Bab 1 : Kelinci Manis

932 Words
Satu tahun yang lalu .... . . . "If you think this project will be successfull and get higher in the future, so I don't have a reason to refuse become your investor, big investor." seorang pria asing berbicara cukup serius, dia bahkan sudah menandatangani dokumen-dokumen yang disodorkannya. Adrian memijit pangkal hidungnya yang berdenyut sejak satu jam lalu. Hingar bingar dunia malam itu sedikit membuatnya sakit kepala, bukan, bukan karena Adrian baru pertama kali datang ke tempat seperti ini, hanya saja malam ini moodnya sedang tidak baik. Adrian menatap malas Galih yang sedang mempresentasikan proyek yang akan dikerjakan beberapa waktu kedepan pada investor. Entah di mana otak Galih yang meminta membicarakan pekerjaan di tempat seperti ini bukan kafe yang jauh lebih tenang dan nyaman. Beberapa kali Adrian menguap bosan hingga Onixnya menangkap sesuatu di pintu masuk kelab, siluet gadis yang berjalan malu-malu menuju meja di pojok ruangan, tepat di hadapannya. Onixnya menajam, mengamati sosok itu lebih detail, seketika ada perasaan menggelitik yang menyergap dadanya. Gadis itu terlihat sedang mencari sesuatu namun entah apa, Adrian masih mengawasi dengan seksama. "Drian kau mendengarkan Mr. Zack?" tegur Galih melihat bosnya yang sedari tadi tidak fokus pada klien di depannya. "Hn ... aku dengar, lanjutkan." Adrian mengalihkan pandangannya, mencoba fokus pada topik yang sedang dibicarakan— "Pembangunan akan dilakukan bulan depan di daerah Majalengka, prospeknya lumayan bagus melihat daerah itu adalah kota kecil, dengan upah minimum. Proyek ini akan menguntungkan untuk masyarakat sekitar yang membutuhkan lapangan pekerjaa." ujar Galih, menerangkan pada kliennya. — oh, persetan! Adrian menyerah pada semua omong kosong berbau dollar tersebut karena ada hal yang lebih menarik perhatiannya. Manis, Adrian menggumam dalam dirinya. Jika dibandingkan dengan wanita-wanita yang pernah Adrian tiduri, ya tentu saja gadis itu kalah cantik dan sesksi, tapi ini berbeda, ada tarikan asing yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Wajah dan tingkah polosnya menunjukkan bahwa dia belum pernah ke tempat seperti ini. Gadis itu lebih terlihat seperti kelinci yang masuk ke dalam kandang singa, Adrian terkekeh saat otaknya memikirkan sesuatu yang tidak senonoh. Kelinci manis itu tidak memiliki d**a yang besar, namun Adrian yakin bahwa tangannya akan sangat pas berada di sana, memberikan remasan nikmat yang tidak bisa ditolak. Tubuhnya tidak tinggi, mungkin hanya sebatas bahu tegap Adrian, membuatnya harus menunduk jika ingin melahap bibir merah mudah mengkilat itu. Porsi badan yang tidak gemuk namun tidak juga kurus akan sangat nyaman untuk dipeluk atau dijadikan bantal guling paling hangat saat tidur. Ini akan menjadi pengalaman dan tantangan baru jika dia bisa membawa kelinci itu ke dalam kandangnya, bermain dan melumpuhkannya perlahan demi perlahan. "Pssst ..." Adrian mengernyit, kepalanya menoleh ke belakang dan ke kiri-kanannya untuk memastikan bahwa objek yang dipanggil si kelinci memang benar dirinya. 'Aku?' gumam Adrian seraya menunjuk dirinya sendiri. Gadis itu mengangguk. Adrian mengumpat, 'Apa dia baru menyadari keberadaanku? Apa dia baru sadar jika disini ada pria kaya dan tampan?' "Aku minta segelas Wine." ucap gadis itu dengan polosnya, membuat Adrian menaikkan satu alisnya tinggi-tinggi. Apa dia serius? "Beri aku segelas wine, aku malas memesan." ucapnya memohon. "Give me a kiss then you get what you want." tantang Adrian. Kelinci manis itu baru saja mendengkus, kedua bola mata indahnya berotasi jengkel. Tangannya yang kurus terangkat ke bibirnya, "Muach!" ia kemudia melemparkan tangan yang baru dikecupnya ke arah Adrian. Apa itu? Adrian tercengang, bagaimana bisa terpikirkan di otak si kelinci untuk memberinya ciuman jarak jauh ala anak ingusan? "Galih, berikan ini padanya." akan tetapi Adrian tetap menuangkan wine digelas kecil lantas menyuruh Galih memberikannya pada gadis itu. "Terimakasih." ucap si kelinci lantas meneguk habis wine tersebut. Galih kembali ke tempatnya dengan kerutan parah, "Who is she?" bisiknya yang ditanggapi sebuah endikkan bahu tak acuh dari Adrian. "Jadi ini yang kau lakukan sejak tadi? membuatku mengoceh di depan Mr. Zack sedangkan kau sibuk firtling pada gadis bau kencur?" Adrian meregangkan tubuhnya, ia bersandar pada kepala sofa dengan nyaman. "Where is Zack?" ia kemudian bertanya pada Galih. "Sudah pergi." jawab Galih kesal. Dia menyerahkan dokumen pada Adrian setengah hati. "Dia memberikan dollar yang sangat banyak. Proyek akan dimulai bulan depan." "Good." respon Adrian, dia bahkan tidak melirik apalagi membuka dokumen tersebut. Galih melihat gelas di atas meja, rasanya dia ingin melemparlan gelas itu ke wajah Adrian saat ini juga. "Lain kali aku tidak akan membuatmu hanya duduk dan menonton saja!" Adrian memberikan tatapan mematikan, "Kirimkan surat pengunduran diri kalau kau sudah bosan bekerja, Galih." Telak! Galih tidak bisa berkutik hanya dengan 10 kata yang ke luar dari mulut Adrian. "Aku harap suatu hari nanti akan ada seseorang yang bisa membuat sikap b******n dan egomu runtuh, Adrian." "Tidak akan per—" Fokus Adrian teralihkan, ucapannya menggantung di udara saat seorang pria baru saja datang. "Fallen ...." —memanggil si kelinci dan menghampirinya. Adrian menyipit, menilai penampilan pria itu dari atas sampai bawah. Fix, ia menilai pria itu sama seperti dirinya, tipe orang yang akan sibuk bergumu dengan dokumen dan wanita, tapi bukan cinta. 'Oooh namanya Fallen yah?' gumam Adrian masih memerhatikan mereka. "Bian ... akhirnya kau datang juga. Kau tahu? Aku sangat merindukanmu. Kau tega sekali tidak mau menghubungiku, apa kau mempunyai wanita lain?" racau kelinci manis, tingkahnya yang sedang merajuk membuat sesuatu dalam diri Adrian terpanggil, apalagi saat memerhatian d**a kecilnya yang mulai menempel pada si Pria. Pria yang dipanggil Bian lekas menutup hidung, mungkin karena bau alkohol yang begitu menyengat dari mulut Fallen. 'Ck, jadi ini alasannya meminta wine? Berpura-pura mabuk eh?' decak Drian melihat si kelinci yang sedang berakting. "Kau mabuk?" cecar Bian, "kita pulang!" Fallen menggeleng, dia menarik dasi Bian ke arahnya. "Ayah akan membunuhku kalau tahu aku mabuk." racaunya, berharap ada opsi lain yang akan diberikan Bian untuknya. "Bagaimana kalau ke apartemen?" tanyanya super manja. "Hn." jawab Bian singkat. "Hehehehe baiklah." sahut Fallen seraya bergelayut manja. Adrian mengepalkan tangannya, bibirnya terkatup rapat kala melihat bagaimana tubuh lemah kelinci itu terangkat ke udara, berada salam gendongan pria itu. Sial, ingin sekali Adrian menarik gadis itu dan mengurungnya dikamar, menjadikannya miliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD