Kemuning 4

1253 Words
"JIKA kau saja sahabat dekatnya tidak tau dimana dia, Muning, apalagi kami?" Kemuning melangkah dengan kecewa. Ini sudah ke tujuh kalinya dia bertanya tentang Hamid pada orang-orang yang dirasa dekat dengan pria itu. Tapi, jawaban mereka senada, tak mengetahui apapun tentang Hamid. Susahnya lagi, Hamid tak mempunyai keluarga di kota ini karena kedua orangtuanya perantau di kota ini. "Hhh..." Kemuning hempaskan nafas berat. Rasanya sulit untuk menerima kenyataan bahwa dia telah kehilangan Hamid. Seorang sahabat kecil yang tak tergantikan di hatinya. Tapi mau bagaimana lagi, harapan sepertinya sudah tertutup rapat. Mungkin, dia lebih baik pasrah pada keputusan ubak karena setelah beristikharah selama satu tiga hari, yang muncul dalam mimpinya adalah Bang Rindang. Padahal, Kemuning sangat berharap Hamidlah yang akan muncul dalam bunga tidurnya. Mungkinkah, inikah yang terbaik baginya untuknya? ~ ~ ~ Hari ini para guru tampak menyiapkan sesuatu di ruang kepala sekolah. Makanan dan minuman untuk para tamu istimewa. Mereka adalah para tenaga kesehatan dari rumah sakit umum untuk memberi pembelajaran kepada para siswa di sekolah itu. Setelah agak lama ditunggu, akhirnya rombongan dari rumah sakit itu datang. Kepala sekolah, para guru, dan staf di sekolah, menyambut kedatangan mereka. Termasuk Kemuning yang merupakan guru di sekolah tersebut. Namun, Kemuning tidak pernah menduga kalau salah satu dari tenaga kesehatan yang datang untuk memberikan pembelajaran adalah Rindang. Entahlah, apakah ini pertanda kalau Rindang adalah jodohnya? Begitu melihat Kemuning di antara guru-guru, mata Rindang langsung melebar. Seperti juga Kemuning, dia tidak menyangka kalau dirinya akan bertemu dengan Kemuning di sini. Waktu mengobrol di bawah pohon jambu, dia belum sempat bertanya dimana Kemuning mengajar. Sepertinya Tuhan memang baik kepadanya. Tuhan sengaja mempertemukannya dengan Kemuning saat ini agar rasa rindunya yang dia pendam bisa terobati. Sementara mereka berdua saling pandang, para guru tampak mengagumi sosok Rindang yang tampan, gagah, dan seorang dokter pula. ~ ~ ~ “Sepertinya kita memang jodoh.” “Maksud abang?” “Buktinya kita ditemukan di sini.” Kemuning menipiskan bibir. Rindang memang pria yang memiliki wajah dan fisik yang banyak diidolakan banyak wanita, tapi pria itu sering mengatakan hal-hal yang kurang disukainya. Buktinya barusan, Rindang sudah dengan yakinnya kalau mereka berjodoh. Kemuning tidak membalas ucapan Rindang barusan. Dia lebih untuk mengaduk es tehnya dengan pipet. Guru-guru yang tidak punya niat untuk ke kantin, jadi memaksakan diri datang meski hanya untuk membeli sebutir permen. Mereka heran bagaimana dokter tampan itu bisa mengenal Kemuning. “Gulanya sudah larut. Kenapa masih juga diaduk sih?” usil Rindang mencoba membuat Kemuning bereaksi. Kemuning melirik Rindang kesal. “Suka-suka aku dong.” “Tapi ‘kan kita datang ke kantin ini untuk berbicara dan bukan untuk mengaduk es.” “Iya, aku tau. Tapi apa yang mesti aku bicarakan? Lebih baik aku mendengar saja.” “Banyak dong yang bisa kita bicarakan. Misalnya mengenai perjodohan kita. Hm, aku sudah menerimanya lho. Aku sudah setuju untuk menikah denganmu.” Deg. Mendengar itu, jantung Kemuning berdegup kencang. Apakah dia juga harus menerima perjodohan ini seperti Rindang? “Kenapa abang menerima perjodohan ini dengan begitu mudah? Harusnya abang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berpikir bukan?” “Untuk apa lama-lama berpikir kalau aku sudah merasa cocok dengan kamu.” Kemuning menyeringai. Dia seperti mendengar sebuah lelucon. “Yang benar saja? Di kali pertama abang bertemu aku abang langsung merasa cocok?” “Kamu cantik, kamu seorang guru, dan kamu berhijab. Itu semua yang aku inginkan sebagai calon istriku. Kamu sendiri bagaimana?” “Aku…aku masih memikirkannya,” jawab Kemuning tidak enak hati. “Ya. Aku tau itu. Kata ayah, kamu belum bisa menerima aku karena masih perlu waktu untuk berpikir. Aku terima. Karena tidak mudah menerima tawaran menikah dengan orang yang baru dikenal.” “Syukurlah kalau abang mau mengerti.” “Tapi aku yakin kamu akan menerima.” Tambah Rindang lagi. Kemuning mendengus kesal. ‘Mulai deh...’ “Bagaimana abang bisa yakin begitu?” Rindang menatap Kemuning lekat. “Karena tidak ada perempuan yang tidak mau denganku. Aku dokter, tampan, mapan, dan gagah.” Kemuning no comment. Tapi mungkin dia memang harus menerima Rindang karena memang tidak punya pilihan untuk menolak. Dia lelah mencari Hamid yang tanpa kabar dan hilang bak ditelan bumi sejak memutuskan untuk merantau. ~ ~ ~ Lima belas menit sudah berlalu. Kemuning memang tidak punya waktu banyak untuk bercengkrama dengan Rindang. Masalahnya, ini bukan waktunya untuk kencan. Selain karena waktu istirahat sekolah memang sudah selesai, Rindang juga harus mengunjungi sekolah lain yang sudah dijadwalkan akan dikunjungi oleh tim-nya. Dengan berat hati, para guru wanita –khususnya yang masih muda- melepaskan kepergian Rindang. Kehadiran Rindang di sekolah ini seperti sebuah hiburan tersendiri. Mereka seperti baru melihat artis korea. Maklumlah, selain mempunyai mata yang agak sipit, Rindang juga berkulit putih mulus. Tapi kepergian Rindang meninggalkan sesuatu yang mengerikan bagi Kemuning. Lihat saja, para guru kini menatapnya dengan tajam seolah dia adalah seorang tersangka setelah mencuri sesuatu. “Hm, ayo bilang kepada kami apa hubunganmu dengan dokter itu?” “Ternyata diam-diam kamu sudah punya kekasih ya, bu? Wajar dikejar-kejar sama guru-guru lelaki di sini kamu tolak.” “Dimana ibu bisa mengenal dokter tampan itu?” Kemuning mengambil beberapa buku dari atas mejanya. “Kalian ini bicara apa sih? Siapa yang ada hubungan dengan dokter itu?” “Jangan berbohong. Cara pandang dokter tadi sama ibu itu berbeda. Seperti…” “Jangan menduga yang tidak-tidak. Sudahlah, aku mau masuk kelas.” Kemuning lalu melangkah keluar kelas. Tapi langkahnya rupanya diikuti oleh Viola sahabatnya. Viola adalah sahabatnya sejak mengajar di sekolah ini. “Kamu bisa bohong pada yang lain, tapi tidak padaku ya, Muning.” Ucap Viola tegas dan sok tahu. Viola tampak jemawa dengan ucapannya. Kemuning menipiskan bibir. “Terserah kamu mau menganggapnya apa. Tapi yang jelas, aku tidak ada perasaan pada dokter itu.” “Kalau dokter itu bagaimana?” Kemuning menggigit bibir bawahnya. Dia sulit menjawab yang satu ini. “Eee, tanya saja pada dia.” “Nomor ponselnya kamu punya?” Kemuning menggeleng. “Tidak.” “Tapi kamu sudah kenal bukan dengan dia?” “Iya, sudah kenal.” “Fix pasti ada sesuatu antara kamu dan dia.” Kemuning tak menjawab lagi. Dia melangkah cepat masuk ke dalam kelas. Semakin ditanggapi, jawabannya akan meluber kemana-mana. ~ ~ ~ Tujuh hari pun berlalu. Kini sampailah dibatas waktu yang sudah ditetapkan oleh Zainudin. Hari ini Kemuning harus memberikan jawaban pada ayahnya. Kemuning sendiri sudah pasrah. Tak ada yang tahu tentang keberadaan Hamid dan dia merasa durhaka jika menolak pria pilihan kedua orangtuanya. Mungkin, dia memang tidak berjodoh dengan Hamid. "Bagaimana?" Tanya Zainudin dengan sorot mata tajam setelah tujuh hari yang dijanjikan itu berlalu. "Kamu menerima Rindang untuk jadi calon suamiku bukan?" Tiba-tiba saja jantung Kemuning berdegup kencang mendengar tanya Zainudin barusan. Sungguh berat untuk mengatakannya, namun dia tidak mempunyai pilihan. Dia harus mengambil keputusan ini demi ayah dan ibunya yang menginginkannya segera menikah. "Ditanya kok malah diam? Bagaimana Kemuning?" Tanya Zainudin tidak sabar. Kepalanya yang sebagian rambutnya berwarna putih kemudian menggeleng beberapa kali. "Hah, ubak tidak mengerti dengan jalan fikiranmu, Muning. Kalau perempuan lain mungkin sudah langsung menerima pinangan pria seperti Rindang. Dia tampan, mapan, gagah, dan seorang dokter. Tidak ada yang akan menolak pria seperti itu. Dia itu paket komplit kalau jamu.” Kemuning menggigit bibir bawahnya. Setelah memikirkan selama dua mala mini, dan karena dia tidak mendapatkan info apa pun tentang Hamid, akhirnya dia memutuskan untuk menerima Rindang sebagai pria pilihan ayahnya. Berat memang. Tapi dia tidak punya alasan lagi untuk menolak. "Baiklah, bak. Aku menerima bang Rindang sebagai calon suamiku.” Ucap Kemuning akhirnya. Bersambung…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD