Dinner Mate 2

1874 Words
*** Happy Reading... Seokarnoe-Hatta International Airport. Anne sedang duduk menunggu jadwal keberangkatannya ke Bali. Dia mengambil penerbangan pagi supaya cepat sampai di Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar Bali. Dia tidak terlalu membawa banyak barang, cukup yang penting-penting saja yang dibawa. Penampilan dia juga sederhana, hanya kaos oblong, celana jeans, sebagai pelengkap memakai topi di kepalanya. Disaat dia sedang membuka aplikasi warna biru, tiba-tiba ponsel miliknya berdering di sana nama Bora sahabatnya di layar, Anne menggeser warna hijau di ponselnya. >>Hay Ne ... lo udah sudah sampai? Bora mengajak Anne Videocall. Anne mendengus kecil mendengar pertanyaan Bora. > Belum Debbora, gue masih menunggu di bandara. >>Gue kira lo udah sampai, makanya lo angkat vidcall gue. Anne memutar bola matanya malas. > Gue angkat karena gue belum masuk ke dalam pesawat Bora! Jawabnya sedikit kesal. Di sana Bora terkekeh pelan, dia menolehkan kepalanya ke Anne. Keningnya berkerut ketika melihat penampilan santai Anne. >> Lo akan bepergian, tapi penampilan lo kaya gitu? tanya Bora heran. Anne memindai tubuhnya sendiri. > What's wrong with my style Debbora? Jawab Anne santai. >>Penampilan lo bukan seperti orang yang akan bepergian, Ne ... tapi kaya gembel tahu nggak. Bora geleng-geleng kepala di layar ponsel milik Anne. > Tckk, walaupun penampilan kaya gembel menurut lo, gue tetep cantik kok. >> Terserah lo deh Ne ... suka-suka lo, ok. Bora mengalihkan tatapan ke laptop miliknya. > Sudahlah Ra, gue mau masuk pesawat dulu. Sebentar lagi mau Flight. >> Ok..Take care Ne..ingat! Kalau ada apa-apa lo langsung kabari gue. Anne berdecak mendengar perkataan Bora, tapi tak bisa dipungkiri hatinya menghangat karena perhatian Bora. > Iya, iya Samantha Debbora. Gue akan inget pesen lo. Anne mematikkan videocall nya tanpa menunggu jawaban Bora. Sudah dipastikan bahwa sahabatnya menggerutu kesal di sana. Anne masuk ke dalam pesawat yang akan membawanya terbang menuju Bali. Dia mengecek nomor kursi yang ada di tiketnya. Ternyata Anne duduk berdampingan dengan seorang wanita dewasa seumurannya yang berpenampilan modis, berbanding terbalik dengan penampilannya. "Permisi ya, Mbak." Wanita dengan bibir dipoles berwarna merah menggoda itu tersenyum ke arah Anne. "Silahkan Mbak." Dibalas ramah oleh wanita itu. Anne mendudukkan dirinyaya tepat di samping wanita itu. "Anda mau liburan?" tanya wanita itu setelah pesawat sudah berada di atas awan. Anne menoleh ke arah wanita itu yang sedang tersenyum ke arahnya. "Iya saya mau liburan, Mbak. Anda juga?" Wanita itu tersenyum lalu mengangguk. "Hem ... sekalian mau jenguk pacar saya, katanya dia kangen banget sama saya." Dia terkekeh setelah mengucapkan itu, Anne sendiri ikutan terkekeh mendengarnya. "Anda juga mbak?" Anne menganggukkan kepalanya. "Iya mau bikin kejutan buat pacar saya, mau ngerayain jadian kita yang setahun," jawab Anne dengan tersenyum lebar. "Wahh ... pasti pacarnya beruntung sekali ya punya pasangan seperti Mbak." Anne tersenyum kikuk mendengar perkataan wanita itu. "Ahh nggak juga Mbak ... panggil saya Anne." Anne mengulurkan tangannya ke wanita itu. "Grace." Dia membalas uluran tangan Anne dan menjabatnya. "Salam kenal Mbak Grace." Grace tersenyum manis, senyum yang bisa memikat lawan jenis. "Salam kenal juga Anne, semoga kejutannya berjalan lancar ya ...." Anne tersenyum lebar. "Terima kasih Mbak Grace." Obrolan pu masih berlanjut. Menceritakan apa saja yang menurut mereka menarik, kebetulan mereka juga mempunyai hobby yang sama yaitu menonton drama. Setelah kurang lebih dua jam pesawat di udara. Akhirnya pesawat yang membawa Anne ke Bali telah sampai di bandara. Anne dan Grace keluar barengan dengan bawaan mereka masing-masing. "Lain kali kita ketemu lagi ya Anne." Grace berjabat dan memeluk Anne singkat. "Iya Mbak. Kapan-kapan kita ketemu lagi." Anne membalas pelukan Grace. Mereka mengurai pelukan setelah beberapa detik berpelukan. "Ya sudah Mbak duluan ya, Ne ... sudah dijemput sama dia." Telunjuk Grace menunjuk sebuah mobil berwarna merah yang terparkir di parkiran bandara. Anne menoleh mengikuti arah yang ditunjukkan Grace, kemudian dia kembali menoleh ke Grace. "Iya silahkan, Mbak," jawab Anne dengan senyuman. "Bagimana kalau kamu ikut saja sama kita, Ne?" tawarnya. "Ahh tidak usah, Mbak. Lagipula hotel yang aku pesen deket kok." Anne menolak tawaran, membuat Grace cemberut. Melihat Grace cemberut Anne meringis tidak enak. "Ya sudah ... kalau gitu Mbak tinggal dulu ya Ne, takut kekasih Mbak marah." Anne mengangguk. Grace melambaikan tangan ke Anne. Dia melangkah sambil menggeret koper kecil miliknya menuju mobil berwarna merah. Anne mendesah melihat punggung milik Grace, dia tentu saja senang memiliki teman baru. Mungkin lain waktu dia bisa ajak Grace ketemu dan mengenalkannya pada Bora. Tangan Anne menyetop sebuah mobil taxi yang melaju ke arahnya. "Hotel Mahendra, Pak," ucap Anne setelah duduk di jok belakang mobil. "Baik Nona." Sang supir melajukan mobil ke alamat hotel yang di beritahu penumpangnya. Taxi yang membawa Anne telah sampai di hotel Mahendra. Dia turun dari taxi kemudian mengambil kopernya yang berada di bagasi. "Terima kasih ya Pak." Anne tersenyum ke sang supir. "Sama-sama Non, selamat liburan." Anne tersenyum lalu mengangguk. *** Anne berjalan menuju hotel, banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan memuja terutama laki-laki. Padahal penampilan Anne biasa saja bahkan terkesan urakan, tapi tidak mengurangi aura kecantikan Anne.Sepasang mata tajam milik seorang pria dengan bola mata indah melihat Anne dari jarak jauh. Bukan karena terpesona, tapi cukup heran dengan gadis yang berpenampilan sederhana itu, membuat dia tersenyum tipis, ternyata masih ada seorang gadis yang tidak peduli dengan penampilannya. Setelah sampai di depan kamar, Anne membuka pintu kamar hotel yang sudah dia pesan lewat aplikasi online. "Ternyata bagus banget hotelnya." Anne berjalan melihat mengelilingi kamar hotel tempatnya menginap. Setelah puas melihat-lihat, dia membuka isi koper miliknya. Dia mengeluarkan sebuah dress cantik untuk datang ke restoran milik sang pacar dan ingin memberi kejutan kepadanya. "Masih ada waktu untuk tidur sebentar, supaya nanti malam tidak ngantuk ketika sedang bersamanya." Anne berdiri dari jongkoknya menuju kasur untuk mengistirahatkan diri. Anne menatap langit-langit kamar hotel, hatinya berdebar kencang. Tapi anehnya bukan debaran yang biasa seperti yang sebelumnya. "Sudahlah ... nggak usah dipikirin. Lebih baik tidur dulu sebelum ketemu Rendi." Waktu menunjukkan pukul 19:30 WITA. Anne sedang berdiri menatap dirinya di cermin. Tubuhnya yang langsing dibalut dengan sebuah dress jadi membuat kecantikan Anne berlipat. Anne tanpa polesan make up saja sudah cantik, apalagi kalau dipoles make up. "Sudah cukup, nanti Rendi bisa terpesona melihat penampilanku." Anne terkikik sendiri setelah mengatakan itu. Dia keluar dari kamar melangkahkan kakinya dengan anggun. Seperti biasa banyak pasang mata yang menoleh ke arahnya, tapi Anne tidak peduli. Dia menuju kedepan hotel, di mana ada sebuah taxi yang dia pesan. "RAnd'S Caffe, Pak." Sang supir menganggukkan kepalanya sopan. Kurang lebih setengah jam taxi yang membawa Anne telah sampai di depan Caffe milik pacarnya itu. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih ke sang supir taxi, Anne melangkahkan kaki jenjangnya sambil membawa papper bag yang akan diberikan ke Rendi. "Hallo Yo." Dengan ceria Anne melambaikan tangannya ke arah Ario orang kepercayaan Rendi. Berbeda dengan Ario yang melebarkan matanya setelah melihat Anne. "Hallo Mbak Anne," jawab Ario gugup. "Rendi ada kan?" tanya Anne membuat Ario semakin gugup. "Ario. Rendi ada kan?" Anne bertanya sekali lagi karena Ario belum menjawab pertanyaannya dan malah kelihatan gugup. "A--- anu Mbak ... anu." Anne berdecak kesal melihat Ario yang sudah gemeteran. "Sudahlah aku masuk aja." Anne meloyor menuju caffe milik pacarnya. Dia sudah paham caffe itu karena beberapa kali dia datang. "Eehh Mbak, Mbak. Aduh mampus gue, kalau Mbak Anne tahu bisa berabe Boss Rendi." Ario merutuki dirinya. Anne berjalan santai caffe dengan percaya diri, beberapa orang karyawan Randi menatapnya terkejut melihat kedatangan Anne, tapi Anne malah menyapanya dengan santai. Anne menaiki tangga menuju ruang milik Randi yang berada di lantai dua. Hatinya berdebar kencang karena akan bertemu dengan pacarnya itu. "Kejutan!!" Anne berteriak setelah masuk ke ruangan milik Rendi. Dia langsung terpaku, tubuh dia menegang ketika dia tahu di depannya Rendi sedang berciuman mesra dengan seorang wanita. "Anne," ucap Rendi setelah melepaskan pagutannya. Dia terkejut melihat Anne datang, sama dengan wanita yang tadi berciuman mesra dengan Rendi. Anne mengabaikan panggilan Rendi. Dia memindai seluruh ruangan Rendi yang sudah berantakan. Anne kembali menatap Rendi dengan tatapan terluka dan kekecewaan. "Kalian ...." Anne tertawa miris, dia tidak menyangka bahwa seorang wanita yang ditemuinya di pesawat bahkan sempat mengobrol dengannya adalah dia yang tadi berciuman mesra dengan sang pacar. "Kita putus, Ren," ucap Anne datar. "Baguslah ... kamu minta putus sekarang. Jadi aku tidak bersusah payah memutuskanmu." Tanpa rasa bersalah Rendi mengatakan itu ke Anne. "Sebelumnya ... aku mau tahu Ren. Kenapa kamu lakuin ini ke aku. Apa salahku?" tanya Anne dia sedang menahan laju air matanya. "Kamu tidak salah, Ne. Hanya saja aku juga perlu kebutuhan biologis," jawab Rendi santai. Lagi-lagi Anne tertawa miris, sebutir air mata jatuh ke pipi yang langsung diusap kasar oleh Anne. "Jadi karena itu?" Rendi menganggukkan kepalanya. "Kamu berengsek," desis Anne, yang dibalas dengusan oleh Rendi. Anne menolehkan kepala ke arah wanita yang sedari tadi diam menunduk. Tangan dia sedang menutupi dadanya yang terbuka karena ulah Rendi. "Mbak Grace." Grace mendongakkan kepalanya, dia merasa bersalah ke Anne. "Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi dengan keadaan seperti ini," ucap Anne dengan napas tercekat. Dadanya nyeri melihat penghianatan yang dilakukan oleh pacarnya ditambah kekecewaan Anne ke Grace. "Kenapa Mbak lakuin ini ke aku, Mbak?" Anne memukul d**a pelan berharap dia itu bisa mengurangi rasa sakit di hatinya. "Anne ...." Grace mencoba mendekati Anne. "Stop!! Jangan mendekat." Anne mencegah Grace yang ingin datang menghampirinya. "Ini kali pertama dan terakhir kita bertemu Mbak, dan semoga Mbak tidak seperti aku di kemudian hari," ucap Anne ke Grace. "Dan untukmu Rendi, semoga kamu tidak menyesal setelah penghianatan yang kamu berikan ke aku." Anne melempar papper pag yang ada di tangannya ke muka Rendi. Anne berlari dari tempat itu sambil menangis. Banyak orang yang memperhatikan dia, tapi Anne tidak peduli. Dia bersumpah dalam hati tidak akan menginjakkan kakinya di sini dan tidak ingin melihat Rendi lagi. Anne terus berlari bahkan dia sudah mencopot heels miliknya yang sudah dibuang entah kemana. Sekarang dia sedang berdiri di sebuah jembatan. Penampilannya sudah sangat acak-acakan. Anne menatap datar ke sungai. Jembatan ini cukup sepi hanya beberapa kendaraan saja yang melewatinya setiap hari. Dia mengingat setiap momen bersama Rendi. Masa-masa itu begitu indah menurut Anne. Dia mencintai Rendi itu sudah pasti, tapi dia tidak menyangka bakalan dikhianati oleh orang yang dicintainya. Anne tertawa dan menangis bebarengan, dia merasa bodoh menjadi wanita. Entah pikiran darimana Anne naik ke besi yang ada di jembatan. "Aku sakit ...." Anne menutup matanya. "Hei!! Anda jangan gila." Belum sempat Anne terjun, tangannya sudah ditarik seseorang. "Lepas!! jangan halangi aku!!" Anne mencoba menghempaskan tangannya dari orang itu. "Tidak, kamu tidak boleh melakukan itu." Orang itu sekuat tenaga mencegah Anne yang memberontak. "INI BUKAN URUSANMU!!" Teriak Anne masih berusaha melepaskan diri dari cekalan orang itu di tangannya. Seseorang itu memberanikan diri memeluk Anne, dia tidak peduli punggungnya dipukul oleh Anne yang terus memberontak di pelukan. "Setidaknya kamu pikirkan tentang keluargamu." Tubuh Anne menegang, dia tidak memikirkan keluarganya. Akhirnya Anne tidak lagi memberontak, dia menangis kencang dan sangat pilu bagi orang yang mendengarnya. "Jangan lakuin itu, bunuh diri itu dosa besar." Orang itu mengelus punggung Anne yang masih saja menangis. Sekitar 15 menit Anne menangis tiba-tiba tangannya melemah dan dia tidak sadarkan diri. Orang itu mengurai pelukan untuk melihat Anne yang pingsan. "Hei, bangun, Nona." Dia beberapa kali menepuk pipi pelan Anne. "Duuhh ada aja orang yang seperti ini." Dia membopong tubuh Anne, memasukkan Anne ke dalam mobil kemudian dia melajukan mobil menuju hotel miliknya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD