“Baik nyonya,” saut bi Rini
Sindi pun memberi handuk untuk Ria, biar ia tidak merasa kedinginan. Sindi masuk ke dapur untuk membuatkan Ria jahe hangat biar tubuhnya terasa hangat. Bi Rini yang selesai menyiapkan air, menyuruh Ria untuk segera mandi. Ria segera menuju ke kamar mandi, ia memikirkan cara untuk terbebas dari semua penderitaan yang ia dapatkan disekolah , yang ia harus lakukan sekarang adalah menjauhi Rio, karena itu akar dari permasalahannya.
Sampai di kamar ia membuka HP-nya, terlihat teman lama Ria menanyakan kabar Ria disekolah barunya, bahkan di grup whatapps banyak yang tag namanya, mereka ingin Ria bercerita akan sekolahnya yang sekarang. Karena tak mau niat awalnya ia pindah terbongkar, ia menjawab semua dengan kata baik, bahkan ia juga betah dengan sekolahnya yang sekarang. Semua temannya percaya begitu saja, pasalnya yang mereka tahu, Ria sangat mudah untuk bergaul dan mendapatkan teman, terlebih dengan kecantikan yang ia punya. Mereka juga mengajak Ria untuk reuni minggu depan, karena dirinya sendiri juga merasa rindu dengan temannya yang lama, ia menyetujui ajakan mereka. Ria berniat untuk merubah penampilannya dari biasa ia nongkrong sama teman lamanya menjadi penampilannya yang sekarang.
Sindi memanggil Ria untuk makan, karena pulang sekolah tadi ia tak menginjakkan kakinya di dapur, mendengar mamanya, ia segera keluar kamar dan mematikan HP-nya. Dari tangga, ia yang melihat ayahnya berada di meja makan langsung berlari dan memeluk Hendri, ia merindukan ayahnya. Hendri sendiri mempunyai bisnis properti di luar kota dan luar negeri yang menjadikan ia sibuk dan jarang di rumah, walau begitu ia tetap mencintai keluarganya. Setiap pulang, Hendri selalu memberikan oleh-oleh kepada anak, istri, dan para asisten rumah tangganya.
Hendri memanggil sopir pribadinya untuk mengambil barang belanjaannya di bagasi mobil. Terlihat Paper bag warna-warni di sana. Hendri memberikan Paper bag ungu untuk anaknya, biru untuk istrinya, dan putih untuk para asisten pribadinya, termasuk para sopir. Ria yang tak sabar, ia segera membuka apa isi Paper tersebut, ayahnya telah membelikannya sebuah jaket kulit impor, dimana jaket tersebut telah ia inginkan sejak dulu, tapi ia tak berani meminta kedua orangnya langsung karena tak mau merepotkan mereka.
“Ayah kok tahu aku ingin apa?” tanya Ria sambil memeluk ayahnya
“Kamu kan anak ayah, masa ayah gak tahu.” Hendri mencubit pipi Ria
Ria tersenyum lebar ke arah ayahnya, “Makasih ayah.”
Hendri mengangguk pelan, “Oh ya kata mamah kamu pindah sekolah, gimana? Enak?”
Ria mengangguk pelan, kini senyumnya telah pudar tak selebar tadi, ia tak ingin kedua orangnya tahu niat ia pindah sekolah, terlebih dengan kasus bully yang menimpa dirinya sekarang. Andai kedua orangnya tahu, mereka pasti tak akan ambil diam dengan kejadian yang menimpa anaknya. Selesai buka hadiah, mereka semua melanjutkan makannya. Ria melihat ayah dan ibunya, ia begitu bersyukur memiliki orang tua seperti mereka. Walau Hendri dan Sindi telah sukses, ia tak berhenti mendidik Ria untuk terus bersyukur dan selalu melihat ke bawah, tak jarang setiap bulannya mereka pergi ke panti sosial dan terjun ke jalanan untuk memberikan mereka makan atau uang.
Selesai makan, Ria kembali ke kamar, ia menuju lantai luar kamarnya dengan meneguk habis jus alpukat miliknya. Ketika ia melihat bawah, ada tiga gadis yang sedang foto-foto di depan rumah dan mobilnya. Mereka tak lain adalah Clara dan kedua temannya. Melihat mereka, Ria hanya tersenyum dengan menikmati jus alpukat yang ia pegang. Satpam yang baru keluar dari rumah Ria untuk menerima hadiah, ia mengusir ketiga gadis tersebut dan menutup pintu gerbang rumah Ria. Tawa Ria kini semakin keras, ia begitu puas melihat kejadian yang ia lihat di depan matanya.
Ria pun kembali ke dalam kamar, dengan rebahan di kasur empuknya. Bunyi nada panggilan yang terdengar membuatnya terkejut, ia melihat nama di panggilan tersebut, hanya saja nomor. Karena penasaran nomor siapa, dia segera mengangkatnya. Terdengar suara Rio, dadanya berdegup kencang. Ria menanyakan kepada Rio dari mana ia mendapatkan nomor dia, dari sana Rio membalas jika itu tidaklah penting. Di sekolah barunya yang sekarang, hanya Rio lah yang mendekat ke Ria dikala semua menjauh.
Paginya, Ria masuk sekolah seperti biasa, karena penyamarannya takut ketahuan oleh kedua orang tuanya, ia memakai tompel dan kacamata miliknya di depan gerbang. Belum sampai di luar pagar, Hendri dan Sindi memanggilnya. Melihat kedua orang tuanya, Ria balik badan dan menghampiri mereka.
“Kamu kenapa nggak pakai mobil sayang?” tanya Sindi
“Mah, kan sekolahnya dekat,” saut Ria
“Tapi panas Ria,” ujar Hendri
Ria berusaha membujuk kedua orang tuanya, setelah berhasil, ia pergi menuju sekolah. Tak lupa ia memasang tompel dan kacamata miliknya. Sampai di kelas, semua murid berkumpul ke bangku Clara, mereka mengagumi kekayaan Clara, setelah Ria mengintip foto tersebut, yang tak lain adalah hasil potretan kemarin, foto di depan mobil dan rumah megah berwarna emas milik Ria. Clara mengaku jika itu rumahnya, ia juga bercerita panjang lebar jika kekayaannya mencapai triliunan. Ria hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarkan cerita bohong Clara. Clara yang menyadari Ria lewat, ia menghentikan langkah kaki Ria, dia menunjukkan isi foto tersebut.
“Eh cupu, lihat!, ini rumah gua, gua jadi penasaran deh sama rumah loh, hingga mampu bayar sekolah disini,” cibir Clara
“Masa penasaran, dari penampilannya mah sudah bisa dibaca kali, kalau rumah dia tuh dari bambu yang mau roboh,” saut teman Clara
Ria tersenyum ke arah mereka, “Terus kenapa kalau rumah aku terbuat dari bambu?, yang penting kan aku ngomong apa adanya, nggak berlebihan, apalagi pura-pura kaya.”
“Maksud loh apa?” Clara memegang kera baju Ria
“Aku nggak maksud apa-apa, kenapa kamu marah? Emangnya kamu pura-pura kaya? Kok ke sindir,” celoteh Ria
“Mulai berani ya loh sekarang?”
Clara melepaskan tangannya, dirinya tak mau kelihatan bohong di depan teman-temanya. Salah satu cowok dengan hoodie hitam mulai maju menghampiri Ria, “ Gila ya, loh selain jelek juga pintar omong ternyata.”
Rio yang melihat Ria terpojok langsung menghampiri dirinya, ia menarik tangan Ria dan membawanya ke luar kelas. Rio berusaha menenangkan hati Ria. Rio sendiri kagum akan keberanian Ria tadi, dengan begitu ia menunjukkan bahwa dirinya tidak lah lemah. Rio sendiri tak tahu alasan mengapa ia ingin terus mendekat ke Ria, yang ia tahu ia merasa kasihan kepada Ria, karena menerima hinaan dari semua teman-temanya, dimana hinaan tersebut sangat menyakiti hati Ria.
“Mending kita jaga jarak Rio, kamu tahu sendiri kan alasan kenapa aku selalu dihina?”
“Aku tak akan menjauh dari kamu selamanya, aku juga tak akan terlalu berdekatan sama kamu, ketika kamu kesusahan, mendapat masalah, atau di bully, di situlah aku datang menghampiri kamu,”
Ria tersenyum, “Makasih ya kamu begitu baik,”
Rio mengangguk pelan. Dirinya juga tak ingin Ria selalu mendapatkan masalah dengan teman-temanya. Rio kasihan jika Ria menjadi korban selanjutnya. Karena, sebelum Ria datang, di sekolahnya telah ada korban jiwa yang meninggal karena bunuh diri, yang tak lain adalah ulah dari teman-temanya. Di situlah alasan mengapa ia selalu ingin berdekatan dengan Ria, karena ia ingin selalu menjaga Ria.
Ria mengajak Rio kembali ke kelasnya, di sana Clara telah bagaikan ratu, disuapi, dipijat, dilayani oleh semua siswa, bahkan ada yang rela mondar-mandir kantin untuk memenuhi kebutuhan Clara. Ria memutar bola matanya. Clara yang melihat Ria di depan pintu, ia memanggil Ria dan menyuruhnya untuk pijat kepalanya. Namun, Rio menahannya. Ria mulai melihatnya, Rio menggelengkan kepalanya. Tak peduli dengan isyarat yang Rio berikan, Ria tetap menghampiri Clara, membantunya dalam mewujudkan keinginannya menjadi putri semalam.
Ria tak tertegesa-gesa untuk mengambil tindakan, ia bakal mengatur waktu terlebih dahulu untuk merancang aksinya. Otaknya telah dipenuhi oleh ide-ide gila untuk membalas perlakuan Clara. Guru yang masuk membuat semua murid kalang kabut, mereka segera duduk di bangku mereka masing-masing.
“Ada apa kalian berkumpul tadi?” tanya guru
Semua murid melihat Clara, merasa tersudut, Clara meminta maaf kepada guru. Guru di depan mengangguk pelan, ia memulai mata pelajarannya. Para murid yang malas akan pelajaran matematika, sebagian dari mereka meletakkan kepalanya di meja. Guru di depan mulai memberi soal di papan tulis, ia meminta salah satu murid untuk mengerjakan soal tersebut, jika ada yang berhasil, ia akan membebaskan ia selama mata pelajarannya, entah makan atau tidur. Murid yang tadi meletakkan kepalanya, kini menegakkan kepalanya semua, mereka berusaha menghitung soal di depan dengan buku mereka masing-masing. Ria yang telah menemukan jawaban di otaknya, ia langsung pergi ke depan kelas untuk menyelesaikan soal tersebut. Karena benar, guru mengizinkan Ria untuk pergi ke kantin, waktu itu Ria manfaatkan untuk pergi ke UKS. Melihat kasur nyaman di sana membuatnya tak berpikir lama untuk tidur.
Belum lama ia menutup lamanya, ia dikejutkan oleh keberadaan Rio di sana, “ Eh loh ngapain ke sini?”
Rio tidur di kasur samping, “Emang kenapa kalau aku kesini? Nggak ada masalah juga kan? Toh tadi aku berhasil menyelesaikan soal kedua.”
Ria memalingkan wajahnya ke layar HP-nya, ia mendapatkan pesan dari ayahnya, dimana Hendri akan datang ke sekolah Ria, sekaligus menjenguk anaknya. Ria terkejut dibuatnya, ia bingung harus bagaimana dengan penampilannya yang sekarang. Ria menarik napas dalam-dalam, dan memikirkan sebuah ide untuk menghadapi ayahnya nanti. Tak waktu lama, ayahnya mengirimkan pesan kembali, bahwa dirinya telah sampai di sekolah Ria, seketika tubuh Ria terlonjak dari kasur. Ria berlari ke kamar mandi, setelah berfikir lama, ia memutuskan untuk jujur dengan ayahnya, ia akan menceritakan mengapa ia merubah penampilannya.
Ria pergi ke kantor untuk menghampiri ayahnya, yang awalnya Hendri tak percaya itu Ria, setelah cerita panjang lebar, Hendri menyetujui apa kemauan dari anak kesayangannya tersebut. Ria memeluk ayahnya, Ria segera keluar dari kantor, karena takut nantinya ada teman yang melihatnya. Karena terburu-buru, tubuhnya tak sengaja menabrak Rio didepannya.
“Hi, napa si loh ikuti gua terus? Gua punya hutang apa sama loh?” gerutu Ria
“He cupu, harusnya loh tuh bersyukur punya penjaga ganteng kayak aku,” ujar Rio
“Harusnya kamu tuh nggak usah mencair, tetap jadi es. Malas,”
Ria pergi meninggalkan Rio, namun, Rio masih mengikutinya dari belakang. Melihat Rio mengikuti dirinya, ia berlari dan sembunyi di antara dua dinding kelas, “Bikin sebal deh tuh cowok, biarin saja dia saja lah keliling-keliling nih sekolah, juga gak bakal ketemu sama gua,”
“Siapa bilang, emang loh sekecil semut? Sehingga susah dicari”
Ria terkejut melihat Rio yang telah berada dibelakangnya, tak sengaja tangannya memukul wajah Rio. Rio memegang pipinya, karena khawatir dengan Rio, Ria berusaha mengobati luka Rio. Rio mengerjai Ria dengan teriak kesakitan, mendengar teriakan Rio, Ria semakin khawatir dengan keadaan Rio. Ria merangkul kan tangan Rio ke pundak Ria, ia membawa Rio menuju ke UKS. Ria yang tak tahu obat-obatan mengambilkan bethadine ke wajah Rio, belum sempat ia olesi, Rio telah menahan tangan Ria.
“Loh gila ya? Gua kan nggak berdarah, masa dikasih bethadine,” protes Rio
Ria melihat bethadine yang ia bawa, ia sendiri bingung apa fungsi obat yang ia bawa untuk Rio, “Lah, emangnya ini untuk yang berdarah ya?, ya maaf aku kan nggak tahu, selama aku sakit yang obati aku kan asisten aku.”
“Ha? Asisten? Lo mimpi?”
Ria memukul pelan kepalanya karena keceplosan, untung Rio tidak percaya, “Eh iya, mimpi.”
Bel pergantian jam yang telah berbunyi, membuat Ria dan Rio kembali ke kelas mereka, karena pelajaran matematika telah selesai. Mereka yang masuk kelas bersama, dapat lirikan tajam Clara. Clara melihat Ria bagaikan singa yang melihat mangsanya. Ria menanggapi hal tersebut dengan santai, dirinya tak mau menambah masalah. Ria mulai duduk di kursinya, ia mengambil headset di dalam tasnya dan mulai mendengarkan musik. Clara yang sudah kehilangan kesabaran menunggu waktu untuk menerkam, ia menghampiri Ria dan mendorongnya hingga tersungkur di lantai. Tak terima dengan perlakukan Clara kepada temannya, Rio mendorong Clara balik. Clara mulai menangis karena Rio dengan tega mendorong tubuhnya.
“Kenapa si kamu jahat Rio sama aku? Kamu lebih membela cupu? Apa sih kelebihannya?” isak Clara
Rio membantu Ria untuk berdiri, “Karena dia punya otak, nggak kayak loh. Yang bisanya Cuma bully doang, di dorong gitu saja loh nangis, gimana kalau loh tukaran posisi sama Ria, paling loh juga bunuh diri kan?”
Ria dan teman lainnya terkejut melihat Rio, yang mereka tahu Rio orangnya cuek, namun sejak adanya Ria, Rio berani untuk melawan.
“Kenapa kalian semua menatap aku? Dulu emang aku nggak peduli dengan apa yang kalian lakukan, tapi, aku merasa kecewa sekarang, bahkan dari dulu. Di saat kalian telah membuat salah satu teman kalian meninggal, kalian gak kapok. Cukup! Cukup kemarin kalian hilangkan nyawa teman bangku aku, kali ini aku tak akan ambil Diam. Ingat itu!,” ucap Rio
“Lo pikir kita takut sama loh? Ingat bro, kalian Cuma berdua, kita ada banyak,” saut salah satu cowok di depan Rio