34

1158 Words
TITIK TEMU [34] Hukuman yang pertama _____________________________ Perdebatan sengit terjadi begitu saja di pagi yang cerah ini. Orang-orang yang berada di dalam kelas pun tak berani melerai, bahkan Nandan dan Rilo sebagai teman keduanya hanya ikut dimaki karena menurut salah satu pihak—hal itu sangatlah fatal. Liliana dan Sofya memegangi lengan Shena, meminta Shena untuk tetap tenang. Cewek itu bahkan ikutan emosi dan menggebrak meja karena kesal dengan semua ucapan yang keluar dari mulut Albi. Namun ... sepertinya Albi benar kali ini. Albi marah karena tugas mereka berdua yang dikerjakan di rumah Shena—beberapa hari yang lalu—lupa Shena bawa ke sekolah. Padahal hari ini adalah batas pengumpulan tugas tersebut. Miska sebagai guru biologi pun hanya menggeleng pelan; tidak bisa untuk mengatasi kedua muridnya. Padahal Miska ada di sana, namun seperti tidak digubris keduanya. Toh, kedua orang itu berdebat tepat ketika Miska memberikan kesempatan semua muridnya untuk mengumpulkan tugas mereka ke depan. Rencananya, Miska akan meminta masing-masing kelompok untuk presentasi. Namun tiba-tiba terdengar kemarahan Albi yang mengatakan bahwasanya Shena tidak membawa tugas mereka. Tentu saja itu sangat fatal! "Lo sebenarnya serius mau sekolah enggak sih? Jangan-jangan Lo sengaja enggak bawa tugas kita, ya? Lo mau gue dihukum? Iya?" Bentak Albi yang entah ke berapa kali kepada Shena. Shena mengepalkan tangannya kuat-kuat, "Lo paham enggak sih bahasa manusia? Gue benar-benar lupa! Kenapa gue sengaja ninggalin pekerjaan kita berdua, sedangkan di sana ada nilai gue juga. Gue juga ikut ngerjain, ya! Gue lupa! Bukan gue sengaja!" "CUKUP!" Bentak Miska yang sudah lelah mendengarkan perdebatan kedua muridnya. Padahal Miska berharap mereka bisa berdamai, setidaknya meminta maaf kepada dirinya sebagai seorang guru. Tetapi keduanya malah sibuk berdebat dan melupakan dirinya yang berdiri di depan kelas. Semua murid di kelas XI IPA-1, bungkam. Mungkin mereka akan memaklumi tindakan Albi yang marah-marah karena tidak pernah tertulis dalam sejarah bahwa Albi tidak mengerjakan tugas. Cowok itu selalu mengerjakan tugas dan selalu mengumpulkan tepat waktu. Tetapi mereka juga tidak membenarkan perbuatan Albi yang memarahi Shena dengan kasar seperti itu. Tetapi, mereka juga tidak tahu bahwa keduanya mempunyai perasaan dongkol karena teman-temannya tidak membantu memecahkan masalah. Lalu, Albi dan Shena maunya teman-temannya melakukan apa? Toh, ini bukan salah orang lain. Namun salah mereka berdua sendiri. "Kenapa kalian berdua malah sibuk ribut sendiri, sedangkan ada Ibu di depan kelas? Kalian ini sudah sangat keterlaluan! Mungkin memang benar tugas kalian tertinggal, namun di mana attitude kalian? Alih-alih minta maaf kepada Ibu, malah ribut sendiri dan saling menyalahkan." Ucap Miska yang ingin meluruskan semuanya. Bukankah tidak apa-apa jika mendidik perangai anak didiknya? Albi menatap Miska yang tampak marah kepadanya dan Shena, "tapi kami sudah mengerjakan, Bu. Shena yang tidak membawa tugas kami. Jika dia memang serius sekolah, pasti dia akan ingat dengan semua tugas yang harus dia kumpulkan!" Shena sendiri meradang karena Albi menyindirnya kembali, "berulangkali saya bilang, Bu, saya lupa! Semalam saya belajar kok! Saya hanya tidak ingat dengan tugas." "Sudah ... sudah! Ibu tidak meminta kalian membela diri masing-masing. Ini bukan ajang saling menyalahkan satu sama lain. Kalian ini kelompok! Baik begini saja, biar Ibu bertanya kepada kalian berdua." Ucap Miska dengan menatap Albi dan Shena secara bergantian. "Apakah semalam Albi mengingatkan Shena untuk membawa tugasnya? Lalu, apakah Shena meminta maaf karena lupa membawa tugasnya?" Sambung Miska yang membuat keduanya hanya diam, perlahan menggeleng. "Mana mungkin otaknya terprogram kata-kata maaf, itu mustahil!" Ucap Albi dengan nada pelan tetapi begitu menusuk. Shena menatap tajam ke arah Albi yang baru saja menyindirnya, "ini semua juga salah Lo!" "Sudah ... Ibu tidak mau mendengar perdebatan kalian lagi. Perdebatan kalian membuang waktu pelajaran hari ini. Ibu jadi tidak bisa memulai presentasi teman-teman kalian jika kalian berdua masih berdebat yang tidak-tidak. Jadi, Ibu memutuskan untuk memberikan hukuman pada kalian berdua!" Ucap Miska yang menyetop Albi dan Shena untuk membuka suara. "Ibu mau kalian membuat tugas yang sama seperti tugas hari ini, namun tidak hanya dalam materi sel saja. Tetapi, seluruh materi yang ada pada semester ini. Kalian paham?" Sambung Miska memutuskan. "Bukankah itu terlalu banyak, Bu?" Protes Shena yang membayangkan betapa banyaknya tugas yang harus dirinya kerjakan. "Kalau tugasnya dikerjakan masing-masing?" Tanya Albi juga. Miska menggeleng pelan, "kerjakan secara berkelompok! Kalian adalah murid-murid yang cerdas. Namun, kadangkala orang yang cerdas tidak ingin berkerjasama. Padahal, manusia itu makhluk sosial. Berusahalah untuk saling menghargai satu sama lain. Ibu tidak mau hal itu terjadi lagi. Sekarang, silakan keluar!" Baik Albi maupun Shena hanya bisa menyimpan banyak sekali u*****n kasar di dalam mulut mereka. Tetapi tidak berani mengucapkannya. Jika hukuman mereka ditambah, entah apa yang terjadi selanjutnya. Kedua orang itu tidak saling bicara, mereka malah memilih untuk berpisah di koridor. Albi menuju perpustakaan dan Shena datang ke kantin. Tidak ada komunikasi sama sekali. Tetapi semua itu tidak masalah, bukan? Yang terpenting adalah tugas mereka selesai. Albi mengambil beberapa buku untuk mulai menggambar, sesekali dirinya akan meregangkan otot-otot tangan yang terasa pegal. Padahal kemarin cafe-nya buka sampai larut malam, sehingga Albi masih mengantuk sekali. Belum lagi pulang dari cafe pun mendapatkan ceramah gratis dari Ibunya yang sebenarnya memicu sifat galak dan pemarah dari Albi. Karena ada emosi yang tidak tersampaikan dan meledak pada orang-orang yang kadang-kadang tidak bersalah. Mungkin itulah alasan mengapa mulutnya begitu pedas saat berucap, terlebih kepada Shena. "Lo lagi kenapa sih?" Tanya seorang cowok yang berada dibalik rak buku. Albi mendongak, "Lo ngapain di perpustakaan?" Cowok itu tersenyum lebar, Nandan. Membawa beberapa buku dengan sampul warna hijau di tangannya. "Disuruh Bu Miska ambil beberapa buku untuk dipelajari nanti." Jawab Nandan yang meletakkan semua bukunya di atas meja. "Enggak jadi presentasi?" Tanya Albi kemudian. Nandan menggeleng pelan, "enggak jadi! Enggak cukup waktunya buat presentasi. Setidaknya kita semua senang. Banyak yang belum belajar buat presentasi juga. Eh ... Shena mana?" "Enggak tahu! Jangan sebut nama dia! Haram tahu enggak!" Sentak Albi. "Jangan terlalu membenci sesuatu secara berlebihan. Katanya, cinta dan benci itu beda tipis! Kadang-kadang perasaan enggak semasuk akal itu." Ucap Nandan sambil tersenyum. Albi hanya menggeleng, "mimpi Lo ketinggian! Gue enggak akan suka sama Shena atau siapapun. Hidup bersama dengan orang lain hanya menyakitkan. Mending selamanya hidup sendiri." "Bentar, bentar, maksud Lo ngomong gitu apaan? Lo enggak mau nikah?" Tanya Nandan penasaran. Albi mengangguk sambil menatap Nandan, "menikah itu hanya akan menambah beban depresi untuk generasi yang baru. Dalam hal ini adalah; anak. Menikah membuat bahagia itu, hanya mitos. Mereka mengandalkan kata bahagia, cinta, kasih sayang, kebersamaan, tetapi tetap saja saling menyakiti. Menurut Lo, apa semua orang selalu bahagia ketika mereka jatuh cinta? Jawaban tepatnya, enggak semua! Cinta hanya mempersulit diri. Jadi ... untuk apa gue menikah? Untuk bisa membuat anak yang mirip sama gue? Membuat anak gue depresi karena menjadi investasi masa depan untuk gue?" Nandan diam! "Cinta sifatnya merusak! Kali ini, gue setuju sama Lo!" Tandas seseorang yang baru saja mendekat ke arah Nandan dan Albi, Shena. "Wah ... panas! Auranya panas!" Sindir Nandan yang begitu saja kabur dari suasana aneh ini. Suasana yang dibuat Albi dan Shena. Jadi ... apa definisi cinta menurut kalian? •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD