Fallen meraba bekas luka operasi diperutnya. "Hahaha aku benar-benar wanita yang mengenaskan bukan? Kurasa Adrian pun akan membuangku setelah ini. Ya, karena dia memang tak mencintaiku, dia hanya bertanggung jawab pada benih yang aku kandung. Namun sekarang? Ck, benih itu sudah tidak ada yang artinya aku pun tak lama lagi akan didepaknya seperti yang ia katakan dulu padaku. Lalu, kemana aku harus pulang?"
Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Fallen. Seseorang telah datang keruangan ini tempat di mana ia dirawat. Fallen membalikkan tubuhnya untuk memastikan apa yang membuat Adrian kembali ke sana. Pria itu, pria ber jas yang berdiri di ambang pintu itu bukan Adrian.
Pria itu mendekat dengan langkahnya yang sangat ringan, Fallen melihat sebuket bunga ditangnnya. Air mata Wanita itu tak kuasa untuk tak keluar saat lengannya yang kokoh membungkus tubuh mungil nan lemahnya.
'Kak Bian... aku harus bagaimana?' Fallen menggumam dalam benaknya, ia ingin sekali membagi rasa sakitnya pada orang lain namun ia tidak bisa.
"Tinggalkan dia, Fallen. Pergi dari kehidupannya." ucap Bian dengan tiba-tiba, "untuk apa kau bertahan dengan seseorang yang tidak bisa membahagiakanmu, hm?"
Fallen terperangah akan ucapan Bian yang seolah telah membaca isi pikirannya beberapa menit lalu.
"Pergilah ke Swiss, di sana ada temanku." Pria itu kembali berbicara, namun kali ini dia mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. "Ini passpor dan ini surat cerai yang telah aku urus, serahkan ini secepatnya pada Adrian."
.
.
.
Iris kelam milik Adrian berkilat, "Diam! Aku tak butuh ceramahmu, jadi diamlah!"
Nina tak mengacuhkan peringatan Adrian, ia justru kembali bicara, mencibirnya. "Kau mencintainya tapi arogansimu itu mengalahkan cintamu rupanya."
"Aku bilang tutup mulutmu dan lepaskan aku!" seru Adrian.
"Adrian tenanglah, Mami janji akan melepaskan ikatan itu kalau kau mau tenang dan mendengarkan ucapan Mami." ujar Viona mencoba membujuk putranya.
"Tidak mau, aku mau Fallen! Mana wanita sialan itu?! Bawa dia padaku!" Adrian kembali berteriak seraya meronta minta dilepaskan. "b******k! Lepaskan aku!!!" Adrian semakin kesal karena semua orang di sana sama sekali tak ada yang mendengarkan perintahnya.
"Jangan ada yang berani melepaskannya! Biarkan dia seperti itu!" seru Nina, membuat dokter dan Maminya terkejut.
"KAKAK!!!" Adrian mengaum marah atas keputusan kakaknya tersebut.
Nina berlutut, menggapai rahang Adrian. "Dengar, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau bisa berpikir dengan jernih. Aku tidak akan melepaskan ikatan itu sebelum kau bisa merenungi semua kesalahanmu, Adrian! Kau tidak perlu menyalahkan Fallen yang pergi, salahkan dirimu yang tidak bisa menjaganya!"
Sorot mata Adrian meredup, dia memandang Mamanya, "Fallen, Mami, bawa dia padaku." gumam Adrian yang sudah mulai kehilangan suaranya.