Dinner Mate 1

1801 Words
*** "Hallo ... good morning everyone." Semua orang menolehkan sumber teriakan tadi. Dimana ada gadis cantik dengan tinggi semampai berdiri dengan percaya dirinya menyapa semua orang yang berada di dalam ruangan itu. "Gue baru dengar ada orang sudah telat masuk kantor, dengan percaya dirinya malah menyapa semua orang, seakan-akan dia nggak punya dosa," gerutuan seseorang dengan dipenuhi cibiran. Gadis cantik itu mendekati temannya tadi. Dia tidak peduli dengan sekitarnya dan semua orang di ruangan itu juga sudah tahu bagaimana tingkah ajaibnya, dia adalah Jihyo Adrianne atau biasa dipanggil Anne. "Lo jangan terlalu serius bekerja Samantha Debbora, biar nggak stress." Gadis itu duduk di samping temannya. Karena kubikel mereka berdampingan. "Lo kira, lo waras gitu. Lo juga sedikit stress, walaupun nggak serius bekerja," balasnya tanpa menoleh ke Anne. "Neng Bora terlalu lama jomblo, makanya mulutnya lebih tajam dari singa betina kami." Bora memutar bola matanya malas mendengar ucapan Anne. "Ehh by the way, Bor. Si singa betina udah datang belum?" tanya Anne sambil membuka komputer miliknya. "Lo emang nggak ada akhlak, Ne. Lagipula panggil gue Tata jangan Bora atau Boraks!" kesalnya. "Bibir gue itu kalau udah ngucapin satu kata ya udah. Nggak bisa dirubah dan nggak bisa diganggu gugat," jawab Anne membuat Bora semakin kesal. "Terserah lo deh Ne ... lama-lama gue bisa mati berdiri ngadepin lo yang nyebelinnya tingkat alam semesta." Anne terkekeh pelan, suatu kesenangan tersendiri membuat teman-temannya kesal. "Anne! Tolong ke ruangan saya." Anne yang hampir membuka mulut untuk membalas perkataan Bora berhenti seketika mendengar dia dipanggil seseorang. Bisa dipastikan bahwa yang memanggilnya adalah Jean Tan, bossnya. "Ngapain singa betina itu memanggilku?" "Mungkin lo akan dipindah tugaskan ke cabang, karena selalu telat masuk kantor," celetuk Bora. "Aaww sakit JIHYO!" Bora mengelus keningnya yang tadi disentil oleh Anne, sementara Anne sendiri tertawa jahat. "JIHYO ADRIANNE!!" Anne menghentikkan tawanya seketika. "Iya, iya I'm coming, Bu ...." Anne melipir ke ruangan bossnya itu. "Nggak sabaran banget sih perawan tua itu." Anne menggerutu pelan. Tok tok tok ... "Masuk Ne." Anne membuka pintu bossnya. Jean sedang duduk di sofa single kesayangannya. Mata dia sedang menatap ponsel miliknya, mengetik pesan untuk seseorang. "Duduk Anne." Anne mendudukkan dirinya setelah beberapa menit berdiri. Anne duduk di salah sofa panjang milik bossnya. Dia sedikit jengah karena hampir 10 menit bossnya itu belum memulai pembiracaan. Jean meletakkan ponsel di atas meja lalu menoleh ke arah Anne yang sedang menatapnya. "Kamu punya ide tidak. Buat penonton jadi semakin bertambah di perusahaan kita ini?" Anne mengerjapkan matanya beberapa kali. "Maksud Ibu kita buat rating naik karena banyak yang menonton begitu ya, Bu?" Jean menganggukkan kepalanya. "Iya benar. Akhir-akhir ini jumlah penonton kita semakin menurun," desahnya. Anne mencoba berpikir, tiba-tiba otak liciknya memberitahu sesuatu. Tentu saja ini akan menjadi keberuntungan dia, meminta izin cuti ke bossnya tanpa bersusah payah. Sound good right ...hatinya menyeringai. Dia memberikan ide kepada bossnya, tapi sebelumnya dia akan meminta izin cuti dulu buat bersenang-senang. Dia terkikik sendiri membuat Jean mengerutkan kening dan badannya merinding melihat Anne. "Kamu kenapa, Ne?" tanyanya takut-takut. Anne menghentikan kikikannya seketika. Anne salah tingkah ditatap Jean bossnya dengan tatapan heran. "Ibu mau saya memberikan ide, bukan?" Jean mengangguk semangat. "Tapi saya tidak bisa berpikir jernih, Bu. Untuk sekarang." Kening Jean berkerut. "Maksud kamu?" tanyanya bingung. "Ya kalau orang mendapatkan ide kan, pikiran harus jernih dan dalam suasana tenang," ucap Anne. Kening bossnya semakin berlipat. "Jihyo, cukup basa-basinya, sebenarnya kamu mau apa? tidak usah berbelit-belit." tanya Jean tidak sabar. "Saya mau izin cuti dulu sebelum mengemukakan ide, Bu," jawab Anne dengan tampang memelas. "Tidak, tidak, tidak. Kamu disuruh mencari ide malah meminta cuti." Anne mengkerut melihat bossnya yang dijuluki dia singa betina itu. Tapi dia masih mencoba merayu bossnya itu. "Ibu kan tahu ide itu mahal," jawab Anne menunduk hanya saja matanya melirik Jean. Jean menghempaskan tubuh kasar ke sofa, dia memijit pelan pelipisnya. Bawahan dia itu benar-benar sesuatu pikirnya. "Ya itu sih tersera, Ibu. Lagipula ya, Bu, kalau saya tenang kan bisa mendapatkan ide yang lebih bagus lagi, lebih maksimal lagi pendapatannya." Anne masih berusaha merayu bossnya itu. Selagi masih ada kesempatan, kenapa tidak. hihihihii Jean melirik kesal ke Anne, tapi yang diucapkan Anne ada benarnya juga sih. "Ya sudah ... demi perusahaanku kamu saya kasih izin cuti selama tiga hari." Mata Anne berbinar-binar dengan bibir tersenyum lebar karena Jean mengizinkannya cuti. "Tapi ada dengan ketentuan dan syarat berlaku tentu saja." Senyum Anne meredup ketika melihat seringai tipis bossnya. "Apa itu, Bu?" tanya Anne. Hatinya ketar-ketir tidak karuan, syarat apa yang akan diajukan Jean kepadanya. "Ya kamu harus bawa ide itu dong, Anne. Jangan sampai kamu sudah saya kasih izin tapi nggak dapat ide apa-apa. Tentunya bisa rugi saya." Anne mendesah pelan ternyata itu, toh. "Easy, Bu ... by the way ya bu. Hari ini Ibu cantik banget deh." Bukannya tersanjung dengan pujian Anne, justru Jean mencibir. Basi, pikirnya. "Dari dulu saya sudah cantik, Adrianne!" Jean mengibaskan rambutnya yang diwarnai pirang ke belakang. Anne terkekeh mendengar kenarsisan bossnya itu. "Sudah sana kembali bekerja Anne." Jean menyambar ponselnya setelah mengatakan itu ke Anne. Anne beranjak dari duduknya, kemudian membenarkan rok sebentar. "Terima kasih Ibu Jean yang paling baik." Jean hanya menjawab dengan deheman. Anne berjalan menuju keluar ruangan milik bossnya. Setelah pintu tertutup oleh Anne, Jean menggelengkan kepalanya. "Gadis itu benar-benar licik," ucapnya sambil tersenyum tipis. *** "Woohoo ...." Anne berjingkrak kegirangan setelah keluar dari ruangan bossnya. Semua orang yang berada di ruangan itu tentu saja heran melihat Anne. Sebenarnya bukan hal yang aneh lagi mereka melihat tingkah Anne yang ajaib. Tapi terkadang mereka masih bingung sendiri tentunya. Bora mendekati Anne, dia menempelkan punggung tangannya ke kening Anne. "Apaan sih lo?!" Anne menepis kasar tangan Bora. "Gue cuma mau ngecek, takutnya lo butuh Dokter." kening Anne berkerut. "Buat Apa?" tanya Anne. "Buat memeriksaan kejiwaan lo, Jihyo." Anne mendelik ke Bora. "Lo kira gue gila, jangan aneh-aneh deh Boraks." Anne mengibaskan rambut, bahkan mengenai wajah Bora dan membuat Bora menutup matanya seketika. "Kalian juga kenapa liatin gue sampai kaya gitu? Baru tahu ada cewek secantik gue." Semua teman kantor ada yang menggelengkan kepala dan ada juga yang mencibirnya. Sementara Bora yang mengekor di belakang Anne memutar bola matanya malas. Anne mendudukan dirinya di kursi kerjanya. Senyum dia melebar hampir sampai ke telinga. Bora yang melihat senyum Anne bukannya ikut tersenyum malah merinding. Di mata Bora senyum lebar Anne lebih menyeramkan daripada melihat Anne diam. "Ne, please deh hilangin senyum lo yang mirip boneka Annabelle itu." Anne mendelik tidak terima. "Syirik aja lo Debboraks!" Bora berdecak kesal. "Suka-suka lo aja deh Jihyo Adrianne!" ketus Bora. "Gini ini kalau kurang kasih sayang pacar, makanya sering marah-marah." Anne terkikik setelah mengatakan itu. "Dan lo kelebihan kasih sayang pacar, makanya jadi tambah tidak waras alias gila." Suara Bora naik satu oktaf. "Woi!! Kerja, jangan teriak-teriak. Ini bukan hutan." Anne meringis kesalah satu temannya yang menegur. "Maaf ya guys ... Bora kadang-kadang aneh seperti itu. Jadi tolong maklumi yaa ...." Mata Bora melotot mendengar ucapan Anne. "LO YANG ANEH JIHYO!?" kesalnya. "Sstt ... sudah sudah Bor, malu sama teman-teman." Bora semakin kesal ke Anne. "Suka-suka lo deh Jihyo!" Ketika Bora kesal pasti dia akan memanggil nama Anne dengan Jihyo. Anne tertawa renyah setelah membuat Bora sahabatnya kesal. Setelah perdebatan yang tidak ada artinya sama sekali. Akhirnya Anne dan Bora kembali bekerja. Anne sendiri sangat bersemangat karena dia akan cuti dan akan pergi ke Bali untuk merayakan sebuah kejutan untuk pacarnya. Anne dan pacarnya terpaksa harus berpacaran jarak jauh, karena sang pacar harus mengurus cabang Caffenya yang ada di Bali. Sampai siang senyum Anne tidak pergi dari bibirnya. "Ne, tolong hilangin deh itu senyum lo." Anne menaikkan satu alisnya. "Sebenarnya apa yang salah pada diri gue, selain cantik dan pintar tentunya." Bora mendengus kesal. "Lo benar-benar sesuatu Anne." Anne tersenyum senang padahal Bora sedang mencibirnya. "Gue penasaran ... apa yang membuat lo senyam-senyum begitu." Anne tersenyum misterius. Dia mencodongkan badannya ke arah Bora. "Gue dapat izin cuti dari Bu Jean," ucapnya berbisik. Mata Bora melebar mendengar perkataan Anne. "Serius, Ne?" Anne menganggukkan kepalanya semangat. "Seribu rius malah," jawab Anne dengan senyum lebar. "Emang lo mau kemana?" Anne menunduk tersenyum. Kening Bora berlipat, tiba-tiba matanya langsung melotot setelah sadar sesuatu. "Jangan bilang ...." Anne bertepuk tangan heboh. "Betul. 100 buat Samantha Debbora." Bora mendesah pelan setelah tahu dugaannya benar. Sejujurnya dia malas ketika membahas pacar Anne itu. Sebagai sahabatnya Anne, Bora mempunyai feeling tidak baik terhadap pacar sahabatnya itu. Tapi dia tidak tahu apa itu. "Lo yakin, Ne. Mau pergi ke sana?" Anne mengangguk. "Sure ... why not," jawab Anne menyedot jus strawberry miliknya. Lagi-lagi Bora mendesah pelan. Di mata Bora sahabatnya itu terlalu kalau sudah menyangkut tentang cinta. "Makanya, Bor. Lo cepetan punya pacar. Jadi tahu seberapa menyenangkan kalau kami sedang bersamanya." Bora memutar bola matanya jengah. "Nggak ...g ue mah nggak mau pacaran," ketus Bora. "Dan tolong Nona jangan panggil saya Bor' sekalian saja Bora atau Tata," lanjutnya. "Panggilan Tata itu terlalu manis, Bora." Bora berdecak kesal. Sepertinya dia akan selalu kesal ketika berdekatan dengan Anne. "Terserah lo deh, Ne. Ngomong sama lo bisa bertambah dosa gue karena kebanyakan kesal." Anne terkekeh pelan. "Iya benar, Ra. Lo kan dosanya udah banyak." Anne semakin menyulut kekesalan Bora. "Emang ya kalau namanya Jihyo Adrianne itu nggak punya akhlak." Bukannya marah Anne malah tertawa. "Sudah puas tertawanya, Nona!" Cibir Bora setelah Anne menghentikan tawanya. "Ehmm ...." Anne berdehem sekali tangan dia meraih gelas yang ada di meja lalu menyedot minumannya. "Lo udah beli kadonya, Ne?" tanya Bora setelah membalas pesan dari kakaknya. "Sudah dooong," jawab Anne bangga. "Gue nggak tau sih ya ... tapi ini feeling gue aja, lo kalau ada apa-apa langsung kabarin gue," ucap Bora tanpa menoleh ke Anne. "Emang apa feeling lo?" Bora mendongakkan kepala, menatap Anne lalu menghedikkan bahunya. "Gue nggak tahu ... buat berjaga-jaga aja sih." Anne mendengus kecil. "Kekhawatiran lo nggak berdasar, Debbora!" tukasnya sedikit kesal. "Ya kan ... itu feeling gue, Ne," jawab Bora. "Enggak lah ... selama setahun gue pacaran sama Rendi. Dia nggak pernah macam-macam, kok." Bora menghembuskan napasnya pelan. "Gue cuma bilang berjaga-jaga, Anne." Bibir Anne mengerucut beberapa senti. "Tapi gue yakin. Rendi pacar yang baik," kekeh Anne. "Terserah lo deh, Ne ... yang pasti kalau lo ada bantuan di sana. Lo harus hubungi gue." Anne mendesah pelan. "Ok, ok, gue akan kabari lo setiap saat. Puas lo!" ucap Anne sedikit ketus. Anne melihat jam mungil yang ada di pergelangan tangan kirinya. "Ayo kita balik kerja ... sebelum singa betina itu ngamuk dan gue dibatalin lagi izin cutinya." Anne beranjak dari duduknya. "Setelah mendapatkan izin cuti masih aja lo panggil Bu Jean singa betina," cibir Bora. "Iya ya lo bener ... harusnya gue mencium pipinya Bu Jean kali ya ... hahaha." Anne tertawa renyah sambil berjalan menuju ruangan tempat dia bekerja. Dia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum dia pergi ke tempat itu. Dia akan memberi sebuah kejutan untun Rendi Dwi Sasono, pacarnya. Tapi Anne tidak tahu, kebahagiaannya hancur seketika setelah dia sampai di sana. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD