Hari ini akhirnya tiba juga, di mana Nino serta keluarganya akan pergi ke rumah Sistaya untuk melangsungkan acara lamaran. Ya, akhirnya Nino setuju juga, tentunya persetujuan Nino itu tak jauh dari paksaan mama tercintanya, Mama Nana yang memang sama sekali tidak mau menerima penolakan. Meskipun enggan karena Sistaya bukanlah tipe ideal calon istri bagi Nino, tetapi pada akhirnya nanti ia pasti akan tetap memperistri Sistaya. Suka ataupun tidak suka, Sistaya akan menjadi istrinya. Nino berharap semoga saja tidak ada kekerasan dalam rumah tangga mereka, mengingat ketika masa perkenalan dan pertemuan pertamanya bersama Sistaya waktu itu di mana gadis itu memperkenalkan diri serta hobinya yang sangat tidak ada anggun-anggunnya sama sekali.
Keluarga besarnya turut ikut bersamanya untuk pergi ke rumah sang calon istri, tak terkecuali Rusma, Asri dan juga Bu Yanie. Meskipun Asri sedang hamil tua, tetapi Rusma dan istrinya serta Bu Yanie menyempatkan untuk ikut di hari yang paling sakral bagi Nino untuk pertama kalinya sebelum acara pernikahan yaitu lamaran. Meskipun tidak ada rasa sama sekali pada Sistaya, atau bahkan Nino cenderung tak suka pada gadis tomboi itu. Namun, tetap saja Nino merasakan gugup luar biasa, apalagi hal yang ia ketahui kalau calon ayah mertuanya itu bisa dikatakan sangat galak sekali.
"Nino, ayo turun! Kamu kenapa dari tadi ngelamun aja? Sampai semua orang udah turun dari mobil tapi kamu masih belum turun," tegur Mama Nana membuat Nino tersadar dari lamunannya.
Pria itu tersentak, ia kemudian langsung turun apalagi ketika mamanya sudah mempelototitnya. Pertanda kalau Nino harus segera turun dari mobil jika ingin nyawanya selamat, karena masih sayang nyawa akhirnya Nino segera turun membuat wanita paruh baya itu kembali tersenyum anggun. Ampun, sudah cukup mamanya yang suka mengatur dan menindasnya, semoga saja gadis tomboi itu tak seperti itu.
Mereka semua langsung memasuki rumah mewah milik keluarga Sistaya ketika sudah dipersilakan masuk oleh beberapa kerabat Sistaya. Sepertinya acara lamaran ini akan ramai orang mengingat dua keluarga yang memiliki kuasa ini bersatu. Nino merasa semakin gugup, apalagi ketika ia melihat seorang pria paruh baya yang menatapnya seakan ingin menelannya hidup-hidup. Pria paruh baya dengan mata tajam dan kumis yang cukup lebat, tubuh kekarnya juga membuat Nino takut.
"Akhirnya kalian datang juga, selamat datang ...." Seorang wanita kisaran usia lima puluh tahunan datang menghampiri mereka dan langsung menyalaminya serta keluarganya. Wanita paruh baya yang Nino ketahui adalah sahabat mamanya ini sangat ramah, berbanding terbalik dengan ayah Sistaya yang sepertinya galak itu.
"Silakan duduk, saya akan panggilkan Sistaya dulu ....." Nino serta keluarganya pun duduk berhadapan dengan keluarga Sistaya. Nino merasa tak nyaman ketika ia merasa kalau ayah Sistaya sepertinya terus memperhatikannya.
Semua orang langsung menoleh ke derap langkah yang semakin mendekati mereka, di sana ada Sistaya yang terlihat sangat cantik sekali dengan gaun berwarna putih gading serta make-up natural yang menghiasi wajahnya. Nino hanya diam saja, terlihat tak tertarik dengan pemandangan itu. Percuma saja kalau cantik, tetapi kelakuannya sama sekali tidak ada cantik-cantiknya. Nino masih dendam pada Sistaya karena gadis itu mengatainya pria yang lembek, dasar gadis ingusan itu! Sekarang ini Sistaya tak terlihat seperti gadis yang tomboi, ia terlihat seperti gadis anggun nan mempesona.
"Cantiknya calon menantuku," puji Mama Nana tersenyum ke arah Sistaya dan ibu dari gadis itu.
"Terima kasih, Tante ...."
Mata Nino membulat, seketika ia ingin mengorek-ngorek lubang telinganya. Mencoba memastikan bahwa apa yang ia dengar ini tidak salah 'kan? Tadi Sistaya berucap lembut pada mamanya? Nino hanya menatap datar ke arah Sistaya, kini ia tahu apa yang tengah gadis itu lakukan. Tentu saja bersandiwara, memangnya apalagi? Gadis itu akan terlihat lemah lembut pada keluarganya.
"Lo beruntung punya calon istri kayak Sistaya, Nino. Lo lihat? Dia itu cantik dan anggun banget," bisik Rusma di telinga Nino membuat pria itu langsung menoleh ke arah sang kakak.
Nino hanya menatap malas ke arah kakaknya, tidak tahu saja Rusma kalau sikap Sistaya itu tidak seperti ini. Dan Nino sama sekali tidak mau memberitahu Rusma tentang sikap Sistaya yang sebenarnya saat pertama kali mereka bertemu.
"Kedatangan kami ke sini ingin mengantarkan putra kami yang bernama Nino Adiwijaya yang ingin melamar putri kalian yang bernama Sistaya Nirina Hutomo. Saya selaku papa dari Nino menyerahkan semua apa yang akan dia katakan nantinya, ayo Nino. Kamu boleh bicara," ucap Papa Dino mengkode agar Nino segera membuka suara.
"Sebelumnya terima kasih karena sudah berkenan menerima kami di sini, kedatangan saya bersama keluarga saya di sini karena saya berniat meminang putri kalian, Sistaya, untuk menjadi istri saya nantinya. Saya tidak bisa berjanji banyak kalau saya akan selalu membahagiakan Sistaya, tetapi saya bisa mengusahakan semampu saya kalau saya akan berusaha membuat Sistaya bahagia ketika menjadi istri saya." Nino berkata hanya dalam satu tarikan napas.
"Saya berharap, keluarga dan Sistaya mau menerima lamaran saya ini," lanjut Nino menatap Sistaya serta anggota keluarga calon istrinya itu.
"Sistaya ini putri satu-satunya kami, ia dibesarkan dengan kasih sayang dan kebahagiaan yang begitu berlimpah dari kami semuanya. Sikapnya memang agak keras kepala, saya yakin kamu bisa membimbing Sistaya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Pesan saya untuk kamu, janganlah kamu menyakiti Sistaya barang seujung kuku pun, karena jika sampai itu terjadi. Kamu akan menerima akibatnya!" Hutomo–ayah Sistaya, mengepalkan tangannya di depan Nino seakan ia ingin memberitahu Nino apa yang akan terjadi ketika pria itu menyakiti putrinya.
"B-baik, Om ...."
"Bagus, saya melewati hubungan kalian berdua. Tetapi, keputusan tetap ada di tangan Sistaya. Saya tidak bisa memaksa dia menerima kamu, dan saya juga tidak bisa menolak kalau dia sudah menerima kamu." Dalam hati Nino menggerutu, mana mungkin Sistaya menolak? Gadis bengal itu tidak akan punya nyali melawan orangtuanya. Inginnya Nino sih kata tidak yang keluar dari mulut Sistaya, sayangnya itu tidak akan pernah terjadi karena gadis itu memang setuju menikah dengannya karena ingin bebas dari aturan keluarganya.
"Bagaimana, Taya? Apa kamu menerima lamaran pemuda itu?" tanya Hutomo begitu lembut pada sang putri.
"Iya, Pa. Sistaya menerima lamaran Mas Nino," jawab Sistaya yang begitu lembut. Bahkan, Nino hampir mual mendengarnya, gadis ini benar-benar pintar sekali bermuka dua.
Semuanya tersenyum lega ketika mendengar jawaban Sistaya, terkecuali Nino yang hanya tersenyum tak suka. Ya, tidak suka karena ternyata ia akan menikah dengan gadis yang bermuka dua.
"Sekarang kalian harus pasang cincin, Nino! Ayo, kamu berdiri!" Mama Nana meminta Nino agar segera berdiri.
Nino pasrah, tidak mungkin ia berdebat pada mamanya di depan banyak orang seperti ini. Nino berdiri, hingga Mama Nana segera memberikan kotak berisi cincin di dalamnya yang tentunya sebelumnya mereka beli. Atas pilihan Mama Nana tentunya karena Nino sama sekali tidak tertarik memilih-milih suatu barang yang akan diberikan oleh calon istri tak diharapkannya.
"Taya, ayo! Kamu juga ikut berdiri. Temui calon suamimu, Nak," ucap Rianti–mama Sistaya dengan lembut.
"Iya, Ma ...." Sistaya akhirnya berdiri, ia terlebih dulu berjalan menuju tempat yang disiapkan begitu pun juga Nino.
BRUKKK
Tiba-tiba saja Nino terjatuh dengan keadaan yang sama sekali tidak ada elegan-elegannya. Tubuhnya menelungkup ke lantai dengan kotak cincin yang terlempar cukup jauh, Nino merasa malu bukan kepalang. Ini jelas saja bukan ketidaksengajaan ataupun kecerobohannya melainkan kesengajaan karena ulah seseorang. Tadi Nino merasa kalau kakinya ditendang sangat keras sekali, ia yang kaget sekaligus merasakan sakit pun akhirnya terjatuh. Nino berdiri, menatap Sistaya dengan tatapan penuh permusuhan. Gadis ingusan ini benar-benar, sengaja mempermalukannya di depan orang-orang. Jelas saja semua orang tidak melihat kelakuan Sistaya karena kaki keduanya yang tertutup di balik meja besar, yang mereka tahu Nino jatuh karena kecerobohannya. Dapat Nino dengar kalau orang-orang sepertinya tengah menahan tawanya.
Nino mengambil kotak cincin yang tadi terlempar, ia kembali ke hadapan Sistaya. Memasangkan cincin itu di jari manis Sistaya dengan cepat dan tentunya tanpa perlu repot-repot menatap wajah penuh senyum menyebalkan dari gadis ingusan itu.
PROK ... PROK ... PROK
Suara riuh tepuk tangan itu mengakhiri acara pasang cincin yang meresmikan hubungan antara Nino dan Sistaya yang sebenarnya.
"Kamu ini, di saat tadi sedang ada adegan yang begitu bagus dan romantis. Kamu malah merusak suasana dengan kecerobohanmu yang bisa-bisanya jatuh," bisik Mama Nana menatap Nino kesal.
Andai saja Nino tidak punya urat malu lagi dan ia yang tidak takut pada mamanya, mungkin saja ia sudah berteriak sekerasnya kalau bukan karena kecerobohannya ia jatuh. Melainkan karena Sistaya sengaja menendang kakinya, gadis bar-bar itu memang benar-benar keterlaluan.
***
Akhirnya up lagi ...
Makasih untuk 500 love nya reader tersayang, sebagai rasa terima kasih author up Faster, Baby! Hari ini❤️
Cerita ini akan di up rutin setelah kontraknya turun, ya. Jadi harap bersabar lagi, mungkin akan di up dikit2 tapi tergantung nantinya, ya. Terima kasih semuanya. Sayang kalian banyak-banyak ❤️
Oh ya, yang kepo sama cast FASTER, BABY! Alias Nino-Sistaya bisa cek sss author, ya ....
FB : Simiftahuljannah