21

1084 Words
TITIK TEMU [21] Satu kelompok _____________________ Sepanjang sejarah, baru kali ini Albi menunggu cewek di depan gerbang sekolah. Bukan tanpa alasan, tetapi Albi ingin mengembalikan ponsel Shena yang tidak sengaja terbawa olehnya. Waktu itu, kejadian sangat cepat dan membuat Albi merasa sedikit menyesal. Perlu untuk digarisbawahi, sedikit. Jika Shena tidak mengatakan kata-k********r semacam "anjing", mungkin kata sialan atau b*****t tidak akan pernah keluar dari mulutnya. Sayangnya pada waktu itu, Shena benar-benar menyebalkan. Sudah dibantu tetapi malah mengatainya. Sungguh, Albi baru menemukan seorang cewek dengan kepribadian buruk seperti itu. Shena memang cantik, bahkan sangat. Tetapi Albi tidak ingin menjadikan cewek itu sebagai seorang teman, sahabat, apalagi pendamping. Mengenal pun tidak! Cewek itu seperti masalah besar jika dia mendekatinya. Sudah dua hari Shena tidak masuk sekolah, dengan alasan sakit. Entah itu hanya alasan, atau memang benar-benar sakit. Temannya yang lain heboh dan mengkhawatirkan cewek itu. Bahkan Liliana dan Sofya tidak berhenti bertanya tentang keadaan Shena padanya. Bukankah terakhir Shena bersama dengan Albi? Sebenarnya mereka khawatir pada keduanya. Shena yang tidak masuk sekolah dan Albi yang kelihatan uring-uringan akhir-akhir ini. Ya, tepat setelah mereka menyingkir bersama dari kantin waktu itu. "Gue jadi curiga sama Lo," ucap Nandan yang muncul tiba-tiba di depan Albi. Hampir saja u*****n kasar itu keluar dari mulutnya. Bisa terkena point pelanggaran dari Pak Satpam jika sampai itu terjadi. "Bisa enggak, kalau muncul yang normal-normal aja." Ketus Albi tidak suka. Nandan hanya nyengir, "nungguin siapa sih? Gue perhatiin dari hari kemarin, Lo kaya lagi nungguin seseorang. Nunggu Shena, ya?" "Ngawur," tandas Albi dengan wajah tegangnya. Dia tidak mau ketahuan sedang menunggu Shena di depan gerbang. Walaupun ini penting, tapi mau ditaruh mana harga dirinya yang setinggi langit ini. Nandan mengangguk-angguk kepalanya, "kalau gitu, ngapain di sini? Bukannya bentar lagi masuk?" "Ya, cari angin aja!" Bohong Albi yang semakin membuat Nandan penasaran. "Ya udah, gue masuk duluan. Mau ngerjain PR kimia. Oh iya, pinjam buku Lo dong. Yang ada jawabannya tapi." Ucap Nandan dengan wajah memelas. "Ck, kebiasaan!" Kesal Albi, namun tetap membuka tasnya dan mengambil buku kimianya dari dalam tas dan memberikannya kepadanya Nandan. Nanda tersenyum, "makasih Albi ganteng. Gue mau nyontek dulu ah. Kurang lima nomor nih!" "Itu bukannya kurang," sindir Albi karena PR mereka ada tujuh nomor. Nandan tertawa riang, "eh, gue mau bilang satu lagi. Rilo akhir-akhir ini kok rada aneh, ya?" "Perasaan Lo aja kali," jawab Albi dengan kesal. "Sana, masuk Lo. Gue enggak mau dekat-dekat sama Lo." Usirnya kepada Nandan. Nandan melambaikan tangannya ke arah Albi sebelum akhirnya masuk ke hall sekolah mereka. Tidak lama kemudian, sebuah mobil masuk ke halaman sekolah. Seorang cewek turun setelah dibukakan pintu oleh laki-laki berjas hitam itu. Cewek itu menatapnya sekilas, lalu berjalan mendahuluinya. Albi sontak berjalan mendekatinya lalu menarik lengan Shena agar berhenti. "Apa-apaan sih?" Ketus Shena, seperti biasanya. Albi menarik telapak tangan Shena dan meletakkan sebuah ponsel di sana, "enggak perlu terima kasih karena gue tahu otak Lo enggak terprogram kata-kata itu. Terus, Lo enggak perlu jawab omongan gue. Dan yang terakhir, jangan pernah saling ngobrol!" Shena menatap wajah Albi yang cukup tampan dengan keringat tipis di dahinya. Cowok itu melepaskan tangannya setelah memberikan ponsel itu kepada Shena. Setelah itu, mereka sama-sama berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Albi berada di depan Shena dan Shena di belakang Albi. Mereka benar-benar tidak bicara, walaupun Shena ingin sekali bertanya kepada Albi—apakah cowok itu membuka-buka ponselnya? Nandan menyenggol lengan Sofya untuk menatap ke arah pintu di mana Albi masuk dan disusul Shena di belakangnya. Nandan sudah mulai heboh sendiri karena tebakannya benar, Albi menunggu Shena di depan. "Lo kenapa?" Tanya Nandan ketika melihat Rilo yang meletakkan kepalanya di atas meja. Tidak bersemangat dalam hal apapun semenjak beberapa hari belakangan ini. Rilo menggeleng, "masalah Bokap, biasa." "Disuruh training di perusahaan lagi?" Tanya Albi yang ikut nimbrung. Rilo mengangguk dengan tatapan lelah, "ada yang lebih parah daripada itu. Ada kesepakatan bisnis sama orang penting. Harga yang harus dibayar dengan pernikahan." "What the fu— awh~" keluh Nandan saat telinganya ditarik oleh Miska, guru biologi mereka. "Eh, ada Ibu Miska yang cantik. Sakit telinga Babang nih, Bu. Nanti siapa yang memuji Ibu cantik kalau bukan saya?" Ucap Nandan dengan sedikit gombalannya dan juga kurang ajar. Miska menggeleng pelan, "kamu ini, suka sekali bicara kotor." "Bu, kotor itu baik. Ada kok iklannya," ucap Nandan. "Auw~ berjanda, Bu." Sambungnya yang semakin membuat Miska semakin kesal dan menarik telinga Nandan lebih kuat. "Ampuni hamba Baginda Ratu," ucap Nandan kesekian kalinya. Kali ini Miska melepaskan tangannya dari telinga Nandan. Terdengar tawa riuh dari teman-teman sekelasnya yang bahagia setiap kali melihat Nandan mendapat masalah karena mulutnya itu. Setelah beberapa saat mereka tenang kembali. Guru cantik itu duduk di kursinya, membiarkan Nandan lolos hari ini. Albi dan Shena seperti biasanya, duduk berdua tanpa suara. Mereka lebih memilih fokus kepada buku yang berada di depan mereka ketimbang harus repot-repot membuka suara untuk ribut. "Baik anak-anak, Ibu akan memberi tugas kepada kalian semua untuk membuat sebuah makalah tentang materi sel—" "Yah~" keluh siswa yang lainnya sebelum Miska menyelesaikan ucapannya. Perempuan itu seperti bersorak dalam hati karena melihat wajah frustasi siswa-siswanya, "Ibu belum selesai bicara lho." "Diam-diam, biarin Ibu Miska gue ngomong." Ucap Nandan yang mendapatkan sorakan dari seisi kelas. "Sudah-sudah," lerai Miska sebelum siswa-siswi di kelasnya membuat heboh dan mengundang Arini—guru sejarah killer—yang tengah mengajar di kelas sebelah.  "Jadi, tugas ini adalah tugas kelompok yang terdiri dari dua orang. Nah, kelompok ini bisa langsung kita ambil dari teman sebangku saja ya. Biar Ibu tidak repot." Sambung Miska yang membuat Albi dan Shena berdiri bersamaan. "Tidak setuju, Bu!" Ucap mereka berdua. "Saya juga tidak setuju, Bu." Kali ini tatapan semua orang mengarah kepada Nandan yang berdiri dari kursinya, mengikuti Shena dan Albi. Miska menghela napas panjang lalu menatap ketiga siswanya, "kalian ini, bikin Ibu pusing aja deh. Sekarang Albi, kenapa tidak mau?" "Tidak mau saja, Bu. Orang ini susah diajak mikir." Tunjuk Albi kepada Shena. Shena sudah menyumpah serapah di dalam hatinya, "saya juga enggak mau satu kelompok sama orang songong kaya dia, Bu." Miska menatap Nandan kali ini, "hm, kamu kenapa enggak setuju sama kelompokmu?" "Saya setuju-setuju aja sih Bu sama Rilo." Jawab Nandan enteng. "Terus kamu kenapa berdiri?" Geram Miska kesal. Nandan nyengir, "iseng aja sih, Bu." "Ya Tuhan," keluh Miska dengan sedikit emosi. "Begini saja, jika Albi dan Shena tidak mau satu kelompok maka Ibu terpaksa mengurangi nilai kalian. Ibu tidak peduli dengan hasil pekerjaan kalian nantinya. Intinya, Ibu akan potong nilai kalian." •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD