Teman

1558 Words
Kurasa aku butuh kacamata. Ke mana pun aku memandang,  orang-orang selalu terlihat punya dua wajah. -Unknown- . . Koridor kelas menjadi ramai ketika diumumkan kalau ada jam kosong karena da rapat mendadak untuk guru dan staf sekolah. Ada juga yang masih mendapatkan kelas karena gurunya tetap mengajar, tapi alhasil tidak terlalu kondusif sebab kelas di sekeliling mereka sudah ribut karena tidak ada guru. “Bha hahahahah! Kasian bener tetep ada pelajaran!” celetuk seorang siswa sambil melewati sebuah kelas dimana Doni berada. Siswa lain juga ikut-ikutan bersorak karena meraka bebas dari pelajaran. Anak-anak kelas ini pun langsung bersorak karena diejek begitu oleh siswa kelas lain. Sorakan itu baru berhenti ketika sang guru memukulkan penghapus ke atas meja dengan keras. “Apa? kalian mau ikut-ikutan ribut kaya mereka?” tanya Pak Arif, guru pelajaran kimia. Beliau menatap seluruh muridnya lalu menghela napas kasar. “Seharusnya kalian ini beruntung karena dapat pelajaran dari pada kosong. Nanti malah bakal diganti tugas atau malah ketinggalan pelajaran,” ujarnya menasehati. Tapi tentu saja di dalam hati sebagian murid di kelasnya tertuju pada keadaan di luar sana. “Ingat, 3 minggu lagi ada ulangan tengah semester!” sambung Pak Arif yang membuat muridnya berbisik-bisik menyadari ada ujian di depan mata mereka. “Anjir lah... udah mau ulangan aja,” keluh Bagus sambil meletakkan pulpennya ke atas meja. Doni yang ada di sebelahnya menolah sambil nyengir. “Sok ngeluh, anak pinter juga,” cibir Doni. Lalu mereka berdua berdebat dengan suara berbisik. Saling menendang kursi sampai kemudian dijewer oleh Pak Arif karena membuat keributan di dalam kelasnya. Doni dan Bagus akhirnya harus mengerjakan salah satu soal di depan kelas dan menjelaskan juga materi menggantikan gurunya. . /// Epiphany | Gorjesso /// . Sementara itu di kelas lain, Andin mendapatkan jam kosong. Tapi karena dia bukan murid yang punya banyak teman dan tidak masuk dalam circle pergaulan mana pun, akhirnya dia memilih melipir ke perpustakaan. Setidaknya di sini dia mengenal beberapa murid dan bisa belajar dengan tenang.  Begitu masuk ke dalam perpustakaan, niat belajar Andin mendadak lenyap. Dia merasa bosan juga dan lebih baik memilih bahan bacaan lain yang tidak terkait dengan pelajaran sekolah. Kakinya melangkah menyusuri rak buku dengan tag “SEJARAH”, jarinya menyusuri judul buku yang terletak di bagian punggung buku dengan teliti. Di deretan pertama hingga ketiga dia tidak mendapatkan apa yang ingin dia baca. Sampai kemudian dia menemukan buku yang membahas sejarah kerajaan Majapahit lebih detail dan keluaran terbaru, namun berada di rak ke-4, rak yang letaknya paling tinggi. Tapi tingginya yang tidak seberapa ini jelas tidak bisa menjangkau sampai ke sana. “Kenapa tinggi banget, sih?!” keluh Andin sambil tangannya yang tidak terlalu panjang itu berusaha menjangkau buku yang ingin dia baca. Namun sampai tangan kanannya terasa pegal pun dia belum mendapatkan bukunya. “Aduh!” pekik Andin. Barusan tadi Andin berusaha melompat, dia tanpa sengaja menarik salah satu buku dan menjatuhi dahinya hingga terasa sakit. Bukunya sendiri memiliki tebal yang lumayan, sepertinya akan ada lebam di dahinya setelah ini. “Sshh...," ringisnya lalu dia mengambil buku yang sudah jatuh di sebelah kaki kanannya, tapi kemudian dia menyadari ada seseorang yang tengah berdiri juga di dekatnya. Kepala Andin mendongak lalu melihat dengan jelas kalau ada murid laki-laki yang dia kenal bernama Doni. Cowok yang menjadi kakak dari murid lesnya dan kemarin sampai mengantarkannya ke rumah juga. “Doni?” celetuk Andin. “Minggir, biar gue bantu ambilin,” kata Doni yang langsung menggeser posisi tubuh Andin dengan mendorong bahu cewek itu. “Nih, bukunya.”  Dia sudah merasa geregetan saat melihat Andin tidak kunjung mendapatkan buku di posisi rak paling tinggi ini. Lalu tanpa perlu tenaga dan perjuangan, Doni dengan mudah menjangkau rak buku tersebut dalam waktu singkat. Buku itu kemudian disodorkan ke hadapan Andin. “Tapi bukan yang ini,” kata Andin sambil meringis. Alis Doni langsung terangkat. “Terus yang mana?” tanya Doni kemudian. Dia agak sedikit malu karena membantu tanpa bertanya mana yang sedang dibutuhkan. Tangan Andin terangkat menunjuk buku dengan sampul warna kuning kehijauan. “Itu, yang ada di sebelah kanan buku tadi,” jawab Andin. “Ooh,” balas Doni yang langsung mengambilkan buku yang Andin mau. “Nih,” katanya kemudian. Senyum di bibir Andin langsung terbit dan sempat membuat Doni terpaku sepersekian detik karena  manis. “Terima kasih, Doni,” ucap Andin dengan nada suara yang sangat ceria.  Segera Doni menggelengkan kepalanya untuk sadar dari keterpakuannya. “Oke, sip,” balas Doni seadanya, lalu dia sendiri langsung meninggalkan Andin untuk menuju rak buku bagian pelajaran Kimia. Tadi karena gurunya tiba-tiba dipanggil untuk ikut rapat, akhirnya mereka tetap tidak mendapatkan pelajaran apapun. Buku yang tadi sempat dipinjam di awal pelajaran, harus dikembalikan ke perpustakaan lagi. Dan itu menjadi tugas Doni, sebab dia hari ini kebagian piket kelas. Dia pun harus puas ditinggal oleh teman-temannya yang langsung menuju kantin. Setelah selesai menata 32 buku yang dibawanya tadi bersama satu teman kelasnya yang lain, Doni iseng untuk mencari komik di perpustakaan ini. Dia memutari rak buku dan justru bertemu dengan Andin lagi yang sekarang terlihat sedang berbicara dengan seorang murid cowok. Doni tidak mengenal murid itu, tapi pernah beberapa kali melihatnya karena satu tingkat. “Kamu boleh gambarin ini? Tema ceritanya kaya gini. Aku suka banget gambar kamu, soalnya mirip komik bersambung,” kata murid cowok itu seraya menunjukkan kertas yang terdapat gambar di atasnya. Saat ini Doni melihat kalau Andin seperti takjub akan kalimat si murid cowok.  “Lagi? Kamu nggak bosen lihat gambar aku yang ini?” tanya Andin, tapi dia kemudian menerima pensil untuk menggambar di buku sketsa milik teman kelasnya ini. “Iya... soalnya nggak sabar baca kelanjutan ceritanya. Kamu buat ya, please...,” pintanya penuh harap. "Oke deh... aku nggak nyangka kamu bakal suka sama gambarku ini loh," timpal Andin yang akhirnya menyetujui. Doni mendengarkan percakapan itu saat melangkahkan kakinya menuju rak buku lain. Murid cowok itu tampak panik dan segera menutup buku yang biasanya digunakan untuk menggambar sketsa, saat posisi Doni ada di dekat mereka berdua. Doni tidak memusingkan tingkah murid cowok itu yang sangat protektif dengan isi bukunya, hanya merasa heran saja. “Oh iya, Doni. Maaf, tapi boleh aku minta tolong,” kata Andin saat Doni hendak keluar dari perpustakaan. Langkah Doni pun terhenti dan kembali membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Andin. “Minta tolong apa, ya?” sahut Doni. Dia jadi penasaran akan jenis permintaan tolong Andin. “Soal sepedaku, maaf karena harus menitip di rumahmu lebih lama. Sepertinya baru akan aku ambil lusa waktu ngajar les Sinta, adik kamu,” ujar Andin dengan suara dan ekspresi wajah yang jelas menunjukkan rasa tidak enak. Doni segera mengangguk mengerti, ternyata minta tolong untuk hal yang mudah. Dan lagi pula, kalau Andin menitip lebih dari satu minggu pun tidak apa-apa. “Oke, nggak papa. Nanti lo ambil aja kalau sempat,” kata Doni dengan santai, berbeda dengan Andin yang kembali tersenyum lebar dan kembali membuat Doni terpaku. “Makasih, ya... maaf karena bikin repot harus menitip sepedaku,” kata Andin lagi dengan perasaan menyesal. Kali ini Doni hanya mengangguk. Dia yang jadi tidak enak sendiri saat Andin seperti baru saja menitipkan hutang satu miliar padanya, padahal hanya sebuah sepeda. . /// Epiphany | Gorjesso /// . Sampai di rumah dengan langit senja yang memayungi, Doni akhirnya bisa menghela napas begitu merebahkan tubuhnya di atas ranjang di kamarnya. Lelah sekali karena tadi melakukan latihan basket sekaligus melakukan tanding dengan kelas sebelah untuk main-main saja, tapi yang kalah setidaknya traktir minum di kantin 2 kali. “Coba cek ** kelas, bro,” gumam Doni seraya membaca chat dari Anjar. Setelah menjawab “Oke” pada kolom chatnya dengan Anjar, Doni segera membuka aplikai ** dan melihat ada notifikasi bermunculan. Ada banyak like dan permintaan pertemanan, lalu tag sebuah video. Dibukanya postingan video itu dan melihat kalau postingan ini ternyata berisi kegiatan random anak-anak kelas saat jam kosong. Tingkah tidak karuan itu dibuat video dengan editan yang epic salah satu teman sekelas mereka hingga terlihat menarik. Kalau direkam biasa saja tanpa diedit, video ini pasti tidak akan sampai mendapatkan jumlah views banyak. Sebab Virli, teman kelas Doni yang ahli dalam hal edit video, telah menyulapnya menjadi seolah rangkaian film yang layak ditonton. Doni membaca komentar yang kebanyakan memuji teknik edit videonya dan juga tingkah random teman sekelas Doni. Tapi kemudian tanpa sengaja Doni menyentuh salah satu username yang membuka sebuah profil ** yang familiar bagi Doni. “Ini murid cowok yang tadi sama Andin, ya?” gumam Doni bertanya-tanya. Dia yang hendak menutup aplikasi instragam, menjadi merasa penasaran karena melihat postingan murid cowok yang ternyata bernama Gatra ini, berisi potongan komik. Komik ini memiliki tokoh anak sekolah dengan segala kebiasaannya, sehingga terlihat menarik. Dan seketika Doni mengingat percakapan antara Gatra dan Andin. Percakapan itu dengan jelas Doni dengar kalau Gatra meminta Andin untuk menggambar komik. Dan mata Doni yang masih jeli ini, juga mengingat kalau buku sketsa milik Gatra, terdapat gambaran komik seperti yang ada di instagramnnya. Sebuah pemikiran kemudian menghampiri Doni akan hal ini. Dia tidak mau menuduh... hanya saja dari urutan kejadian yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri, mengatakan kalau ada yang tidak beres dengan Gatra. “Apa mungkin Gatra minta Andin gambar buat bikin konten di instagramnya?” gumam Doni sambil berpikir keras sampai dahinya berkerut. “Jadi secara nggak langsung... Gatra nyuri gambar Andin?”  . /// Epiphany | Gorjesso /// . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD