau pulang," Sofia menundukkan wajahnya. Air mata mengalir di kedua pipinya.     "Meski suamimu tidak melaporkan ke polisi, tapi CCTV di cafe itu merekam semuanya. Lagi pula kau tiba-tiba menghilang dan membuat panik semua orang. Aland pada akhirnya mengaku jika kau diculik. Semua telponnya disadap. Saat ini situasi sedang panas, kami tidak bisa bergerak. Kami harus menunggu."     "Jeff, berapa lama aku harus menunggu? Berapa lama aku harus terpisah dengan keluargaku?!" Sofia meninggikan suaranya di antara isakan tangisnya.     "Bersabarlah, Sofia. Kau aman di sini bersamaku," Jeffery menatap dalam kolam mata Sofia yang tergenang air mata. Dia merasa tidak nyaman melihat Sofia dalam keadaan seperti ini.     "APA MAU KALIAN SEBENARNYA?! APA SALAHKU HAH?!" Sofia berdiri. Amarahnya memuncak. Binar cahaya matanya berubah meredup, keputusasaan memagutnya erat. Pupus sudah keinginanannya untuk segera pulang ke rumah. Tidak tahu sampai kapan keadaan 'memanas' yang dimaksud Jeffery akan mendingin. Di saat seperti ini dia berharap polisi tidak berusaha menyelamatkannya. Dia kehilangan arah, Sofia tidak tahu harus berharap seperti apa. Ia hanya ingin pulang secepatnya.     "Sebentar lagi kau mengetahuinya Sofia, dia pasti akan datang memberitahu keinginanannya," jawab Jeffrey. Nada bicaranya terdengar tidak nyaman.     "Siapa? Dia siapa?"     "Kau ingat lelaki yang meletakkan pistol di keningmu hari itu?" tanya Jeffery.     "Leaki di mobil itu? Yang menggunakan topi fedora?" ujar Sofia sambil mengingat kejadian pada hari dia diculik di depan cafe.     "Ya, dia. Dia akan datang setelah keadaan aman. Dia pasti menghubungi suamimu."     "Hari itu kau yang mana, Jeff? Kau di sebelah kiriku-kah? atau di sebelah kanan?"     "Bukan keduanya. Patrick dan Christian yang memasukkanmu ke mobil hari itu. Aku di belakang kemudi. Di sebelah dia yang menyuruhmu diam. Pesanku, saat dia datang bersikap baiklah, dia bukan orang yang sabar. Turuti saja keinginanannya."     "APA ITU TERMASUK MENJADI b***k NAPSUNYA?" Sofia meradang. Bagaimana bisa Jeffery meminta hal seperti itu.     Jeffery terdiam.     "Kenapa kalian melakukan ini kepadaku? Kalian bisa mencari banyak wanita di luar sana, kenapa harus aku yang menjadi pelampiasan kalian?!" Sofia tidak mengerti. Dia menolak segala situasi ini. Dia menolak untuk diam dan pasrah membiarkan para b******n itu menyentuhnya.     Jeffery berdiri, dia mendekatkan dirinya sejajar dengan Sofia. Jarak wajahnya dan wajah Sofia hanya beberapa inci. Sofia dapat merasakan aroma alkohol yang tipis dari hebusan napas Jeffery, terasa hangat saat menyentuh wajahnya.     "Karena kau sangat cantik, Sofia." Jeffery menyentuh dagu Sofia. Dia menatap dalam mata amber miliknya.     Seluruh tubuh Sofia bergetar, tulang rusuknya seakan hampir meledak, berusaha membebaskan jantungnya yang terus meronta ingin melepaskan diri dari tempatnya.     Sofia menelan ludah.     Beberapa bulir air menetes dari rambut Jeffery, turun ke leher dan terus turun ke d**a bidangnya. Terlihat begitu dramatis. Sesaat Sofia merasa iri pada tetesan air yang menelusuri tiap jengkal tubuh Jeffery.     Tangan Jeffery yang berada dagu Sofia membuatnya seakan membatu. Dia tak bergerak sedikit pun, bahkan Sofia menahan napas menantikan apa yang dilakukan Jeffery selanjutnya kepada dirinya.     "Kau sangat cantik, dan kau berbeda dari wanita yang biasa mereka nikmati. Siapa pun yang tidak tertarik saat melihatmu, pasti mereka tidak waras," ujar Jeffery.     Sofia dapat melihat dengan jelas Jeffery menelan ludah. Terlihat dari jakun Jeffery yang bergerak.     "Apa itu termasuk kau, Jeff? Apa kau termasuk yang tidak waras? Termasuk yang tidak menginginkanku?" Sofia berkata perlahan.     Pertanyaan itu mengguncang akal sehat Jeffery. Entah bagaimana pertanyaan itu terdengar seperti undangan 'bercinta' di telinga Jeffery.     "Aku sudah masuk dalam tahap gila Sofia," jawab Jeffrey berbisik. Dia kembali menelan ludahnya.     Jeffery mendekatkan wajahnya, tubuh Sofia semakin gemetar.     Bibir Jeffery berada di samping pipi Sofia.     Sofia dapat mendengar hela napas Jeffery yang memburu.     Tangan Jeffery menarik tengkuk Sofia.     Dia meremas rambut Sofia yang berada di leher belakangnya dengan lembut. Desiran aneh semakin menyerang Sofia.     Jeffery mendekatkan bibirnya ke telinga Sofia.     "Aku bukan tidak waras. Aku gila, jadi ... kuharap kau berhati-hati," ujar Jeffery berbisik di telinga Sofia.     Napas Sofia memburu, ada sesuatu terasa hampir meledak dan siap membuat Sofia hancur menjadi kepingan nano. Seluruh bulu halus di tubuhnya meremang.     Jeffery melangkah masuk ke dalam rumah, sementara Sofia masih berdiri di tempatnya, terdiam layaknya tugu monumen nasional, tak bergerak meski matahari semakin meredup.     Jeffery membalikkan tubuhnya lalu berdiri di mulut pintu.     "Masuklah, Sofia. Kau tidak mau disambar *caiman 'kan?" kata Jeffery.     "Di sini ada caiman? Kenapa kau berani berenang?" seru Sofia terkejut.     "Aku tidak tau ada atau tidak, aku hanya mengira-ngira. Masuklah! Hari mulai gelap," ujar Jeffery. Dia berkata dengan nada perintah yang terdengar jelas. ***     *Caiman/sejenis buaya, tapi mulut mereka berbentuk hurup "U" sementara buaya mulut mereka berbentuk hurup "V"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD