Kebenaran

2543 Words
Lio termenung saat melihat Altran sahabatnya itu yang tersenyum tulus dan khawatir kepada Naura. Dan terlihat seperti orang yang benar-benar ingin melindungi gadis itu. "Al ... Semoga gadis yang kamu nikahi ini, bisa membuatmu merasakan arti cinta yang sesungguhnya," batin Lio yang tersenyum saat melihat Altran dan Naura menikah. Semenjak Altran di khianati kekasihnya dulu, Si Al menjadi pribadi yang dingin dan bahkan setiap bertemu dengan gadis manapun dia tidak bisa menunjukkan exspresi suka kepada seorang gadis. Meskipun Lio tahu, bahwa pernikahan Altran sahabatnya ini dengan Naura adalah sebuah rekayasa saja, hanya sebuah kontrak perjanjian di antara mereka berdua. Namun Lio sangat berharap bahwa sahabatnya menjadi pribadi yang periang seperti dia kenal dulu. Kendaraan terhenti di tepi, mereka keluar dan menghampiri seseorang yang dapat membantu mereka untuk meyakinkan pernikahan mereka. Bertemu teman Lio tentang keaslian surat perjanjian dan memberikannya pada Lio. "Nih Al!" Lio tersenyum dan membetikannya pada Altran. "Hmmm," Altran mengambil berkasnya. Lio tersenyum dan berjalan, kembali keluar dari tempat itu. Altran yang melihat Lio melamun dan berjalan menghampirinya. "Awas Lio ... Di belakangmu!!" seru Altran Sontak Lio langsung kaget dan melompat kesamping kanan. Naura melihat tingkah Lio yang di kagetkan Altran, tertawa terbahak melihat dua orang pria. Selalu bercanda seperti bocah. "Ah kamu mah ... untung aku gak jantungan, Al!!" cetus Lio. "Lagian, siapa suruh melamun di siang bolong gini," balas Altran "Kamu mau ikut nggak, ke rumah Ayah ku?" tanya Al. "Enggak, tugas ku sudah selesai sampai di sini saja ... Ku biarkan kalian berbulan madu ke rumah angker," ucap Lio sambil tertawa lepas mendapati wajah Altran yang terlihat kesal padanya. "Awas kamu nanti, gajih mu ku potong-potong jadi dadu," sahut Altran tersenyum licik. Naura sedari tadi tersenyum tawa melihat dua pria yang terlihat begitu hangatnya persahabatan mereka berdua. Dan Naura menghampiri Altran lalu menggandeng tangannya. "Ayo!" seru Naura merangkul lengan Altran. Altran dan Lio tertegun mendapati perubahan sikap Naura yang lain dari sebelumnya. Gadis itu justru menunjukan senyum manis lembutnya di hadapan Altran dan Lio. "Bukankah, kamu ingin tahu kemampuan aktingku?" tatap Naura tersenyum. Altran terheran mendengar hal itu, namun itu membenarkan ucapan Naura. Akan hal yang harus menunjukan keharmonisan mereka nanti di depan keluarganya. Lio yang melihat gaya romantis itu, langsung mengeluarkan ponsel dan memotret mereka berdua. Exspresi Altran yang cool menatap Naura, begitu pula dengan Naura yang menatapnya dengan senyum manisnya menatap wajah Altran, moment yang langka bagi Lio bisa melihat sahabatnya itu bergandengan tangan dengan seorang gadis manis. "Oke Bro... Aku duluan ya," ucap Lio membuyarkan mereka yang saling bertatapan. "Hmm, thanks Bro!" ucap Altran. "It's okey ... kita adalah sahabat sekaligus rekan kerja, jangan ragukan kemampuan ku," balas Lio dengan senyum tipisnya kepada mereka berdua. Lio yang sudah pergi, kini hanya Altran dan Naura. Mereka sedikit canggung dan saling bertatapan namun gandengan tangan belum juga lepas. "Ki ... Kita ke rumah ayah ku," sedikit terbata Altran mengucapkan nya. "Hmmm," Naura mengangguk Meski Altran tahu itu hanya sebuah sandiwara, namun dia terkihat gugup saat untuk pettama kalinya, seorang gadis begitu dekat dengannya. Apalagi menggandeng tangannya. Naura tersenyum dan gandengan pun terlepas dan kini mereka menuju mobil yang terparkir. Dalam perjalanan, suasana canggung masih terlihat di antara keduanya. Sesekali Altran menatap Naura yang terlihat begitu cantik dengan dandannya saat ini. "Jauh yaa ... Rumah ayah mu itu?" tanya Naura menyadarkan Altran yang memandanginya sedari tadi. Berdehem sedikit Altran, seolah pura-pura keren dan tidak mengurangi sifat aslinya. "Lumayan ... Kenapa, kamu laper lagi?" jawab Altran. "Enggak, tapi aku ngantuk," ucap Naura sambil menahan senyumnya. "Hmm... Padahal bangun sudah agak kesiangan masih saja mengantuk," cetus Altran yang sambil menyetir mobil. "Aku kan memasak pagi tadi," rajuk Naura. Mendengar dan melihat ekspresi Naura, Altran tertegun. Ada perasaan ingin melihat wajah itu lagi. Dia terasa nyaman dan ingin tersenyum setiap kali melihat Naura merajuk dan menggemaskan seperti itu. Kurang lebih satu jam perjalanan menuju kediaman Tuan Anggara. Kini tiba sudah di depan gerbang rumah mewah keluarga besar Tuan Anggara. Dan securty yang menghampiri mobil Altran langsung mempersilahkan masuk. "Ayah ada di rumah?" tanya Altran kepada securty "Ada Tuan... Beliau sudah menunggu anda," jawab sopan securty itu. "Hmm," angguk Altran. Setelah mobil berhenti di depan rumah yang sangat luas, pintu mobil terbuka disambut oleh seorang pelayan. Altran keluar dari mobilnya, begitupun dengan Naura melihat pintu mobilnya terbuka. Dia turun dari mobil dan dihampiri oleh Altran yang menyodorkan lengannya untuk Naura rangkul. Naura memasang senyum di wajahnya ketika menyambut lengan Altran yang juga tersenyum tulus kepada Naura. Mereka kini berjalan memasuki rumahnya disambut oleh beberapa pelayan dan berjalan dengan senyum di wajah. Altran memegang tangan Naura dengan lembut. "Kenapa sih tangannya tidak mau berhenti? Kan tidak begitu juga aktingnya!" gerutu batin Naura. Di ruang tamu, sudah ada beberapa orang menyambut mereka termasuk kedua orang tua Altran. Mereka memasang senyum terpaksa menyambut Altran, lain dengan ibunya tersenyum tulus dan menyambutnya menarik tangan putranya. "Kenapa sore baru datang?" tanya Ibunya. "Banyak hal yang harus di selesaikan Bu," jawab Altran, ibunya tersenyum mengangguk. "Ini ... Gadis kemarin itu? Dia terlihat berbeda," ucap Ibunya. Altran mengangguk, dia mengedarkan pandangannya pada keluarganya yang lain. Terlihat kepalsuan dalam senyum dan sambutan wajah mereka. Bukan hanya kedua orangtua Altran yang menyambut kedatangan mereka, tapi saudara-saudara Altran beserta paman dan bibinya juga ikut menyambut kedatangan Altran bersama istrinya. Selain ibunya, keluarga Al yang lain memperhatikan Naura yang begitu cantik namun terlihat biasa saja saat mereka memandang Naura yang terdiam saja. "Inikah istrinya Altran itu?" tanya seorang gadis bernama Elis. "Mungkin, jika tidak mana pernah si Al membawa perempuan kesini," balas Ibunya. "Iya juga sih, si Al kan ga pernah bawa perempuan. Malah sempat aku berpikir jika dia memang tidak menyukai perempuan, sangat disayangkan wajah tampannya itu jika memang benar-benar tidak menyukai perempuan, mubajir," seru Elis. Naura yang merasakan aura ketidaksukaan dari keluarga Altran, dia mengangkat sebelah alisnya tersenyum tipis, namun sudah bukan sebuah akting lagi yang dia lakukam, tapi dia bertingkah sesuka hatinya. Merangkul lengan Altran sembari tersenyum manja di hadapan mereka. Perlakuan Naura yang terlihat sangat jelas, memperlihatkan bahwa Altran adalah miliknya membuat keluarga Altran merasa terheran. Apalagi Altran juga menyambut Naura dengan senyum tulusnya, membuat seluruh keluarga Anggara terkejut akan perubahan sikap dari anak mereka. "Tidak sesuai sekali seleranya, mentang-mentang dia bukan keturunan Anggara, akan mempermalukan keluarga jika dibiarkan," ucap paman Altran yang bernama Ziga. "Hush ... Apa yang kamu katakan, bagaimana jika ia mendengarnya apalagi saudara kamu mendengarnya, mereka sangat menyayangi Altran. Bisa marah dia sama kamu," protes istri di sampingnya. Altran dan Naura duduk di sofa saling berdampingan, mereka tidak pernah luput dari kemesraan yang dimana Naura begitu ramah berbicara seperti wanita anggun dan elegan dari kalangan terhormat. "Kalian benar-benar sudah menikah?" tanya Elis, gadis muda itu masih penasaran dengan kenyataan yang ada. "Emm ... Anda tidak percaya? Apa perlu saya memberikan buku nikah kami. Agar kamu bisa mengakui bahwa aku adalah istrinya," balas Naura. Meski dia berbicara dengan tegas namun menunjukkan tingkah manjanya dihadapan mereka. Membuat kedua orangtua Altran tertegun, tidak percaya jika gadis manja seperti yang ada dihadapan mereka. Bisa membuat Altran menyetujui untuk menikahinya, bahkan Altran bersikap sangat lembut kepada Naura. "Sepertinya, aku tidak mengajarinya hal itu," batin Altran. Naura tersenyum tipis, melihat Altran yang terheran dan ia menggerakan sebelah alisnya sembari mengedipkan mata kirinya tersenyum melihat Altran yang terheran. Altran hanya mengikuti sandiwara istrinya yang juga memperbaiki keadaan, yang dimana dari awal kedua orangtua Altran sama sekali tidak menyetujui tentang pernikahan yang dipilih oleh Altran sendiri. Pasalnya mereka menginginkan pernikahan sesuai keinginan mereka yang di mana begitu banyak putri kalangan bisnis Tuan Anggara yang bersedia untuk menikah dengan Altran. Mereka makan malam bersama tidak ada hal yang tidak diharapkan oleh Altran yang terjadi. Yang dimana Naura bisa mengatasi keluarganya yang selalu bertentangan dengan Altran, selama ini Altran memang tidak pernah mendapatkan dukungan apapun dari mereka, yang tidak suka akan prestasi Altran sejak kecil, bahkan perusahaan yang saat ini berjalan itu karena Altran yang menjalankannya. Perseteruan antara keluarga, membuat Altran tidak betah untuk tinggal dirumah kedua orangtuanya ini. Mengingat hampir semua keluarga ayahnya tinggal di kediaman keluarga besar tuan Anggara. Membuat Altran tidak pernah mau berlama-lama disana, sehingga dia lebih menyukai menyendiri dan memiliki rumah sesuai apa yang dia harapkan. Setelah makan malam selesai, Naura duduk di sofa berbincang bersama dengan ibunya. Altran sudah berbicara kepada Naura agar bersikap lebih baik dan tidak merasa tertekan saat berada dirumah kedua orangtuanya, dia boleh melakukan sesuka hatinya selama ada Altran mendukungnya. Altran pergi ke ruangan dimana ayahnya berada, ruangan yang bahkan sangat jarang sekali orang-orang ataupun keluarganya yang di izinkan masuk kedalam ruang kerja tuan Anggara. Altran saat ini berdiri tepat di hadapan ayahnya yang terduduk dikursi kerjanya. Masih seperti biasa Altran dengan wajah tenangnya, dia sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh ayahnya itu. Namun dia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya jauh lebih tahu dibandingkan orang lain. "Gadis darimana kah dia Al?" Tuan Anggara mengawali pembicaraan. Di balas tatapan oleh Altran. Membuat Tuan Anggara sedikit geram namun dia tahan. Jika bukan karena Altran sangat penting bagi perusahaan, dia tidak akan terlalu merendahkan nada bicaranya jika hanya untuk bicara pada Altran. "Sebenarnya apa yang akan ayah katakan?" tanya Altran. "Ayah hanya mau kamu menikahi gadis baik-baik Al, itu akan baik untukmu," jelas tuan Anggara. "Baik tidaknya, Al yang menentukan. Berbicara hal ini, sepertinya Ayah sudah tahu jawabanku," ucap Altran. Tuan Anggara tersenyum tipis mendengar penuturan putranya, yang memang sudah jauh lebih dewasa dan sudah bisa menentukan mana yang baik dan tidak. Untuk kali ini. dia sudah mematangkan dirinya untuk memberitahu Altran tentang kebenaran yang selama ini dia simpan cukup lama sehingga membuatnya resah sepanjang hari. Selama dia belum memberitahukan semuanya kepada putranya itu. Meski ragu-ragu, Tuan Anggara memantapkan hatinya untuk mengatakan semuanya hari ini juga. Bukan tanpa alasan tuan Anggara meminta Altran untuk menikah dan memberikan bukti tentang pernikahan mereka. Pasalnya jika Altran sudah berniat untuk memiliki seorang wanita, itu akan jauh lebih baik untuk diri putranya yang selama ini dikabarkan tidak menyukai wanita sama sekali. Hingga begitu banyak putri-putri para pebisnis yang begitu kecewa kepada Altran, setiap kali akan pergi berkencan selalu saja membuat para anak pengusaha itu menangis dan tidak mau lagi pergi berkencan dengan dia. Meski mereka sangat mengagumi sosok Altran yang sukses dalam semua bidang. Perusahaan Anggara menjadi Jaya karena Altran yang bersungguh-sungguh mengelola perusahaannya. Hingga membuat Tuan Anggara begitu bangga kepada putranya itu. Namun bukan hak dia untuk tidak memberitahu kebenaran tentang diri Altran yang sesungguhnya. Awalnya Tuan Anggara berbicara dengan istrinya mencari cara dan waktu untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Alran, namun ibu Altran melarangnya. Ibunya takut jika Altran yang mengetahui kebenarannya lebih awal, dia akan di luar kendali bahkan tentunya kekeras kepalaannya, tidak akan bisa di kendalikan. Maka dari itu, mereka memilih untuk Altran yang sudah sangat dewasa, bahkan memiliki seorang istri, baru mereka menceritakan kebenaran yang sesungguhnya kepada Altran. Kali ini Tuan Anggara menghela nafas berat dan sesekali dia melihat wajah dingin Altran yang begitu datar. Sangat jauh dari keturunan mereka yang begitu ramah dan hangat, tanpa menunjukkan wajah berwibawa dingin, acuh. Seperti orang itu mencerminkan tentang seorang pria dengan wibawa yang tinggi dan kemampuan di luar Nalar kebanyakan orang. Dan benar saja, Altran tidak menunjukkan bahwa dia seorang pria biasa saja, dia menggeluti semua bidang, termasuk bidang teknologi yang yang saat ini tengah digeluti oleh Altran, hanya satu yang membuat Tuan Anggara mempertahankan Altran adalah, putranya itu sangat mudah bekerja sama dengan berbagai kalangan termasuk pengusaha dari luar negeri, yang memberikan kejayaan kepada perusahaan Anggara "Jika sudah memilih seorang istri sebagai pendamping hidupmu, sepertinya sudah bukan tugasku lagi untuk menjaga tentang dirimu," ucap tuan Anggara. Altran mengangkat sebelah alisnya, dia duduk di kursi berhadapan dengan ayahnya tanpa rasa penasaran sama sekali. Dia mendengarkan apa yang akan di ucapkan oleh ayahnya itu. "Apa yang mau ayah ceritakan?" tanya Altran. Tuan Anggara menghela nafas kasar, dia tidak menjawab pertanyaan putranya, dia beralih ke laci di bawah mejanya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil yang sudah usang. Dia mengusap kotak yang sedikit berdebu itu. Altran memperhatikan ayahnya dan menunggu tuan Anggara berbicara lagi. Tuan Anggara membuka kotak kecil usang itu dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya, dia menyodorkan sebuah kalung dengan sebuah nama yang tertera di kalung itu. Kalung yang berwarna hitam dan disana ada sebuah tulisan dengan warna hitam pekat. Altran tidak mengerti apa yang di maksud ayahnya, namun dia perlahan mengambil kalung itu, hendak melihat sebuah tulisan yang dimana disana tertulis sebuah nama Anggara. "Maksud ayah apa ini? Ini nama keluarga kita?" tanya Altran. "Bukan, itu bukan nama keluarga kita," jawab tuan Anggara. "Bukan? Lalu maksudnya apa ini ayah?" Altran masih mencoba untuk bertanya kepada ayahnya. "Sebenarnya. sudah sangat lama sekali saat di usiamu, kira-kira sekitar enam bulan. Ayah menemukan kamu di bawa oleh seorang pria berbaju warna hitam, dia penuh dengan luka dan memberikan seorang bayi kepada ayah," jelas Tuan Anggara. "Hah? Lalu?" Altran penasaran. "Sejak saat itu, ayah memiliki putra yaitu kamu. Kamu adalah bayi itu, sempat ayah mencari tahu tentang asal usul kamu, tapi sama sekali tidak dapat ayah temukan. Bahkan berita tentang orang yang mencari tentang bayi yang hilangpun tidak ada, namun ayah yakin kamu bukanlah anak sembarangan yang dimana perjuangan seorang pria menyelamatkan kamu hingga dia meninggal," Tuan Anggara masih menceritakannya, mengingat masa lalu yang mengerikan. "Ayah tadinya ingin menceritakan semua ini saat kamu di usia 18 tahun, tapi sepertinya kamu masih belum siap untuk mendapati kenyataan ini. Mengingat kamu lebih sering sembarangan bertingkahnya. Maka dari itu, ayah berjanji akan memberitahumu jika kamu sudah memiliki seorang istri, seorang istri yang bisa memberimu kehidupan yang jauh lebih baik dan mendukungmu," jelas Tuan Anggara. "Lalu, jika sudah seperti ini, ayah ...." "Tenang saja, ayah tidak akan melupakan kamu. Kamu tetap putra ayah, hanya saja sudah saatnya kamu mencari jati diri kamu. Jika memang itu mau kamu," sela tuan Anggara. "Kenapa begitu kebetulan, aku di temukan oleh keluarga Anggara?" tanya Altran. "Mungkin sebuah takdir yang mempertemukan kita, hingga ayah lebih bersyukur semenjak ada kamu, kehidupan keluarga ayah jauh lebih baik. Apalagi mengetahui kamu begitu sangat cerdas dan bertalenta bisa membangkitkan keluarga ayah, ayah sangat bangga memiliki putra seperti kamu," tatap Tuan Anggara. Altran masih terdiam mendengarkan cerita ayahnya yang membuatnya sangat penasaran. "Tapi, ayah juga terpikirkan dengan orangtua yang seperti ayah ini, tentunya mengharapkan anaknya yang menghilang begitu lama, dalam kerinduan mereka yang dalam. Tentunya tidak akan jauh beda dari apa yang ayah rasakan, maka dari itu kamu boleh mencari mereka selama kamu tetap menjadi anak ayah," jelas tuan Anggara. "Iya ... Al akan mencarinya Yah, dan hanya satu Al tahu. Atas nama Anggara ini namaku kah? Atau hanya nama keluarga," ucap Altran. "Kamu cari tahulah sendiri Al, tapi satu hal yang mau ayah kasih tahu ke kamu. Di indonesia sana, ada keluarga besar bernama Anggara tapi setahu ayah, mereka memiliki tiga orang anak, satu orang putra dan dua putri. Dan mereka baik-baik saja tidak pernah ayah mendengarkan mereka memiliki anak lagi, mungkin kamu bisa mencari tau disana," jelas tuan Anggara. "Indonesia?" Altran terheran. Sejenak Altran terdiam dan memikirkan apa saja yang berkemungkinan tentang dirinya, dia melihat kalung yang ada di tangannya dan melihat kembali ke ayahnya yang masih memperhatikannya. "Baiklah yah ... Altran tidak akan berlama-lama lagi, lagi pula sepertinya Naura sudah minta pulang," ucap Altran. "Iya ... Pergilah Nak! Ayah akan mendukungmu apapun itu," balas Tuan Anggara. Altran mengangguk berdiri dan berjalan keluar dari ruang kerja ayahnya. Ruangan yang menurut Altran sangat sempit jika untuk dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD