"Gimana pendekatan lo sama Seza? berjalan dengan lancar kah?" tanya Danu pada Altha. Saat ini mereka sedang duduk di taman kampus.
"Lancar sih, tapi gue uda gak sabar buat jadiin dia pacar," jawab Altha jujur.
"Lahh yaudah kalau gak sabar, tembak aja sekarang. Nunggu apa lagi?" tanya Danu lagi.
"Itu masalahnya, Seza pertama gue tembak gak mau. Nah saat gue mau nembak dia lagi, gue takut," ungkap Altha sambil menghela nafasnya.
"Astaga, g****k lo! masa gitu aja takut! ya kalau lo gak nembak dia gimana kalian mau pacaran? emang Seza yang mau nembak lo? ya gak mungkin kan. Otak lo isinya apa sih? tanah? oon banget," maki Danu kesal.
Altha menatap Danu tajam. "Uda kata-katain aja gue, kata-katain terus!!"
"Uda buruan dah lo ajak si Seza pacaran, kalau enggak entar keburu sama orang lain, nah baru tau rasa kalau itu elonya."
Altha menghela nafasnya lelah. Dia bingung ingin mengungkapkan perasaannya pada Seza dengan cara bagaimana.
"Gimana ya buat momen romantisme biar Seza mau nerima gue? ya setidaknya biar dia segan untuk nolak gue lah," Altha sedang mencari cara.
"Kasih dia mobil, rumah, tanah, sama perusahaan. Terus ajak dia pacaran di depan banyak orang, nah pasti dia segan untuk menolak lo. Coba aja kalau lo mau, siapa tau lo beruntung," ujar Danu memberi saran.
"Njirr!! gila lo!! masa iya harus sebanyak itu? itu baru nembak, gimana pas mau ngelamar? gak sekaya itu gue. Gue baru aja punya satu perusahaan, gimana caranya gue ngasih Seza harta berlimpah ruah?" tanya Altha kesal.
"Ya kalau gitu serah lo dah. Gue gak ahli dalam yang begituan," Danu memutar bola matanya malas.
*****
"Gimana hubungan lo dengan si Altha? lancar jaya atau ada kendala?" tanya Aqila pada Seza. Saat ini mereka sedang nongkrong di kantin.
"Ya lancar sih, tapi ya mau gimana lagi? dia gak ngungkapin perasaannya ke gue. Ya gue harus apa? harus ngungkapin duluan? idihh jijay, gak mungkin lah uy. Malu lah gue, gimana ceritanya tuh, mau ditaruh mana muka cantik gue?"
Aqila memutar bola matanya malas. "Ck, itu gak ada kemajuan namanya berarti. Mandek lah ya? gak peka atau gimana tuh cowo?" tanya Aqila lagi.
"Pertama kali kenal, si Fandra uda ngajak gue pacaran, terus gue tolak dah mentah-mentah. Apa karena itu kali ya dia jadi gak mau nembak gue lagi, takut ditolak kedua kalinya?" Seza juga merasa bingung.
"Bisa jadi sih, lagi pula emang salah lo. Kalau lo suka ngapain lo tolak dia? oon banget sih!"
Seza menatap tajam Aqila. "Itu baru kenal, njir. Ya kali langsung gue terima, gila ya lo?"
"Ya kalau lo ngerasa cocok, gasak aja lah! nunggu apa lagi? kalau gini baru tau rasa kan lo? gak ditembak-tembak sama Altha, serasa digantungi. Ck, miris banget sih jadi elo." Aqila meledek Seza.
"Tau gak? pas malam Minggu itu, yang gue jalan sama Fandra, Fandra tuh ungkapin perasaannya ke gue. Tapi dia gak ngajak gue pacaran. Gimana ceritanya coba? ya kali gue yang bilang ayo pacaran. Kan gak logis." Seza memasang wajah cemberutnya. Jika mengingat malam itu, Seza benar-benar kesal pada Altha.
"Au ahh, mikirin hubungan kalian gue pusing. Mendingan gue mikirin murid-murid karate gue. Lagi pula gue kan jomblo ya, mana ngerti soal begituan," sindir Aqila. Pasalnya Seza pernah menghinanya tak mengerti soal cinta karena dirinya jomblo.
"Njir!! pengen gue tabok, tapi temen," Seza mengumpat kesal.
"Pantes aja lo gak laku-laku, gak ada juga yang mau deketin elo. Taunya karate aja, taunya gelut aja. Coba deh sekali-kali ngaca, lo itu cewek lali, bukan cowok. Lo juga butuh pasangan, mikir dong. Masa mau jomblo terus seumur hidup." Seza mengomel pada Aqila.
Aqila menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa lo jadi lari ke gue? ini lo lagi curhat tentang hubungan lo dan Altha loh, bukan tentang gue dan predikat kejombloan gue. Jadi please dah lo mikir aja gimana hubungan kalian, gak usah ngurusin gue yang jomblo happy."
"Bukan apa-apa nih ya, Qila. Tapi gue rada takut juga sih," ujar Seza tiba-tiba.
Aqila langsung menatap Seza dengan ekspresi bingungnya.
"Rada takut? takut apaan nih? takut ketikung sama cewek-cewek lain yang lebih cantik dari lo?" tanya Aqila serius.
Seza menggelengkan kepalanya.
"Jadi takut apaan, njir? takut gak bisa bayar nih makanan di kantin?" tanya Aqila kesal.
Seza kembali menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya jadi apaan, bangke? lo ngeselin banget sih! pengen getok pala lo make palu jadinya," gerutu Aqila kesal.
"Gue takut lo belok," ujar Seza tiba-tiba.
Aqila langsung meringis. "Apa? lo takut apa?" tanyanya ulang.
Seza mendekati Aqila, lalu berbicara dengan pelan agar tak ada yang bisa mendengar ucapannya.
"Gue takut lo belok, gue takut lo gak normal. Gue takut lo naksir gue-"
Brakkk!!!
Seza terlonjak kaget saat tiba-tiba Aqila menggebrak meja, begitu juga dengan pengunjung kantin lainnya.
"Lo apaan sih, Aqila sinting?! lo malu-maluin banget, kita jadi perhatian orang-orang tau!" bisik Seza pelan.
"Wahh lo emang gila ya! bisa-bisanya lo nuduh gue gak normal! lo berapa tahun sama gue, hah? masa lo ngatain gue belok. Lo mau gue hajar?" tanya Aqila marah-marah.
"Iih apaan sih marah-marah? kan gue cuma menduga-duga," ujar Seza membela diri.
Aqila menatap Seza tajam. "Gue normal ya, kampret! normal! gue normal! gak ada sedikit pun rasa suka gue ke elo! amit-amit dah suka sama orang kayak elo. Idiihh bisa siap tujuh turunan gue kalau suka sama lo."
"Iih apaan sih? kok lo jadi mojokin gue?" tanya Seza kesal.
"Ya abisnya elo sih. Enak aja bilangin gue gak normal, gue aduin mama baru tau rasa lo."
"Ck, bocah, main adu-aduin ke tante," Seza berdecak kesal.
"Ah udah lah, lo pikirin aja tuh si Altha lo. Mampus entar lagi lo kena tikung dah sama kating yang cantik-cantik. Mana mungkin Altha nolak kating yang famous kan. Kalau dibandingkan sama lo ya lo seujung kuku para kating itu lah." Aqila menakut-nakuti Seza.
Seza melotot lebar. "Diam ya lo! gue juga famous ya. Banyak tuh orang yang suka sama gue, kating pada minta nomor gue, minta ig gue, pada sok deketin gue. Siapa yang gak kenal Seza Sazkia Mada di kampus ini? semua orang juga pasti kenal sama gue," ujar Seza sombong.
"Yahh sombong banget lo. Banyak haters juga,"
"Biarin dong, wleee ... wajar gue banyak haters, gue kan terkenal. Orang cantik mah suka banyak yang iri," balas Seza sambil menjulurkan lidahnya ke arah Aqila.
"Uda ahh, pusing gue. Uda tentang hubungan lo aja dipikirin, siapa tau dapat wangsit." Aqila tak ingin adu cekcok dengan Seza lagi, percuma, pasti tidak akan ada ujungnya.