Saat ini Seza dan Altha sudah duduk di suatu warung nasi uduk di pinggir jalan. Altha yang memilih tempatnya. Apalah daya Seza yang hanya bisa mengikuti saja.
"Duhh ... ini tisu mana sih? kok gak ada tisu. Aneh banget," gerutu Seza mencari-cari tisu.
Altha yang peka langsung berdiri dan mengambil tisu di meja sebrang.
"Nih tisunya, dipake aja," ucapnya.
Seza melihat Altha sekilas. "Makasih, ya."
Altha menjawab dengan senyuman.
"Lahh ini minumnya di mana? ada gelas gak ada air minum. Ahh gimana sih ini warung," Seza kembali menggerutu kesal.
Altha melihat ke meja sebrang. Di meja itu ada ceret yang berisi air minum. Dia langsung berjalan mengambil ceret itu.
"Ini minimnya, gue tuangin." Altha langsung menyangka air minum ke gelas Seza.
"Makasih lagi ya," ucapnya kembali.
"Iya."
Seza dan Altha kembali pada kegiatan makan mereka. Sekitar setengah jam mereka selesai makan. Dan setelah selesai makan mereka langsung pergi dari tempat itu. Seza rewel, dia bilang kalau dirinya ngantuk.
"Seza," panggil Altha. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil. Menuju rumah Seza.
"Heemm," jawab Seza berdeham.
"Lo pernah pacaran gak?" tanya Altha penasaran.
"Enggak," jawab Seza singkat sambil menguap ngantuk.
"Ahh masa? ntar bohong. Lo kan cantik, ya kali lo gak pernah pacaran," timpal Altha tak percaya.
"Lo pernah pacaran gak?" tanya Seza balik pada Altha.
"Ya kalau gue sih gak pernah sih. Secara gue gak akan mau nerima pernyataan cinta dari cewek-cewek yang gak gue suka sama sekali," jawab Altha enteng.
"Ah masa, yakin lo? lo kan ganteng, masa lo gak pernah pacaran sih." Seza kembali membalikkan ucapan Altha.
Altha diam sejenak, lalu dia terkekeh geli. "Iya-iya gue percaya sama lo."
Seza memutar bola matanya malas, dia sudah ngantuk malah diajak bicara. Padahal ini masih jam 10 malam, tapi mata Seza sudah sangat berat untuk diajak kompromi.
"Lo ngantuk berat? emangnya gak tidur siang tadi?" tanya Altha pada Seza.
"Gak," jawab Seza singkat. Matanya sudah tertutup rapat. Hanya saja Seza masih sadar.
"Lo mau gak jalan-jalan lagi sama gue?" tanya Altha kembali.
"Mau," jawab Seza dengan suara khas orang bangun tidur.
"Lo cantik banget sih. Sumpah ya, lo itu jadi omongan di satu kampus kita loh. Gak senior, gak seangkatan kita, pasti mereka cerita tentang lo. Kata mereka lo benar-benar cantik, mereka berharap bisa mendapatkan hati lo. Lo mau gak pacaran sama mereka?" tanya Altha.
"...." Seza hening, dia sudah masuk ke dalam alam mimpi, tak akan bisa lagi mendengar apa yang dikatakan oleh Altha.
"Mereka tuh banyak yang ganteng-ganteng dan kaya-kaya loh. Bahkan gue dengar-dengar mahasiswa dengan predikat nilai terbaik juga kemarin cerita tentang lo, dia ada niatan deketin lo juga. Lo mau gak sama dia? mahasiswa nilai terbaik loh, keren."
"....."
"Tapi yaudah sih ya, gak usah sama mereka. Sama gue aja. Gue juga salah satunya orang yang suka sama lo. Jatuh cinta sejak pandangan pertama sama lo. Lo masih ingat gak awal kita ketemu?" tanya Altha pada Seza. Sejak tadi Altha fokus pada jalanan yang ramai. Dia tak sempat menoleh ke arah Seza.
"Kalau lo sama gue, gue jamin kebahagiaan lo lahir dan batin,"
"Ahh ya gak gitu juga sih. Gue gak maksa lo harus sama gue. Tapi kan yang gue tau lo itu emang jodoh gue. Dan lo gak boleh pacaran atau berhubungan sama siapapun selain gue. Kan begitu ya konsepnya. Kita berdua ini jodoh, kita berdua gak boleh berhubungan dengan siapapun kecuali ya hubungan kita. Ya ngerti lah yakan lo maksudnya apa?" tanya Altha panjang lebar.
"Lagi pula nih ya, gue tuh benar-benar cinta sama lo. Gue suka sama lo. Cuma lo nya aja gak mau waktu gue tembak. Kenapa sih? gue kurang apa?" tanya Altha sedikit kesal.
"Apa lo maunya langsung gue lamar, iya?"
"Ya kalau mau gue lamar langsung mah ayok. Gue siap kalau ngelamar lo mah, gue siap, besok nikah sama lo juga gue oke. Gue uda siap lahir dan batin lah pokoknya. Kalau soal beras dan sayur jangan khawatir, gue punya perusahaan yang memang uda gue kelola dan atas nama gue. Ya kalau buat lo dan gue cukup lah."
"Gimana? lo mau jadi pacar gue atau mau jadi istri gue?" tanya Altha kembali.
"....."
Hening, tak ada jawaban dari Seza.
"Kok diam sih? jawab dong," desak Altha.
"....."
"Iihh kok diem aja sih? jawab do-"
Altha diam mematung. Mulutnya menganga lebar saat menoleh ke arah Seza.
"Lahh ... jadi dari tadi gue ngomong panjang lebar tuh dia tidur?" tanya Altha pada dirinya sendiri.
"Ya sia-sia dong gue ngabisin tenaga ngomong panjang kali lebar sama dia, eh taunya dia malah asik-asikan tidur. Prett kampret ... sial banget gue dah." Altha menghela nafasnya kasar, dia kesal baru mengetahui kalau Seza sudah tertidur lelap.
"Pantes aja lah dari tadi diem, gak ada respon. Taunya uda molor duluan," gerutu Altha kesal. Dia kembali fokus pada jalanan, dia juga tak ingin bicara lagi. Tenaganya sudah habis untuk bicara panjang lebar tapi tak didengarkan oleh Seza, dan Seza malah asik tidur lelap.
"Kebo banget sih lo, Seza. Cantik-cantik kebo. Kebo betina," ujar Altha kesal.
"Dasar kebo betina," ulangnya kembali. Lalu dia langsung menginjak gas dengan kecepatan yang lebih tinggi, agar cepat sampai ke rumah Seza. Kasihan Seza tidur di mobil, badannya pasti akan sakit. Begitulah pikiran Altha saat ini.
"Ralat deh, ya kali cewe gue sendiri gue katain kebo. Cantik gini masa kebo. Kalau dia kebo gue apa dong?" tanya Altha pada dirinya sendiri.
"Au ah, males gue mikir," Altha mendengus kesal.
"Gue suka banget khilaf manggil Seza sebagai cewek gue, ini mulut emang suka gitu. Uda gak sabaran nunggu dia jadi pacar gue. Tapi dia malah terus-terusan gantungin gue. Kesel dah gue liatnya." Altha menggerutu kesal, moodnya sedang tidak baik saat ini.
"Gue punya rasa khawatir tinggi nih. Secara Seza tuh kan cantiknya bukan main, malah banyak lagi yang ngejar-ngejar dia. Gimana entar kalau dia direbut sama cowok lain?" tanya Altha pada dirinya sendiri.
"Ahh gak bisa gue, gak bakalan terima gue. Gak mau! gue gak mau kalau Seza sama orang lain, gak rela gue. Gue harus gercep nih. Gak boleh leha-leha lagi." Altha bertekad pada dirinya sendiri. Dia harus mendapatkannya Seza dengan secepatnya.