Ragu
Kehidupan yang serba mewah tak menjadikan Ria kekurangan teman. Dirinya sendiri tak tahu, semua orang di sekelilingnya tulus atau Cuma memanfaatkannya. Di sekolahnya, ia sendiri merupakan gadis yang popular, kecantikannya mampu membuat semua pria tergila-gila. Tak jarang ia sering menghamburkan uangnya demi untuk membelanjakan semua teman-temannya. Karena penasaran dengan ketulusan dari orang-orang di sekelilingnya, ia berniat untuk pindah sekolah. Kali ini ia merubah penampilannya 90℅ dari biasanya, ia membelah rambutnya menjadi dua dengan menambah kacamata dan tompel di wajahnya. Selesai bersiap, ia segera keluar kamar untuk sarapan. Bi Rini yang sedang mempersiapkan makanan tampak terkejut melihat Ria.
“Kamu non Ria kan? Atau penyusuk di rumah ini?” tanya bi Rini dengan menyodorkan garpu ke arah Ria
“Eh, eh..., ini Ria Bibi,“ jawab Ria dengan menarik kursi didepannya
Bi Rini kembali meletakkan garpunya dia atas meja makan, matanya tak berhenti melihat Ria, “Non kenapa penampilannya seperti ini? Padahal Non itu cantik, eh malah dijelek-jelek in.”
Ria yang dari tadi asik makan roti selai coklat didepannya, melirik bi Rini dengan tersenyum, “Bibi, emangnya salah ya kalau Ria ingin tampil beda dari biasanya?”
“Iyah boleh Non, kenapa harus...,” belum selesai bertanya lagi, Ria sudah tak ada di depan matanya
“Nggak ngerti lagi dah sama anak zaman sekarang,” ujar bi Rini dengan menggelengkan kepalanya.
Karena jarak ke sekolah barunya lumayan dekat dengan rumahnya, Ria memutuskan untuk berjalan kaki. Sampai di depan gerbang, ia berhenti untuk memantapkan hatinya. Belum sampai di depan kelas barunya, ia sudah mendengar beberapa hinaan yang menyakiti hatinya.
“Dia siapa sih? Ini sekolah kan termasuk elite, kok bisa ya seorang cupu disini?” ujar cewek kepada teman-teman gengnya
Karena tak mau punya masalah, Ria tak memperdulikan ucapan gadis tersebut, kakinya terus melangkah ke depan. Sampai akhirnya ia tiba di ruang kepala sekolah. Ria memperkenalkan dirinya, ia juga meminta kepada kepala sekolah untuk menutup identitasnya sebagai anak donatur terbesar di sekolah Tunas Bangsa. Karena tak mau jabatannya turun, ia menuruti semua perkataan Ria, kepala sekolah memberikan identitas palsu untuk Ria. Kepala sekolah pun meminta wali kelas untuk memperkenalkan Ria di kelas barunya. Begitu masuk kelas, semua murid membicarakan penampilannya.
“Aku kira murid barunya tuh cantik, eh tahunya zonk,” ucap salah satu cowok
“Iyah..., mana cupu lagi,” saut salah satu cewek di depan
Selesai memperkenalkan diri, bu Ratna meminta Ria untuk duduk di kursi belakang, samping cowok bermuka dingin. Salah satu siswi mulai protes, karena tak terima jika Ria harus duduk di sebelah cowok incarannya. Bu Ratna tak memperdulikan perkataan gadis tersebut, ia mulai menjelaskan materi yang ia bawa. Ria melihat cowok di sampingnya, ia begitu dingin, Ria duduk disana saja ia tak memperdulikan nya, matanya masih memilih fokus kepada buku novel di depannya.
“Lagi baca apa si kak? Serius banget,” tanya Ria
Cowok disampingnya mulai melirik Ria dan menunjukkan judul novel yang ia baca
Ria mengangkat kedua alisnya terheran-heran, “Benar-benar kulkas nih anak.”
Bu Ratna tiba-tiba mengumumkan jika hari ini dirinya akan mengadakan ulangan dadakan. Semua murid di sana sontak terkejut, karena mereka sendiri masih belum paham akan materi yang tadi baru dijelaskan oleh gurunya, terlebih lagi materi lama yang sudah mereka lupa.
“Sekarang siapkan buku ulangan kalian!” perintah bu Ratna
“Saya boleh ikut juga kan bu?” tanya Ria dengan menunjukkan jari telunjuknya
“Idih, gaya loh cupu,” ujar gadis di depan
“Iyah nih, kita saja belum tentu bisa apalagi loh yang baru anak pindahan,” saut gadis disampingnya
“Sudah-sudah, iya silakan saja kalau mau ikutan Ria,” jawab bu Ratna
Bu Ratna mulai memberikan pertanyaan, ia mengelilingi semua siswa untuk menghindari kecurangan. Setiap pertanyaan yang dilontarkan, Ria mampu menjawabnya dengan mudah, karena materi disekolahnya ini tak jauh berbeda dengan materi di sekolah lamanya. Selesai ulangan, bu Ratna meminta kepada semua murid untuk mengumpulkan kertas mereka. Selesai semua terkumpul, bu Ratna mengoreksi jawaban mereka satu persatu, ia membagikan nilai ulangan dengan memanggil nama siswa urut dari absen awal. Mulai dari absen satu sampai dua puluh lima tak ada siswa yang mendapat nilai lebih dari enam puluh.
“Rianti Pratiwi,” ujar bu Ratna
Ria langsung maju ke depan begitu namanya dipanggil, semua murid penasaran akan nilai yang Ria dapatkan.
“Kalian harus mencontoh Ria, walau ia murid pindahan, tapi nilainya paling tinggi disini,” ujar bu Ratna membuat seluruh siswa terkejut
“Emangnya berapa sih bu nilainya?” tanya salah satu cowok berkulit hitam
“Sempurna, seratus.” Ujar bu Ratna dengan menunjukkan kertas ulangan Ria
“Weh, pintar juga loh cupu,” ujar salah satu cewek yang duduk di depan
“Kayaknya pantas deh, biasanya kan cupu tuh kutu buku, makanya matanya sampai empat gitu, kan karena kebanyakan tontoni buku,” saut murid lain disertai tawa murid lain
Bu Ratna memukul meja dengan keras, sehingga membuat kelas menjadi hening,“ Kalian ini bisanya menghina saja, seharusnya kalian tuh mencontohnya, bukan malah mengejek nya.”
Semua murid tertunduk, Ria pun pergi ke tempat duduknya. Kini giliran cowok dingin di sebelahnya yang dipanggil, Rio Ramadhan, itulah nama dia, ia mendapat nilai yang tak jauh berbeda dengan Ria. Ria tak menyangka jika cowok kulkas di sampingnya juga pintar sepertinya. Walau Rio kutu buku, tapi tak menjadikannya cupu, malah ia terlihat jauh lebih keren saat membaca buku dengan mengayunkan kursinya.
Bell pergantian pelajaran telah berbunyi, bu Ratna mulai meninggalkan kelas, Ria yang sedang asik baca buku seketika terkejut dengan air yang menyiram tubuhnya, yang tak lain adalah perbuatan Clara. Karena takut dengan penyamarannya, Ria meraba-raba tompel miliknya. Lem yang ia berikan begitu kuat sehingga masih menempel dengan sempurna.
“Eh cupu, loh bisa nggak si gak usah camuk jadi orang,” ujar Clara
“Camuk? Nyamuk kali maksud kamu,” saut Ria
“Minggir-minggir gua mau duduk di samping Rio.” Clara mendorong Ria hingga tersungkur ke lantai
Belum sempat Clara duduk, Rio telah pergi meninggalkan mereka. Ria yang melihat Rio pergi begitu saja meninggalkan Clara, tak tahan menahan tertawanya. Clara yang sebal melihat Ria, ia menarik rambut Ria hingga merasa kesakitan, tak berhenti di situ, Clara mulai menjatuhkan tubuh Ria hingga kepalanya berdarah karena terbentur kursi. Ria mulai mengontrol emosinya, agar tidak berakibat fatal terhadap penyamaran yang ia lakukan. Ria berlari menuju toilet, ia membersihkan luka dan merapikan rambutnya kembali. Setelah selesai membereskan tubuhnya, ia pergi ke taman sekolah.
Di sana ia melihat Rio yang sedang menyendiri di bawah pohon besar dengan novel miliknya. Ria segera menghampiri Rio disana.
“Ngapain loh kesini?” tanya Rio
“Samperi kamu lah, masa jaipongan,” saut Ria
Rio memutar bola matanya dan mengembalikan tatapannya kepada buku di depannya. Ria memegang perutnya karena merasa lapar, mendengar bunyi perut Ria, Rio memberikan bekalnya. Tak menunggu waktu lama, Ria langsung membuka isi bekal tersebut, dimana berisi dua roti Sandwich.
“Wah, enak nih.” Ria melahap habis roti di depannya
“Dasar rakus!” pekik Rio
Ria melihat Rio dengan tatapan yang tajam, “Apa loh bilang? Enak saja bilang rakus.”
“Lah, itu nyatanya, mama gua buat in bekal tuh untuk aku makan eh malah dihabisi anak orang lain, mama gua di rumah merasa kecewa melihat ini,” ujar Rio
Ria melihat Rio dengan keheranan, di kelas Rio seperti kulkas dua pintu, tapi ini dia ngomong terus kayak kucing kelaparan.
“Di kelas kayaknya kamu dingin, cuek banget deh, beda dengan disini,” ujar Ria
“Ya terserah aku dong, masak harus diam terus, sekali-kali kan ngomong biar mulut aku tidak kaku,” saut Rio
Ria mengangguk pelan, ia mengajak Rio untuk kembali ke kelas, karena takut nanti guru akan melihat mereka. Sampai di kelas, sudah ada guru yang sedang menerangkan. Mereka berdua berusaha mengindik-indik, tapi gagal. Guru yang melihatnya, menyuruh Ria dan Rio berdiri di depan kelas selama pelajarannya. Clara menatap Ria dengan tajam, selesai pelajaran ia berniat memberi pelajaran kepada Ria.
Selesai pelajaran, Clara menghampiri Ria dan menarik tangannya menuju ke toilet, Clara menyiram segayung air ke wajah Ria, “Lo jadi orang tuh sadar diri bisa nggak si? Muka cupu kayak loh tuh nggak pantas dapati cowok seganteng Rio.”
“Tau nih, loh tuh sadar dong jadi orang, mana tompelnya gede banget gitu lagi, gua cewek saja jijik lihat loh,” saut teman Clara
Ria mengepalkan tangannya di bawah, tapi ia harus menahan emosi dia, karena belum waktunya ia bongkar penyamarannya. Di samping itu ia sadar, bahwa temannya dulu mungkin mendekati dirinya hanya karena kaya dan penampilannya, dengan menjadi dirinya yang cupu ia malah jadi korban bully. Clara keluar dengan kedua temannya, ia mengunci Ria di dalam toilet.
“Apa jika penampilanku seperti ini, aku juga tak akan mendapatkan teman di sekolah lamaku?” batin Ria
Ria mendengar dobrakkan pintu dari luar, setelah pintu terbuka, ia mendapati Rio berada di depan matanya, ia tak pernah menyangka jika yang menolongnya adalah sosok sedingin Rio. Rio mengulurkan tangannya ke arah Ria, ia mengajak Ria pergi ke taman belakang. Sebelum itu, ia telah memberikan minuman dingin kepada Ria.
Tubuh Rio mendekat ke arah Ria, “Kamu nggak apa-apa kan?”
Ria mengangguk pelan, sambil meminum air dingin pemberian Rio. Ria membayangkan hari-harinya akan buruk terus disekolah, pasalnya belum satu hari ia sekolah sudah menerima banyak masalah, tapi ia nggak harus menyerah sekarang, ia berusaha untuk mencintai dirinya yang sekarang, sebagai orang cupu, dengan perubahannya yang sekarang, begitu banyak pelajaran yang dapat ia ambil. Dirinya pun sudah menemukan jawabannya kemarin, bahwa akan ada banyak orang yang mendekat ketika kita banyak uang dan juga popular, selama kita tak memiliki itu, apalagi dengan penampilan yang cupu, hanya satu yang didapatkan, yaitu sebuah hinaan.
“He... Bengong mulu deh lu,” ucap Rio mengagetkan Ria
“Kamu kenapa si di kelas dan di depan aku beda banget? Apa kamu nggak malu berdekatan dengan cewek cupu kayak aku?” ujar Ria
Rio menarik napas, dan memalingkan wajahnya ke depan, “Aku nggak tahu kenapa, yang jelas aku orangnya susah buat bergaul, entah kenapa waktu lihat kamu aku bisa menjadikan diri kamu teman aku.”
“Kamu kan ganteng, masak sih kamu harus berteman dengan orang cupu kayak aku?”
Rio tersenyum melihat Ria, “Mau kamu jelek, kayak monster pun aku tak peduli, untuk mencari teman tidaklah penting soal fisik, hanya saja attitude,”
Ria tersenyum lebar mendengar jawaban Rio, baru kali ini ia menemukan cowok yang tidak menilai fisik. Mereka saling melempar canda. Clara yang melihat mereka tak ambil diam, ia menarik tangan Ria hingga tubuhnya tersungkur ke tanah, saat Clara hendak menampar Ria, tangannya dihentikan oleh Rio. Clara terkejut melihat wajah Rio, ia tak percaya jika Rio lebih membela Ria dibandingkan dirinya.
“Nggak usah ganggu Ria lagi!” ujar Rio dengan melepaskan tangan Clara
“Kenapa sih Rio? Apa loh buta? Hingga-hingga seorang cupu kayak dia loh bela,” saut Clara
“Dia emang cupu, tapi setidaknya ia tak sebodoh kamu,” sambung Rio
Karena merasa malu dan sakit hati, Clara pergi meninggalkan mereka berdua bersama kedua temannya. Walau Clara sudah dihentikan Rio, tak akan menjadikan dirinya menyerah untuk mendapatkan hati Rio.
Waktu bell telah berbunyi, semua murid membereskan barang mereka dan segera pergi ke halaman sekolah. Clara dan kedua temannya telah bersiap menunggu Ria di depan pagar, mereka tak akan berhenti untuk menyakiti Ria. Melihat Ria yang sedang berjalan ke luar, mereka menarik dan membekam mulut Ria. Mata Ria tak melihat apa pun karena ditutup oleh tangan mereka. Hingga akhirnya tubuh Ria terdorong ke sebuah lumpur, tak selesai dengan itu, mereka mulai mengambil sampah dan sisa makanan, bau busuk kini telah tersengat di hidung mereka. Air mata Ria tak bisa tertahan, ia menangis karena ulah mereka. Baru pertama kali dirinya merasakan sebuah siksaan yang tak bisa ia balas karena penyamarannya.
“Ingat ya cupu, gua tak akan berhenti sakit in loh jika loh masih bersama dengan Rio,” ujar Clara
Clara dan kedua temannya pun pergi meninggalkan Ria. Ria berusaha berdiri dan tegar, melihat sumur didepannya, ia mengguyur seluruh tubuhnya untuk mengurangi bau sampah di badannya. Dirinya mulai berjalan menuju rumahnya. Sampai di depan gerbangnya, ia mencopot kacamata dan tompelnya, karena takut ketahuan kedua orang tua Ria.
“Non kenapa? Kok basah kuyup kayak seperti ini?” tanya bi Rini dengan memegang pundak Ria
“Tadi gerah habis olahraga, aku mandi deh sekalian. Karena malas buka baju aku guyur semua deh,” saut Ria
Mendengar suara anaknya, Sindi keluar kamar dan turun tangga, ia yang melihat anaknya basah kuyup, langsung berlari menghampiri Ria, “Ya ampun sayang, kenapa basah kuyup seperti ini sih? Kamu main air?”
“Nggak kok mah, tadi mandi saja disekolah,”
“Jangan mandi sembarangan dong, kamu kan nggak tahu itu airnya banyak kumannya atau tidak. Bi Rini tolong siap in air hangat untuk Ria ya,”