TITIK TEMU
[15] Hari pertama sekolah
____________________________
Beberapa pelayan dengan seragam warna biru muda masuk ke dalam kamar Shena dengan membawakan seragam barunya. Salah satu pelayan yang diketahui adalah kepala pelayan itu mengintruksikan kepada para bawahannya untuk menyiapkan perlengkapan yang akan dipakai Shena untuk berangkat ke sekolah barunya. Sedangkan Shena sendiri masih berada di dalam kamar mandi dan menikmati sesi mandinya yang menyenangkan sambil berendam di bathtub. Aroma harum dari lilin aroma terapi pun semakin membuat Shena merasa sangat rileks. Dia selalu menggunakan lilin setiap kali mandi. Seperti sebuah kebiasaan yang dilakukannya sejak lama.
Dirak-rak kamar mandinya terdapat beberapa pot kecil berisi tumbuhan. Ada juga deretan botol-botol sabun mandi cair dengan berbagai aroma, lulur mandi, lilin-lilin aroma terapi, sampo dan segala macam bentuk perawatan rambut lainnya. Shena mempunyai semuanya karena dia sangat suka dengan kebersihan, wangi, dan itu sudah menjadi sebuah kebutuhan. Shena juga adalah seorang beauty vlogger yang cukup terkenal di aplikasi watching atau akun sosial medianya di Layarkaca. Selain itu, Shena memang sangat cantik untuk ukuran anak SMA. Mungkin semua karena ditunjang dengan perawatannya yang tidak bisa dibilang murah.
Setelah selesai berendam, Shena keluar dari bathtub dengan memakai piyama handuk. Cewek itu menuju wastafel untuk menyikat giginya dan mencuci mukanya dengan sabun muka. Setelah selesai, dia akhirnya keluar dari kamar mandi. Hampir satu jam Shena menghabiskan waktunya untuk mandi. Biasanya lebih dari itu. Hanya saja, Papinya sudah ceramah sejak pagi-pagi buta untuk mengingatkannya tentang berangkat sekolah, catat, tidak boleh telat.
Kepala pelayan meminta semua bawahannya untuk keluar terlebih dulu. Memberikan waktu kepada Shena untuk berganti pakaian. Lalu setelah itu, Shena meminta mereka masuk kembali. Meminta mereka untuk melakukan tugas seperti biasanya. Ada yang men-curly rambutnya, ada yang memakaikan kaos kaki, ada yang memakaikan kutek bening di tangannya, ada yang sedang merapikan buku-bukunya ke dalam tas. Sedangkan Shena sendiri sedang merias wajahnya dengan beberapa sentuhan make up yang sangat tipis. Shena benar-benar cewek modis yang tentunya akan membuat banyak cewek iri dengan penampilannya.
Setelah siap, Shena turun menuju lantai satu dengan tangga. Beberapa pelayan masih mengikutinya, membawakan tas dan kadangkala merapikan seragamnya. Papinya hanya bisa menggeleng pelan saat melihat putrinya yang harus dilayani dengan pelayan sebanyak itu hanya untuk berangkat ke sekolah. Shena memang sudah terbiasa hidup sebagai Seorang putri kerajaan. Dilayani dan dituruti apa maunya.
Papinya mengibaskan tangannya ke arah beberapa pelayan itu setelah Shena duduk di kursi meja makan. Cewek itu meminum susunya dan sesekali menatap Papinya.
"Apa?" Tanya Shena dengan wajah malasnya.
Papinya hanya menggeleng, "enam belas tahun?"
"Apa yang salah dengan itu?" Tanya Shena lalu menyendokkan cream soup ke dalam mulutnya dengan penuh. "Papi yang memintaku untuk buru-buru. Jadi apa salahnya kalau aku menyuruh mereka?" Sambung Shena sambil menatap Papinya.
"Tidak ada yang salah. Papi hanya bertanya apakah kamu remaja enam belas tahun?" Sindir Papinya dengan sedikit senyum diujung bibirnya.
Shena menatap Papinya lekat, "hm, whatever!"
"Shen, dibawa ya." Ucap Bundanya yang baru saja datang dari dapur membawakan sebuah tempat makanan dan meletakkannya di dekat Shena.
Shena menatap Bundanya sekilas, "di sekolah juga ada kantin kok. Enggak perlu bawa makanan dari rumah."
"Shen..." Tandas Papinya.
"Iya, iya, gitu aja dipermasalahin." Sewot Shena dengan wajah kesal.
Papinya hanya diam, tidak mau memperpanjang lagi. Mereka sibuk dengan sarapan masing-masing. Shena buru-buru menghabiskan sarapannya untuk segera berangkat ke sekolah. Cewek itu beranjak dari duduknya, dengan malas berjalan mendekati Papinya yang sudah menyodorkan tangannya meminta Shena untuk menyalaminya. Lalu setelah itu, Papinya memberikan kode untuk bersalaman juga kepada Bundanya. Awalnya Shena tidak mau. Tetapi akhirnya mau setelah dipaksa.
Shena keluar dari rumah sambil membawa bekal makanan yang telah dibuatkan Bundanya. Simon yang sudah siap mengantarkan Shena ke sekolah pun membukakan pintu mobil lebar-lebar. Membiarkan Shena masuk ke dalam mobil.
Sebenarnya Shena malas sekali berangkat sekolah. Apalagi dia tidak tahu sekolah seperti apa yang sudah Papinya pilihkan. Sebenarnya dia tidak ingin pindah dari sekolahnya yang lama. Tetapi karena banyak sekali masalah, membuat Papinya mengambil langkah tegas kepada dirinya.
"Stop!" Perintah Shena kepada Simon ketika mereka melewati sebuah SMA dengan gapura megah di depan sana. Itu adalah SMA lama Shena, tempat yang selalu ingin Shena kunjungi namun dilarang oleh Papinya.
Simon melirik Shena dari kaca yang berada di depan, "Nona tidak boleh keluar apalagi bertemu dengan—"
"Gue tahu," lemas Shena ketika melihat sosok cowok tinggi sedang berdiri sambil berbincang dengan Satpam di depan gerbang sekolah.
Senyuman Shena mengembang saat menatap cowok itu. Cowok yang selalu Shena perhatikan setiap kali bersama. Cowok yang membuatnya jatuh cinta setengah mati namun menancapkan luka paling parah di hatinya. Shena menghela napas panjang, apakah ini jalan terbaik untuk mencoba move on? Walaupun rasanya sakit tidak terkira apalagi menahan rindu untuk bertemu, berat sekali.
"Ini sudah pukul tujuh kurang lima belas menit, Nona." Ucap Simon memutus pandangan Shena kepada cowok di depan sana.
Shena menghela napas panjang, "ya, jalan!"
"Nona pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari dia. Nona bisa menyukai orang lain lagi setelah mendapatkan yang pas. Dia bukan satu-satunya laki-laki yang bisa Nona sukai." Ucap Simon akhirnya.
Shena mengangguk, "gue juga tahu! Gue cuma lihat aja, apa dia baik-baik aja."
"Tentu saja baik-baik saja, Nona. Tidak ada yang perlu Nona pikirkan dan khawatirkan." Jawab Simon kepada Shena. "Sekarang, Nona belajar yang rajin dan carilah teman yang benar-benar ingin berteman dengan Nona." Sambungnya.
Shena menatap keluar jendela mobilnya, "enggak butuh teman!"
"Setiap manusia pasti membutuhkan orang lain. Nona bisa mencoba untuk bersikap sedikit ramah."
"Lo pikir gue enggak ramah?"
Tentu saja Simon menggelengkan kepalanya dengan cepat, "tidak sama sekali, Nona."
"Sialan!" Umpat Shena.
"Jangan bicara kasar, Nona. Ingat, Nona tidak boleh membuat masalah di sekolah yang baru. Nona tidak mau 'kan pergi keluar negeri? Tuan tidak main-main dengan kata-katanya kali ini. Jadi, saya harap Nona mengerti." Ucap Simon setelah menghentikan mobilnya di halaman sekolah baru Shena.
"Di sini?" Tanya Shena menatap sekolahnya yang baru. Sekolah yang cukup bagus tetapi tidak terlalu mewah seperti sekolahnya yang lama.
Simon keluar dari mobil, memutar untuk membukakan pintu untuk Shena. Cewek itu keluar dari mobil setelah itu, membuat banyak pasang mata menatap ke arahnya dengan tatapan takjub.
"Cantik banget,"
"Siapa itu?"
"Gila! Modis banget"
Mungkin itulah beberapa cuitan yang Shena bisa dengar dari orang-orang disekitarnya. Tapi lagi-lagi Shena tidak peduli. Dia hanya diam sambil menatap Simon yang menutup pintu mobil.
"Saya akan pergi sekarang, Nona." Ucap Simon kemudian. "Saya akan menjemput Nona pukul dua lebih tiga puluh menit." Sambungnya.
"Hm..." Jawab Shena seadanya.
Setelah itu, Simon masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan halaman sekolah Shena. Cewek itu diam di depan sekolah, menatap sekolah barunya dengan tatapan tidak bisa diartikan. Mengapa harus sekolah ini?
•••••