Bab 2

1842 Words
“Ini luar biasa!” ucap Rizky bahagia. Dia pun mendekati bekas-bekas salah satu dari sekian monster itu, jika abu gosong termasuk bekas monster. Rizky menyadari ada uang yang berada di tubuh monster itu. “Uang?” tanyanya tidak percaya seraya mengambil lembaran-lembaran yang ajaibnya tidak hangus atau terbakar sedikit pun. Dia melihat dengan hati-hati ke arah lembaran uang itu, dan ya, itu adalah lembaran uang asli, setidaknya dari garis pandang. “Aku tidak tahu bagaimana dunia ini memiliki uang, tetapi aku tidak akan komplain sekarang,” komentar Rizky seraya memeriksa lagi onggokan monster itu. Dia menemukan sebuah botol obat generik yang tentunya relatif murah. Relatif, karena obat tetap akan mahal kala makanan saja susah didapatkan. “Ini luar biasa. Obat gratis dan uang gratis,” komentar Rizky. Dia menyadari dia tidak memiliki tempat untuk menyimpan obat itu, dan mengembuskan napas kecewa. “Aku sepertinya perlu mencari atau merajut tempat-” Rizky merasakan sesuatu bergetar di saku celananya. Dia mengambil benda yang bergetar di saku celananya, dan menemukan ponsel yang tadi dia bawa bersamanya di sana. “Ah, bagaimana aku lupa benda ini?” komentar Rizky dan dia terkejut kala benda itu menunjukkan di layarnya ‘apakah anda ingin membuka kotak penyimpanan?’. Rizky menekan tombol ‘iya’ di ponsel itu. Sebuah kotak penyimpanan muncul di hadapannya. Kotak kecil berbentuk kubus itu dia buka dan segera dia simpan obat tadi. Dia pun memutuskan untuk memeriksa monster-monster lainnya. Pada akhir pemeriksaan, dia menghitung semua yang dia dapatkan hari itu. Keseluruhan, dia mendapatkan uang sebesar 250 ribu rupiah, 4 obat (generik), dan 15 plester luka. Rizky tersenyum melihat apa yang dia dapatkan. “Ini jauh lebih banyak daripada semua yang aku usahakan selama ini. Tempat ini sepertinya bisa menjadi penghidupan,” gumam Rizky. Dia lalu terpikirkan sesuatu. “Apakah uang ini asli?” gumamnya. Rizky hanya yakin dia asli karena lembaran itu secara fisik persis seperti uang baru. Namun, apakah benar itu uang asli? Dia mengembuskan napas berat. “Setidaknya, selama tidak diperiksa, tidak akan diketahui keasliannya dengan identik sehebat ini,” gumam Rizky. Pria itu tersenyum tipis. Dia sepertinya mendapatkan cara untuk memaksimalkan keuntungan yang dia akan dapatkan. Hanya tinggal masalah waktu saja, dan dia akan memulainya. Sebelum dia melanjutkan pekerjaannya, dia membuka ponselnya dan melihat ponselnya menawarkan kepadanya untuk menyimpankan kotak kubus yang dia pakai untuk menyimpan barang-barang yang dia dapatkan. Rizky pun memutuskan untuk mengeksplorasi menara itu secara perlahan. Kehadirannya kala dia masuk melalui pintu depan langsung disambut oleh para monster-monster yang tampak terkejut. Sebagian di sana sepertinya adalah mereka yang selamat dari serangan Mávri Fotiá yang dia gunakan sebelumnya. “Itu dia! Dia yang tega membunuh teman-teman kita!” teriak salah satu monster feminin. Rizky melukiskan senyuman sinis di belakang syal yang dia kenakan. Dia melihat semua monster di sana masih satu jenis yang sama, dan seharusnya bukanlah hal sulit membunuh mereka. Akan tetapi, ada satu monster di sana yang lebih besar dari yang lain. “Aku akan hadapi dia,” ucap monster besar itu. Dia berjalan dengan melata ke arah Rizky, dan Rizky menatap monster yang tingginya itu hampir dua kali tubuhnya. Tidak ada rasa takut di mata pemuda itu, karena dia di sini untuk berburu. “Aku akan tunjukkan, bocah muda. Di sini kita bermain dengan hukum Tuan Sahid!” ucap monster itu. Rizky seperti familiar dengan nama yang disebutkan monster itu, tetapi dia tidak peduli. Dia hanya perlu membakar monster di depannya ini, dan juga monster yang bersembunyi di belakangnya. “Kamu perlu menggunakan kekuatan lebih lagi, Rizky,” ucap suara di benaknya. Rizky menganggukkan kepalanya. “Lindungilah tuanmu dalam selimut yang menyala, Pyrkagiá,” bisik Rizky dan perisai hitam menyelimuti tubuhnya. Beberapa monster di belakang monster raksasa itu berteriak. “Hati-hati dengan apinya, Kak Sam!” teriak monster-monster itu. Rizky memiringkan kepalanya mendengar hal itu. “Oh, kamu punya nama?” tanya Rizky datar. Monster dengan nama Sam itu menatap tajam ke arah Rizky. “Nama adalah kehormatan dari Tuan Sahid. Sekarang, waktunya mati!” teriak monster itu seraya menciptakan tangan dari tubuhnya yang jelly itu mulai menyerang. Rizky tersenyum mengejek. “Pyrkagiá bukan api murahan,” komentar Rizky sebelum mengeluarkan pedangnya. Saat kedua tangan itu semakin dekat dan Sam terkejut karena api hitam itu membakar, dengan cepat Rizky menebas tangan-tangan itu. Pada detik berikutnya, Rizky menebas tubuh monster itu, yang membuat dia mundur. “Kamu benar-benar kuat! Tuan Sahid akan senang padaku jika kamu mati!” komentar Sam bersemangat. Dia mengeluarkan lagi tangannya, kali ini dikepal. “Rasakan ini! Seribu Tinju!” teriak Sam seraya menyerang dengan tangan dikepalkan. Namun, bukannya melukai Rizky, tinju itu terhenti oleh kekuatan perisai api milik Rizky. “Tidak akan selamanya api itu melindungimu, manusia!” teriak Sam tetap bersemangat. Rizky hanya tersenyum sinis dan membisikkan mantra untuk melakukan serangannya. “Aku titahkan api membara sampai hari pengadilan, Mávri Fotiá!” bisik Rizky dan Sam tiba-tiba terbakar di bagian tengah tubuhnya. Sam mengerang kesakitan dan berhenti memukuli dirinya. “Kak Sam!” teriak monster-monster kecil itu. “Aku ... tidak bisa ... kalah sekarang!” teriak Sam mengukuhkan posisinya. Rizky tersenyum sinis dan memberikan gestur kepada Sam untuk menyerangnya. Sam menggerigi gigi di mulutnya, memutuskan untuk tidak memaafkan penghinaan yang dilakukan Rizky. “Rasakan ini! Hentakan Bumi!” teriak Sam dan tiba-tiba tanah di bawah Rizky bergetar, mengejutkan pria itu dan membuatnya segera menghindar ke belakang. Dia melihat tanah itu tiba-tiba terbang ke udara dan menyerang ke arahnya. Refleks, Rizky menggunakan kekuatan apinya tanpa merapalkan mantra penuhnya. “Mávri Fotiá!” Api kecil meledak di batu itu, menghancurkannya. Namun, Rizky merasa lebih lelah dari saat dia memakai mantra. Saat itu pula, Rizky menyadari kenapa dia diajarkan mantra, dan ternyata mantra bukanlah kewajiban. Dia juga menyadari, bahwa di dunia yang dia berada saat ini, semua tentang logika bisa sepenuhnya di buang dari jendela pikiran. Sam mengaum, dan lagi-lagi dia menggunakan serangan yang sama. “Hentakan Bumi! Hentakan Bumi! Hentakan Bumi!” teriaknya. Rizky tersenyum sinis dan memutuskan untuk menghindari serangan-serangan tersebut. Salah satunya nyaris mengenainya, tetapi perisainya membakar batu yang hampir mengenai dirinya. Rizky menyadari bahwa pertarungan ini sekarang menjadi jauh lebih rumit. Dia harus menyerang balik, atau situasi akan semakin rumit. “Aku harus mengecohnya dulu,” gumam Rizky dan dia melihat serangan batu berikutnya. Dia pun segera menghindari batu itu ke arah depan dan mulai menyerang. Rizky mempercepat larinya seraya mengeluarkan pedangnya. “Gunakan kecepatanmu untuk mengalahkannya!” titah suara di benaknya. Sebuah mantra terbuka ke dalam benak Rizky. “Berlarilah bersamaku, Mávros ánemos: Kápste.” Api menyelimuti tubuh Rizky, membuatnya semakin cepat dan serangan batu yang bertubi-tubi diberikan oleh Sam dihindari dengan mudah oleh Rizky. Saat Rizky berhasil berada di depan monster dengan tinggi dua kali tubuhnya itu, dia meloncat tinggi seraya mengeluarkan mantra. “Aku titahkan api membara sampai hari pengadilan, Mávri Fotiá.” Sebuah api membakar Sam dari bawah tubuhnya sementara Rizky meletakkan tangan kirinya di atas pedang yang dia kenakan di tangan kanannya. Benaknya memberikannya sebuah informasi mantra untuk pedangnya. “Katára spathí.” Api hitam muncul dan mulai menyelimuti pedang itu, meliuk mencari mangsa untuk dia makan, tetapi menjaga jarak dengan tuannya. Rizky yang di udara segera mengarahkan pedang yang membara hitam itu ke arah wajah dari Sam. Sam yang menyadari hal itu menggunakan Hentakan Bumi miliknya untuk menyerang Rizky, namun Rizky berhasil menusuk wajah Sam dengan pedangnya sebelum batu itu mengenainya yang membuat batu itu berhenti. “Matilah dengan tenang,” ucap Rizky sebelum api hitam menyala-nyala memenuhi ruangan itu dan menelan tubuh Sam dengan cepat menjadikannya makanan api. Monster-monster kecil yang berada di belakangnya terlihat ketakutan dan mulai kocar-kacir melarikan diri. Namun, Rizky tidak berniat membiarkan mereka kali ini. Dengan kecepatan yang dia miliki, Rizky segera berlari dan menebas monster-monster itu satu per satu, tidak membiarkan satu pun lari. Saat beberapa monster nyaris lolos, dia menggunakan kemampuan apinya untuk mengunci jalur lari dan membakar monster-monster itu. “Mávri Fotiá.” Api menyelimuti tempat itu, tidak menyisakan satu jejak kehidupan selain kehadiran Rizky di tempat itu. Dengan lahap, api-api itu memakan setiap monster dan benda yang ada di ruangan itu, kecuali tuannya yang membuatnya. Rizky menyadari api itu tidak sedikit pun melukainya. “Berarti, tidak ada masalah jika aku menggunakan kekuatanku dalam titik kosong sekalipun,” komentar Rizky datar, terlihat senang. Dia melihat ke arah tubuh Sam yang sekarang hanyalah kobaran api hitam besar dan teriakan kesakitan oleh Sam yang tidak dapat bergerak sedikit pun. Harapan Rizky adalah, Sam memiliki nilai lebih daripada monster-monster kecil yang mengganggu dia di depan menara ini. Selain itu, dia ingin Sam segera pergi, karena suaranya mulai menyakitkan telinganya. “Argh! Panas! Ini sakit! Hentikan api ini! Panas sekali!” Teriakan bergiliran itu tidak membuat Rizky bergeming. Dia hanya menonton, menunggu kapan Sam berubah menjadi abu dan bisa mulai diperiksa apa yang dimiliki olehnya. Sementara dia menunggu, dia mulai mengumpulkan dari tubuh monster-monster yang kecil. Dia membuka ponselnya, kali ini menyajikan diri dalam bentuk menu. Rizky tampak menatap cukup lama memastikan dia tidak salah melihat bahwa kali ini ponselnya mengubah tampilannya, lagi. Dia pun akhirnya memilih menu berbentuk kotak yang bertuliskan ‘Kotak Penyimpanan’. Kotak miliknya yang berisi obat dan plester pun keluar. Rizky pun mulai melakukan pengumpulan dari hasil berburunya, sementara menunggu tubuh Sam menjadi abu. Dia menemukan sebuah liontin di antara semua monster kecil yang dia kumpulkan. Entah apakah liontin itu bernilai di dunia nyata nanti atau ada kegunaan di tempat itu, Rizky memutuskan untuk menyimpannya saja. Sebelum menyimpannya, dia melihat liontin itu tidak berisi apapun, yang cukup janggal baginya. Rizky pun terus mengumpulkan. Setelah selesai, dia mulai menghitung hasil berburunya. Saat dia mendengar api hitam yang membakar Sam semakin membara dan Sam berteriak keras sebelum suara sakitnya menghilang, Rizky memutuskan untuk mengabaikan untuk menyelesaikan hitungannya. Dia mulai menjumlahkan semua hasil berburunya kali ini, dan keseluruhannya adalah 600 ribu rupiah, ditambah dengan 25 obat, 80 plester luka, dan 1 liontin. Rizky tersenyum, lalu melihat ke arah api yang masih membara di tempat tubuh Sam berada. Dia pun menyimpan obat, plester luka, dan liontin itu ke dalam kotaknya, yang entah kenapa tidak pernah kehabisan ruangan tanpa menjadi lebih besar. Kotak itu seperti black hole, yang akan terus menyesuaikan untuk mengakomodasi apa yang dia terima. Rizky memerintahkan api yang membakar Sam untuk pudar. Setelah api itu hilang, dia pun melihat apa yang dibawa oleh Sam dan kali ini dia terdiam cukup lama. Uang 2 juta rupiah, ditambah dengan sebuah medali emas. Rizky mengambil medali emas itu dan menyimpannya. Dia akan memeriksanya nanti, dan dia berharap dia tidak akan lupa untuk melakukan hal itu. “Aku tidak tahu bagaimana benda seperti liontin atau medali emas seperti ini ada di sini, tetapi aku tidak bisa komplain jika mereka bisa dijual nanti,” komentar Rizky kepada dirinya sendiri seraya memasukkan medali emas itu ke dalam kotak penyimpanannya. Dia pun mengambil 2 juta rupiah tadi dan memasukkannya ke dalam kotak penyimpanan karena dompetnya sudah sesak. Jika dia memaksakan, maka dompet yang kesesakan itu mungkin akan menemui akhirnya pula.  “Aku bisa hidup seperti ini, sampai dendam bisa ku raih.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD