27

1095 Words
TITIK TEMU [27] Kualitas Hidup yang Baik ______________________________ Malam ini terasa sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Perasaan Shena yang tadinya sempat mendung, berubah menjadi senang. Simon mengajaknya berjalan-jalan keluar rumah. Hal yang jarang dia lakukan karena tidak mendapatkan ijin dari Papinya. Namun khusus malam ini, Simon seperti meminta ijin dengan banyak alasan agar bisa mengajak Shena keluar dan sedikit menikmati sisa akhir pekan yang sangat membosankan. Toh, Shena sudah menyelesaikan pekerjaannya yang sempat terbengkalai beberapa saat karena malas. Sekarang, dia harus menikmati hidupnya, bukan? Mereka berdua berjalan-jalan ke sebuah pantai terbuka yang penuh dengan orang-orang camping. Dua hari belakang ini ada festival yang diadakan di pantai dan pesertanya pun mendirikan tenda di sana. Ada banyak sekali orang yang menonton dari kejauhan sepertinya, menikmati api unggun walaupun tidak ikut dalam acara. Sekarang, Shena dan Simon duduk di atas bukit batu ditemani dengan teh jahe panas. Terlihat sekali kebahagiaan yang terpancar di wajah Shena. Membuat siapa saja yang melihatnya tahu jika Shena sangat cantik ketika sedang tersenyum, walaupun sangat tipis sekali. Cewek itu memang sudah menjadi pusat perhatian ketika menapakkan kakinya di pantai. Dengan menggunakan sweater dengan warna hitam polos dipadu dengan celana panjang, serta rambut yang dikepang. Membuat wajah cantiknya semakin terekspos. Untunglah ada Simon disampingnya. Laki-laki itu yang menjaganya dan mungkin dianggap orang-orang sebagai pasangannya. Shena merindukan kenormalan di dalam hidupnya. Tentang dirinya yang bebas tanpa adanya satu pun fans yang berada disekitarnya. Namun, ketika memutuskan untuk menjadi orang yang terkenal, maka harus siap apabila privasi untuk diri sendiri tetap mempunyai batasan. Terkadang, mereka yang tidak mengenalnya secara personal—merasa berhak melakukan apapun sesuka hati dan menerobos semua makna batasan tentang dunia orang lain. Namun, alasan terbesar Shena menjadi seorang kreator di dunia maya adalah untuk menghibur kesepiannya. Sayangnya, semua itu tidak semulus yang dibayangkan. "Dulu ... gue menggunakan aplikasi watching untuk senang-senang dan menghibur kesendirian gue. Terus setelah gue mulai dikenal, Papi yang mengambil alih semuanya. Meminta beberapa orang mengurus segalanya. Menjadikan gue artis dadakan yang seringkali kehilangan jati diri. Gue selalu merasa tertekan sekarang! Watching udah enggak senyaman dulu." Curhat Shena kepada Simon, lalu meraih gelasnya untuk meminum teh jahenya yang tidak terlalu panas sekarang. Simon tersenyum tipis, "jadi ... Nona ingin berhenti membuat video dan fokus dengan real life? Begitu?" "Mungkin," jawab Shena seadanya. Terkadang, menjadi terkenal tidak semudah dan seenak yang orang lain bayangkan. Mungkin Shena merasa bahwa hidupnya berubah ketika dirinya dikenal banyak orang dan mulai menjadi idola untuk mereka yang banyak menuntutnya. Karena semakin terkenal, maka semakin banyak tuntutan. Jika tuntutan itu tidak terpenuhi, tidak menutup kemungkinan bahwa; orang-orang yang menyukainya akan berbalik membencinya. Kadangkala, sosial media memang kejam kepada para kreator yang muncul dengan jalur instan. Sesekali Simon melirik Shena yang tampak bahagia. Mungkin hampir tidak pernah dirinya melihat wajah bahagia Shena. Biasanya, Shena hanya menampakkan wajah jutek atau kesal ke arahnya. Namun hari ini, Shena tampak menikmati kehidupannya. Dimulai dengan tumben-tumbennya ada orang yang main ke rumah dengan alasan untuk belajar kelompok dan diakhiri dengan liburan kecil ke pantai untuk melihat orang-orang yang tengah camping di bawah sana. "Apapun yang terjadi, saya akan berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk Nona." Ucap Simon yang membuat Shena menoleh ke arahnya. "Misi untuk hari ini adalah jalan menggunakan ponsel ketika sedang liburan. Efeknya akan membuat pikiran kita lebih baik." Sambung Simon dengan serius. Shena mengangguk pelan, "makanya gue enggak bawa Hp. Lagipula enggak seru kalau tiba-tiba Papi telepon dan minta gue untuk pulang. Sekali dalam sejarah nih, Papi ngijinin gue untuk keluar." "Apa Nona dan pemilik Rainbow cafe itu sudah berbaikan?" Tanya Simon karena sempat melihat Albi ketika cowok itu keluar dari rumah Shena tadi. Bahkan mereka sempat saling berinteraksi dengan cara menunduk saja. Tidak ada pembicaraan, namun untuk mereka berdua itu disebut sebagai; interaksi yang baik. Shena menggeleng pelan, "kalau enggak ada tugas, gue enggak akan mau satu kelompok sama dia! Gue sama dia, enggak bakalan baikan. Mana ada orang yang mau baikan sama cowok ketus kaya dia, nyebelin!" "Saya melihat bahwa Nona sangat menikmati pertemuan dengan teman-teman baru Nona di sekolah yang baru. Mereka terlihat hangat dan menyenangkan. Buktinya, Nona betah berada di dekat mereka." Ucap Simon yang tidak ditanggapi Shena. Simon hanya bisa tersenyum melihat perubahan ekspresi wajah Shena—tampak tidak biasa. Cewek itu hanya mengalihkan pandangan matanya dari Simon, tidak mau jika Simon tahu apa yang sedang dia rasakan. Sebenarnya Shena begitu nyaman berada di dekat teman-teman di sekolah barunya. Shena tidak bisa memungkiri bahwa Nandan, Sofya, dan Liliana sangat humble dan mudah sekali berinteraksi. Sehingga apapun ceritanya akan menjadi nyambung ketika mereka yang bercerita. Shena juga melihat betapa tulusnya pertemanan mereka. Bahkan orang seperti Albi yang sangat Shena benci, sangat disayang teman-temannya. Ketika Albi pulang tadi, cerita pun beralih tentang Albi semuanya. Ada kisah yang membuat Shena merasa cukup miris dan merasa senasib. Itu semua karena mereka berdua—Shena dan Albi—sama-sama tidak mampu memilih apa yang benar-benar mereka inginkan. Walaupun begitu, Shena tidak ingin kasihan kepada Albi. Cowok itu tetap menyebalkan meskipun kisahnya menyedihkan. "Sepertinya, cukup untuk hari ini Nona. Mari kita pulang sebelum Tuan Besar akan mengerahkan bodyguard pribadi beliau untuk menyeret kita dari sini! Saya berjanji membawa kembali Nona kemari. Tapi untuk sekarang, kita harus pulang." Ucap Simon yang tidak mendapatkan perlawanan sama sekali dari Shena dan itu tidak biasanya. Shena beranjak dari duduknya tanpa mengucapkan apapun dan masuk ke dalam mobil. Lalu Simon menyusul cewek itu setelah selesai membayar minuman mereka berdua. Simon memasangkan seatbelt untuk Shena yang sejak tadi menampakkan wajah berseri-seri. Ternyata, keinginan sederhana ini sudah membuat Shena tersenyum bahagia. Simon berharap bahwa dengan hadiah kecil darinya ini, dapat meredakan kesedihan yang mungkin akan segera mendekati Shena. Drt Drt Drt Simon menatap layar ponselnya, panggilan dari salah satu anak buah Erlangga—Papinya Shena. Laki-laki itu pamit untuk keluar dari mobil sebentar, mengangkat telepon itu. Simon tidak mau jika Shena sampai mendengar semuanya. Sehingga Simon menepi di tempat yang lumayan jauh. "Halo," ucap Simon dengan nada sangat pelan. "Bagaimana? Apa video itu sudah dihapus dari Layarkaca dan Watching? Kau sudah melacak IP orang yang menyebarkannya?" Sambung Simon dengan setengah kesal. "Kami sudah menghapus videonya. Namun kami tidak bisa melacak IP orang yang menyebarkannya. Kami juga tidak bisa memastikan bahwa video itu tidak di download oleh para penggemar maupun haters Nona Shena, Tuan Simon." Ucap orang di telepon itu. Simon menghela napas panjang, "ah, kenapa bisa ceroboh begitu? Kalian seharusnya bisa membereskannya! Kalau begitu, hubungin aku terus dan pastikan bahwa video itu tidak bisa diunggah lagi!" Nit. Simon mematikan sambungan teleponnya. "HAH! Sialan! Mengapa mereka tidak becus bekerja!" Umpatnya dengan kesal. •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD