Bab 3

1071 Words
Rizky menghela napas lega. Dia sudah mendapatkan 2 juta 850 ribu rupiah. Itu setidaknya bisa untuk membeli makan sebulan, dan juga mencari kos untuk tinggal sementara. Oh, sekaligus mencari pakaian kala dia kembali ke dunia nyata nanti. Pakaiannya ini tentu tidak nyaman untuk digunakan di publik. Dia akan terlihat sangat aneh mengenakan pakaian yang saat ini dia kenakan di dunia nyata. “Ini lumayan,” komentar Rizky. Dia pun memutuskan untuk keluar dari menara tadi dan ponsel miliknya dia buka. Ada opsi untuk kembali ke dunia nyata di sana. Sebenarnya, Rizky sendiri memiliki banyak pertanyaan terkait ponsel itu, tetapi dia tidak peduli. Rizky memutuskan untuk kembali ke dunia nyata. *** “Baju dan celana ini totalnya 225 ribu rupiah, Mas,” ucap penjaga toko itu. Rizky mengambil pakaian itu dan membayarkan uang sesuai nominal yang diberikan. Pakaian kemeja putih dan celana hitam, ala seorang trainee di sebuah perusahaan, adalah pakaian yang dia pilih. Setidaknya, ini memberikan ilusi bahwasanya dia bekerja untuk sebuah perusahaan. Sebuah perusahaan yang tidak ada namanya, alamatnya tidak di dunia ini, dan pekerjaannya adalah menjadi pembunuh monster. Gajinya pun juga diatur oleh keberuntungan. “Selamat datang kembali,” ucap sang penjaga setelah menerima pembayaran dan mengucapkan terima kasih. Rizky pun sekarang menyusuri jalan di sekitar toko itu, mencari tempat untuk dia kos sementara waktu. Seharusnya, dengan dekat wilayah salah satu kampus ternama di kota yang dia tinggal saat ini, Bandarmasih, membuat dia bisa menemukan tempat kos dengan mudah. Dia berhasil menemukan satu tempat kos yang masih belum ada penyewa di sana. Rizky bertemu dengan sang pemilik, dan dia bersedia menyewakan satu kamar dengan harga 1 juta 100 ribu rupiah per bulan kepada Rizky. Kos pria yang fasilitasnya adalah tempat tidur dan meja belajar, dengan kipas angin sebagai pengusir panas. Kamar mandinya sendiri adalah kamar mandi luar. “Rasanya seperti dicuri uangku,” gumam Rizky. Masalahnya, dia tidak menemukan tempat lain lagi. Waktu yang tidak tepat baginya untuk mencari kos. Semoga saja menjadi pemburu di dunia lain berguna baginya. Bicara soal berburu di dunia lain, Rizky masih berpikir bagaimana bisa plester luka, obat medis, hingga liontin ada di dunia seperti itu. Setidaknya, dia lihat obat-obatan yang dia dapat adalah obat medis umum yang dijual di apotek, sehingga dapat dikatakan tidak terlalu kuat. Liontin itu sendiri mungkin bisa bernilai cukup di pasar barang antik, tetapi bagaimana dia bisa menjualnya? Rizky memutuskan untuk tidak ambil pusing, dan memilih untuk beristirahat untuk hari ini. Masih banyak yang bisa dia eksplorasi setelah dia bisa memulihkan tenaganya dari pengalaman nyaris mati. “Ini hanya permulaan. Semoga aku bisa menemukan siapapun yang membunuh keluargaku. Kekuatan ini ... semoga menjadi jalan pembalasanku.” *** Hari berikutnya, dan Rizky kembali ke menara itu. Menara yang penuh dengan misteri dan tanda tanya, tetapi layak untuk menjadi sebuah penghidupan. Rizky melangkah ke dalam menara itu, dan pakaian serba gelap miliknya kembali hadir. Dia melangkah ke menara itu, kali ini lebih yakin dari sebelumnya. “Ada penyusup!” teriak para monster di sana. Rizky tidak membuang waktu untuk mengenyahkan mereka yang berada dalam jaraknya. Api dari Mávri Fotiá beterbangan ke berbagai penjuru, mengakibatkan kebakaran hebat di lantai pertama menara itu. Monster-monster di sana, para makhluk berbentuk jelly, sebagian besar kocar-kacir dalam kepanikan mereka. Rizky tidak membuang sedikitpun keraguan untuk menghabisi mereka. “ Mávri Fotiá” “ Mávri Fotiá” “ Mávri Fotiá” Banyak sekali monster-monster jelly itu hancur lebur menjadi serpihan rupiah yang siap untuk diambil. Tidak ada perlawanan berarti dari monster di lantai satu itu, dan dia pun mulai mengumpulkan hasil perburuannya hari itu. Dia melihat sebuah tangga ke lantai dua, dan dia menyadari sesuatu. “Benar, monster besar itu tidak ada, tetapi kenapa monster di sini kembali ada?” gumam Rizky. Dia melihat ke arah tangga lantai dua itu, dan memeriksa apa yang dia bawa saat ini. “Apakah cukup untuk apapun yang bersembunyi di atas sana?” pikir Rizky mempertimbangkan barang yang dia miliki. 180 plester luka dan 40 obat-obatan warung di tangan. “Mungkin bisa, tetapi aku harus selalu mengukur situasi ke depannya,” putus Rizky pada akhirnya dan dia pun berjalan dengan pelan dan tenang menaiki tangga itu. Kala dia menaiki tangga ketiga, dia merasakan hawa dingin, seakan ada yang mengawasinya. Rizky menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya. “Oh, jadi kamu yang mengganggu menara kebesaran saya ini?” ucap sebuah suara dari langit-langit menara itu. Bulu kuduk Rizky bergetar, menandakan dia merasakan ketakutan, tetapi dia meneguhkan dirinya dan melihat ke langit-langit menara yang kosong. Dia sudah berjalan sejauh ini, sebuah suara tidak akan cukup untuk membuatnya lari. Apalagi, dia memiliki kekuatan dari Inferus, yang dia yakini lebih dari cukup untuk menghancurkan semua di menara ini. “Iya. Apakah kamu akan terus menunggu di puncak atau akan maju melawanku seperti ksatria?” tantang Rizky dengan percaya diri. Suara itu tertawa, seakan meledek kalimat Rizky. Rizky terkejut mendengar tawa yang dikeluarkan oleh suara itu. Suara yang dia yakini adalah suara seorang pria. “Kamu, bocil baru masuk sok melawanku, penguasa tanah ini? Bocil sepertimu bahkan tidak ada apa-apanya dengan bocil yang ku paksa bekerja padaku!” balas suara itu. Rizky merasakan darahnya mendidih mendengar kalimat itu. Tidak hanya dia meremehkan Rizky, dia juga sepertinya menjadikan anak-anak sebagai pekerjanya. Bukankah itu terlarang? Bagaimana dia bisa melakukan hal itu? “Oh, jadi kamu menjadikan bocah-bocah sebagai pekerjamu? Apakah kamu memperlakukan mereka seperti sampah?” tanya Rizky memancing. Dia ingin tahu, apakah hanya sebuah ejekan, atau sungguh dia benar-benar memperlakukan anak-anak seperti sapi peras. “Sampah? Mereka lebih buruk dari itu! Mereka hanyalah b***k-b***k tidak mengerti yang berusaha membayar utang orang tua mereka padaku!” balas suara itu diikuti dengan gelak tawa. Rizky benar-benar marah mendengar kalimat itu. Benar apa yang dia sangka, orang ini adalah seorang penjahat, siapapun dia. Terbesit di benak Rizky, bahwasanya mustahil seseorang bisa lolos dari hukum negeri ini begitu saja. Namun, dia berpikir kembali, mengingat bagaimana kebenaran keluarganya saja masih misterius, bahwa ada orang-orang laknat yang kebal oleh hukum. Jika dia termasuk di antaranya, maka dia harus mendapatkan hukumannya. “Saat aku berhasil mendapatkanmu, akan ku pastikan kamu membayar semua akibatnya!” ucap Rizky pelan, penuh kemurkaan. Dia pun melanjutkan langkahnya dengan kukuh, bersungguh-sungguh dengan apa yang dia ingin lakukan. Bagi Rizky sekarang, siapapun di puncak menara itu, maka dia pantas untuk dihukum dengan cara paling tragis yang bisa dia pikirkan: kematian.  “Tunggu saja. Aku akan datang membawakan hukuman untukmu. Aku akan pastikan, siapapun kamu, bahwa aku adalah hukum yang menantimu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD