PETUAH!

789 Words
Malam pun tiba, mereka secepatnya membuat api unggun untuk menghangatkan badan sekaligus lanjut ke agenda selanjutnya yaitu Bakar-Bakar. Sang ibu memotong Sosis dan Daging sapi kecil-kecil, dan Lang Buri bersama ayahnya di bagian menusuk Sosis dan Daging untuk nanti di sate. Sambil menusuk satu persatu Lang Buri bertanya kepada ayahnya. "Yah selama ayah bekerja apakah ayah kesepian?" Menatap wajah ayahnya. "Ya kalau disana aya tidak kesepian karena ada teman-teman, namun hati ayah kesepian karena tidak ada kalian berdua disisi ayah" Jawab Ayah Lang Buri sambil tersenyum. "Kalau begitu aja kita berdua yah!" "Ayah juga ingin mengajak, namun hal itu tidak diperbolehkan di pekerjaan ayah, dan juga jika kalian ikut dengan ayah itu akan berbahaya bagi kalian, ayah tidak mau terjadi apa-apa dengan kalian!" Jawab Ayah. Lang Buri semakin penasaran dengan ayahnya karena selama ini Lang Buri belum mendapatkan informasi yang banyak tentang ayahnya. "Memangnya apa saja yang ayah kerjakan?" "Menangkap penjahat, dan menjaga keamanan negara" "Apakah ayah tidak takut dilukai penjahat?" Sang ayah Berhenti menusuk Sosis dan Daging sejenak untuk berbicara kepada Lang Buri. "Dulu ayah tidak takut dilukai oleh penjahat atau di culik oleh penjahat, namun sekarang ayah mulai takut karena ayah tidak mau kalau sampai tidak bisamelihat lagi kalian berdua!" "Kalau begitu ayah disini saja jangan menangkap lagi penjahat, lebih baik bersama kami berdua" Ucap Lang Buri dengan muka polosnya seorang anak kecil. "Ayah sangat ingin bersama kalian, namun ayah tidak bisa meninggalkan begitu saja pekerjaan ini, apabila ayah berhenti siapa yang akan menangkap penjahat itu? lalu nanti akan ada banyak keluarga yang menjadi korbannya dan akan banyak orang-orang yang bersedih" Jawab sang ayah. "Tapi aku ingin bersama ayah" Ucap Lang Buri dengan raut wajah yang sedih. Dikarenakan Api unggun sudah menyala cukup lama maka sang ibu menyuruh mereka berdua secepatnya membakar makanan tersebut, Percakapan pun terhenti dan seketika bergeser fokusnya. Mereka bersama tertawa riang, sang ayah juga cukup pandai dalam bermain gitar, pantas saja Lang Buri pandai dalam memaikan gitar, mereka bernyanyi-nyanyi sepanjang malam itu. Sang ayah yang tadinya sangat kaku menjadi sangat cair pada malam itu, begitupun Lang Buri. Wajah senang tampak terlihat dari sang ibu karena melihat kedua lelaki hebatnya mulai akrab. Bakar-bakaran pun selesai, sang ayah dan ibu mendengarkan kisah yang diceritakan oleh seorang penyair muda, yaitu anak meteka yang menceritakan kisah-kisahnya di sekolah, sang ayah tersenyum bahagia mendengar cerita yang disampaikan anaknya itu dengan penuh semangat. Lang Buri hanya menceritakan ceritanya saat berusaha menjadi juara kelas terus menerus, namun sang ibu menceritakan kisah yang tak dia ceritakan. "Ayah apakah kau lihat pelipis Lang Buri ada bekas luka?" Ucap Sang Ibu. "Mengapa bisa terluka terjatuh kah kamu?" Jawab Sang ayah dengan raut wajah kebingungan. Lang Buri menundukan kepalanya seakan-akan takut menjelaskan kenapa pelipisnya terluka, namun sepertinya bukan kepada ayahnya dia takut melainkan kepada ibunya. "Bukan terjatuh, tapi dia berkelahi dengan teman sekelasnya!" "Yasudah tidak papa namanya anak laki-laki sudah wajar berkelahi, tapi tidak ada luka lain kan?, lain kali kamu harus berhati-hati ya!" Ucap Sang ayah sambil mengelus kepala Lang Buri. "Wajar darimana, dia berkelahi dengan tiga orang, itu tidak wajar bagaimana kalau sampai dia masuk rumah sakit?" Ucap sang ibu dengan nada kesal. "Benarkah kamu berkelahi dengan tiga orang sekaligus?" Tanya sang ayah kepada Lang Buri. "Iya yah" Jawab Lang Buri dengan nada pelan. "Ibu sampai-sampai harus ke sekolah di panggil, dan karena tidak tega Ibu mengganti biaya berobat 3 anak yang terluka gara-gara berkelahi dengan Lang Buri." "Jadi mereka bertiga yang kalah?, kamu benar-benar anak ayah" Sang ayah kembali mengusap kepala Lang Buri. "Kaliaaannn yaaa!!, ayah sama anak sama saja!" Ucap sang Ibu dengan nada kesal, dan langsung mencubit sang ayah, namun sang ayah malah tertawa. "Namun apakah Lang Buri disalahkan?" Tanya Sang ayah kepada Ibu. "Lang Buri tidak disalahkan, dia kan di keroyok 3 orang jadi termasuk membela diri, tapi salahnya dia yang nantang sebenarnya untung penjelasan mereka bertiga tidak di dengarkan oleh gurunya karena melihat fakta Lang Buri di keroyok!" Jawab Sang Ibu. "Iya aku gak suka aja sama mereka karena suka malak teman-temanku!" Ucap Lang buri kepada ayahnya. "Kamu yang nantang mereka bertiga?Dasar anak nakal, hahahaa" Sang ayah memeluk Lang Buri, mereka malah tertawa bersama. "Tapi kamu tidak memalak siapapun kan?" Tanya sang ayah denga serius kepada Lang Buri. "Ya tidak ayah aku tidak tega, mereka juga ingin jajan!" Jawab Lang Buri. "Yasudah kalau begitu kamu tidak sepenuhnya salah, tapi tetap saja berkelahi dengan lebih dari satu orang itu jangan dibiasakan, itu sebuah kesalahan!" Ucap Sang ayah. Karena waktu sudah menunjukan pukul 22.30 Lang Buri sudah tidak kuat dan mengantuk, maka Lang Buri pun pergi untuk tidur duluan. Sang ayah dan ibu menjaga tidurnya sambil menikmati pemandangan malam yang begitu indah, dan bernostalgia saat-saat mereka masih muda, tenang nya malam seakan-akan melahap mereka kedalam jurang tak berujung asmara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD