Bertemu,

1032 Words
Brian menunggu Alena di koridor yang mengarah ke ruangannya. Brian tersenyum ketika melihat sosok Alena yang menghampiri Brian, "Akhirnya kamu datang Lena, aku merindukan kamu," ungkap Brian sembari ingin memeluk Alena, namun Alena menghindar dari gerakan tangan Brian. "Kamu mau bicara apa?" tanya Alena yang tidak ingin berurusan dengan Brian lebih lama lagi, "Aku baru datang dari kunjungan luar negeri, kamu menyambutku dengan dingin, kenapa Lena?" "Aku lelah sama sikap kamu," jawab Alena yang tidak ingin memperpanjang masalah mereka berdua. Alena ingin segera mengakhiri semuanya. Hubungan Alena dan Brian diputuskan secara sepihak oleh Alena. "Lena, aku tau semua berita dari ibuku itu bohong, Kamu tidak mungkin melakukan hal itu, jadi kita lupakan semuanya!" bujuk Brian, Alena menatap Brian dengan luka,"berita itu bukan rekayasa, Brian. Aku melakukan hal itu, aku jenuh dengan image baik yang kamu ucapkan sebagai alasan kamu mencintai aku, sekarang alasan itu sudah tidak berlaku. Aku bukan wanita baik-baik, aku menghabiskan malam bersama seorang pria yang baru kenal dan sekarang kami berdua telah memulai hubungan baru," "Bohong!" "Aku serius, Brian. Aku tidak ingin memperpanjang masalah diantara kita. Mari, kita menjadi teman," "Aku tidak mau," "Jangan bercanda, kita tidak mungkin memiliki hubungan lebih sekarang, karena kita tidak bisa bersama." "Apa ibu aku mengancam kamu? Apa yang dia katakan?" desak Brian, "Tidak ada," dusta Alena yang mulai lelah dengan prilaku Brian, lebih tepatnya keluarga Brian. Jujur saja, tidak mudah bagi Alena untuk memutuskan rasa yang dia pupuk selama bertahun-tahun. "Kamu tidak akan mengatakan hal itu, jika kamu tidak mendapatkan ancaman dari seseorang," "Tsk, kenapa aku harus mendapatakan ancaman dari seseorang? Aku hanya tidak ingin memiliki komitmen dengan kamu, Brian" kata Alena yang mencoba menghempaskan tangan Brian, sayangnya Alena tidak mampu melakukan hal itu. Tangan Brian terlalu kuat untuk dia tepis. Alena menatap Brian dengan mata nanar, ingin rasanya Alena menangis, namun dia terlalu malu untuk melakukan hal itu. Alena tidak ingin pertahanan terakhirnya runtuh dan kembali meratapi keputusannya bersama Svarga. Partner kerja sekaligus kekasihnya yang baru, "Lepaskan tangan kamu!" pinta seseorang dengan lantang, Brian mencari sumber suara itu, begitu juga Alena. "Ini bukan urusan kamu, Svarga," kata Brian yang tak bersahabat dengan kehadiran Svarga, "Tentu saja menjadi urusanku, karena Alena sekarang asisten pribadiku. Apa kamu tidak tahu hal itu?" tanya Svarga yang kini melepas pergelangan tangan Alena yang tertahan oleh Brian. "Ini urusan pribadiku," "Kalau begitu, selesaikan saat jam kantor selesai. Sekarang Alena harus bekerja, dia bawahanku, Aku harap, kamu bisa profesional dan tidak membuat keributan di kantor." jelas Svarga yang menggandeng tangan Alena sembari meninggalkan Brian seorang diri di koridor. * Svarga dan Alena berjalan ke lantai 22, lantai di mana tempat Svarga menghabiskan waktu di gedungnya. Svarga menatap Alena yang kali ini menundukkan kepalanya, menahan tangis karena rasa malu yang bergelayut di hati Alena. "Aku tidak ingin kamu menundukkan kepala seperti itu. Apa ada hal yang mengganggu kamu?" "Hanya sedikit kaget," "Kamu boleh menangis, jika itu yang kamu inginkan. Aku akan memberikan bahuku dengan senang hati. "Tsk, kamu sedang mengejek aku?" "Aku serius," "Aku tidak percaya," "Aku kekasih kamu kalau kamu lupa," kata Svarga yang saat ini membawa Alena ke dalam kantornya. Di lantai 22 hanya ada ruangan Svarga dan Hardy, termasuk Alena juga yang merupakan asisten pribadi Svarga yang baru. Hardy menatap Alena dan Svarga secara bergantian, Svarga memberikan isyarat kepada Hardy untuk segera meninggalkan mereka berdua. Hardy menganggukkan kepalanya, dia merasa pasrah dengan keputusan bos-nya itu. Alena merasa tidak enak hati dengan keputusan Svarga yang tiba-tiba mengusir Hardy dari ruangannya. "Kenapa ka-, eh Bapak mengusir Hardy, saya jadi-," "Di sini hanya ada kita berdua, kenapa kamu berubah formal seperti itu," gerutu Svarga yang tidak suka dengan perubahan Alena,"lagipula Hardy tau kebenaran hubungan kita berdua, kenapa harus ada jarak?" Alena menghela nafas panjang, "Pinjam bahu kamu!" kata Alena tiba-tiba ketika Svarga dan dirinya duduk berdampingan. "Tsk, kenapa kamu tidak mengatakannya sejak tadi." Svarga membuat Alena membatalkan niatnya untuk berbagi kesedihan bersama Svarga. Namun, Svarga segera menahan kepala Alena untuk tetap berada di bahu Svarga. "Dasar Arogan," gumam Alena, Setelah dua jam berlalu, Alena membersihkan diri di kamar mandi yang berada di lantai 22. Alena memoles riasannya yang memudar karena air mata Alena. Svarga memberikan segelas teh hangat untuk Alena, "Kamu sudah lebih baik, sekarang?" tanya Svarga, Alena menganggukkan kepala, mengiyakan pertanyaan Svarga. "Terima kasih, kamu sudah membantu aku," "Sepertinya, mantan kekasih kamu bukan orang biasa," "Hm," "Dia sepupu aku," "Oh, sepupu," Alena mencerna perkatannya sendiri,"SEPUPU!!! BRIAN MAHASURA SEPUPU KAMU!" teriak Alena histeris, "Apa kamu tidak sadar? Kami memiliki nama belakang yang sama." kata Svarga tenang. "Astaga! Kenapa kamu bilang sekarang?" "Kamu tidak pernah bertanya sebelumnya, untuk apa aku bertanya hal yang tidak penting?" tanya Svarga yang mencibir Alena. "Tapi, ini sama saja aku membuat kesalahan yang sama. Bagaimana jika keluatga kamu melakukan hal itu juga. Aku-," "Aku seorang anak yatim piatu, Alena. Ayah dan ibuku meninggal karena kecelakaan, aku tinggal bersama nenekku sejak usia 5 tahun. Mereka meninggal saat akan pergi merayakan ulang tahunku di vila. Apa kamu tidak tahu tentang asal-usulku?" "Aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk menyakiti kamu. Aku tidak suka mengorek kehidupan orang lain." "Sekarang aku kekasih kamu, kita bukan orang lain. Alena." "Tapi, kalian satu keluarga," "Aku pernah gagal menikah. Tidak ada yang peduli dengan hal itu. Mereka hanya menungu siapa calon isteri aku selanjutnya, kemudian menghancurkan segalanya." "Kenapa?" "Nanti, kamu pasti akan tahu dengan sendirinya. Asalkan kamu menikah dengan aku," "Tsk, kamu selalu memaksaku untuk melakukan hal yang tidak mungkin aku lakukan." keluh Alena, "Apa kamu tidak ingin menikah, Alena?" tanya Svarga, "Menjadi kekasih kamu saja seperti mimpi, apalagi menikah dengan kamu," jawab Alena yang merasa ragu dengan keputusan Svarga, "Semua keputusan ada di tangan kamu, Alena. Aku tidak akan memaksa kamu, setidaknya, kamu bisa memanfaatkan aku untuk semua masalah yang kamu hadapi," kata Svarga yang meyakinkan Alena untuk bersamanya. "Bagaimana dengan mantan isteri kamu?" tanya Alena, "Dia hanya seorang wanita yang egois, dia hanya membutuhkan popularitas dan uang.Wanita seperti itu akan banyak kamu temukan di dalam keluargaku nantinya." jawab Svarga yang membuat Alena menatap netra Svarga yang tak menampakan rasa teduh. "Kamu sangat membencinya?" "Tidak, karena cinta dan benci hanya berjarak setipis kesabaran yang aku miliki." aku Svarga, Alena tidak pernah berfikir, jika Svarga memiliki kisah pilu yang membuat dirinya tampak rapuh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD