* * *
Satu bulan setelah pernikahan kilat Jeonnel dan Rane.
Jeonnel melepas fokusnya dari berkas-berkas, dia mengendurkan ikatan dasinya lalu menekan panggilan cepat pada telepon diatas mejanya. “Apa berkas yang aku minta telah siap? ” tanyanya, seseorang disebelah sana menjawab. “ bagus, bawa masuk!” perintahnya.
Tidak sampai lima menit Sekretaris Taylor tiba disana dengan tangan yang memegang sebuah amplop coklat, dengan sopan pria Taylor itu meletakkan benda itu diatas meja Dexter. Sekretaris Taylor melirik Jeonnel dan mendapati pria itu tengah menatap ponselnya ragu. “kau tak menghubungi ehm.. istrimu Presiden? ” tanya Jimmy sedikit geli.
Jeonnel menatap Jimmy datar. “Apa harus? ” tanya pria Dexter itu kembali.
Jimmy mengangkat alisnya. “ tentu saja, kau harus segera membicarakan perihal permintaan Direktur Utama kepadanya.” ucapnya.
“Apa kau yakin, Ia tak keberatan? ” tanya Jeonnel.
Serius, Jeonnel Alexander Dexter sangatlah bodoh jika menyangkut wanita dan keromantisan.
“ini hanya tentang liburan, kalian hanya perlu ditempat yang sama, jika Nyonya ingin ada jarak, kau hanya perlu menginap ditempat yang berbeda tanpa sepengetahuan Direktur Utama.” saran cerdas dari Jimmy.
Jeonnel mengangguk pelan. “baiklah, kau bisa pergi.” suruhnya.
“karena kau akan berangkat esok jadi semua rapat akan di laksanakan hari ini, dan semua berkas penting harus kau tanda tangani hari ini juga. Mungkin kau harus lembur.” ingat Jimmy. “juga, aku rasa ada yang salah dengan pekerjaan istrimu.” tambah Jimmy. Jeonnel menatapnya dengan alis tertaut. “Aku sudah melampirkan semua berkasnya dalam map itu.”ucapnya. “saya permisi.” pamitnya lalu pergi dari ruangan Jeonnel.
Tangan Jeonnel terulur untuk meraih map coklat itu lalu membukanya. Ia segera semua berkas-berkas yang Jimmy kumpul selama satu bulan ini, mulai dari asal Rane, sekolah, teman-temannya, hingga pekerjaannya saat ini semua tentang wanita itu secara rinci.
Jeonnel mencengkram kuat kertas itu saat Ia telah membaca sekumpulan berkas tentang keluhan penggemar dari Rane tentang perlakuan buruk agensi itu terhadapnya, namun sepertinya semua isi keluhan itu hanya berputar disitu saja alias tak sampai atau mungkin tak ingin didengarkan. Ia sudah menaruh curiga saat Rane mengungkapkan bahwa ia tak memiliki manajer pribadi.
Kenapa anggota group popular seperti Rane tidak memilikinya?
Bukankah itu suatu hal yang ganjal?
Siapa yang melakukan semua itu? berani-beraninya mereka memperlakukan istri seorang Jeonnel Alexander Dexter seperti ini!!!
* * *
Sedangkan ditempat yang berbeda - Rane menatap ponselnya ragu. Dia bertanya – tanya kenapa pria Dexter itu tidak menghubunginya? Bukankah seharusnya dia menghubungi Rane!?
“hei, Presiden adalah seorang workaholic, dia mungkin sibuk saat ini.” ucap Leon.
Rane melirik Leon. “tak bisakah ia menghubungiku sebentar?! ” gerutu Rane.
“sebaiknya kau kembali saja ke rumah Presiden, dan bicara langsung kepadanya!” suruh Leon.
“haruskah? ” tanya Rane.
Leon mengangguk. Sedikit hiburan dan dorongan dari Leon akhirnya Rane memutuskan untuk pergi kembali ke rumah Jeonnel walaupun dengan perasaan yang super malu – malu, entah kenapa juga perasaan malu itu memenuhi dadanya.
Jika kalian bertanya siapa Leon, dia adalah seorang pelayan di rumah utama keluarga Dexter. Jeonnel menjadikannya asisten pribadi Rane atas saran Sekretaris Taylor sementara mendapatkan manajer yang pantas untuk Rane. Ketiga member lain tak begitu menyukai Leon, tak masalah, toh Rane tak mungkin menggantinya dengan orang yang member lain suka terlebih Leon adalah suruhan ‘sang suami’.
Setelah sampai di mansion milik Jeonnel, Rane kebingungan apa yang harus dia lakukan selagi menunggu pria Dexter itu pulang bekerja sehingga akhirnya dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya cukup sering dia lakukan yaitu, memasak.
“aww!” Pekik Rane lalu menarik jarinya yang tak sengaja teriris pisau dapur. “Darahnya banyak sekali! ” gerutu Rane melihat darah segar yang terus menyucur dari jarinya seraya berjalan kearah wastafel untuk mencuci tangannya.
Dia berencana memasak makan malam untuk Jeonnel entah untuk apa, dia hanya ingin memasak saja. Tetapi, sepertinya memasak tak mudah untuk Rane. Padahal, dalam group dia salah satu member dengan kemampuan memasak terbaik, Apa dia gugup karena ini menjadi masakan pertamanya untuk sang suami?
Setelah memberi hansaplast untuk membalut luka dijari telunjuknya, Rane kembali memasak dan menyiapkan segalanya untuk makan malam. Rane bersumpah bahwa Jeonnel berbangga hati karena telah memilih dia menjadi istri karena Rane benar – benar sempurna. Huek.. Rane mual sendiri memikirkan kenarsisannya.
Saat masakan itu semuanya telah matang dengan sempurna, Rane menyusunya pada meja makan. Dia melangkah ke ruang tengah setelah membersihkan segala kekacauan yang dihadirkan di dapur saat memasak tadi. Sedikit memasang make – up pada wajahnya, Rane duduk di ruang tengah untuk menunggu Jeonnel dengan tidak sabar. Dia terus memandang jam pada dinding itu, hingga detik berganti menit, menit berganti jam, Jeonnel tidak kunjung kembali dari kantor saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Rane yang terus menunggu pria itu tanpa sadar malah tertidur di ruang tengah akibat lamanya pria itu kembali.
* * *
Tepat pukul satu malam Jeonnel melangkah memasuki rumahnya, dengan langkah yang berat, tangannya tengah melonggarkan dasi dibajunya. Harinya begitu panjang dan melelahkan, ini semua karena sang kakek.
Langkah Jeonnel terhenti saat berada di ruang tengah. Alisnya menukik heran. “Rane..” gumamnya melangkah mendekati sofa itu. Ia mendapati wanita yang berstatus istrinya itu tertidur disana.
Astaga, pasti wanita ini menunggunya. pasti lupa mengabari Jeremmy Taylor bahwa Jeonnel akan lembur. Kasian sekali wanit itu.
Jeonnel mendekati Rane, wanita itu tidur dengan tangan yang menutup wajahnya, sepertinya cahaya disini terlalu terang untuknya, Ia mendapati salah satu jari Rane yang dihansaplast.
“Rane.. Bangun.” Jeonnel menyentuh Rane.
Rane adalah tipikal wanita yang mudah terbangun jika Ia tengah menunggu sesuatu atau seseorang itu akan membuatnya membuatnya terjaga.
“em, kau kembali..” ucap Rane serak, dia bangkit untuk duduk. Matanya melirik jam didinding, dan sedikit kecewa saat menyadari ini sudah melewati jam makan malam.
Dexter mengangguk. “kembalilah ke kamar, maaf tak bisa mengantarmu, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” ucapnya, Ia mengusap kepala Rane lembut.
Rane hanya mengangguk tanpa menjawab, ia melangkah meninggalkan Jeonnel dengan rasa kecewa. Tak kah Jeonnel tahu bahwa ia memasak untuk makan malam mereka, ia bahkan sampai melukai jarinya, ia menunggunya berjam-jam hingga ia melewatkan makannya, dan pria itu malah mementingkan pekerjaannya.
Sebelum masuk keruang kerjanya, Jeonnel melangkah kedapur untuk membuat kopi, temannya lembur malam ini. Ia mendekati meja makan saat menyadari meja makan itu dipenuhi oleh makanan yang masih tersaji rapi.
Semuanya tampak sempurna, dan sangat jelas belum tersentuh. Piring itu di sajikan untuk dua orang, dan tanpa noda diatasnya.
Apa Rane menyiapkan semua ini untuknya?
Astaga!!
Jari Rane pasti terluka saat ia menyiapkan semua ini. Ia pasti sudah melukai hati wanita itu.
Dengan langkah cepat Jeonnel menaiki tangga menuju kamar miliknya saat membuka kamar itu gelap, samar-samar ia melihat Rane yang berbaring memunggunginya.
Jeonnel yakin Rane belum tidur, wanita itu pasti kecewa terhadapnya. Ia duduk ditepi ranjang tepat di dekat Rane.
“Rane, maukah kau bangun sebentar? ” minta Jeonnel. Rane tidak bergerak membuat Jeonnel yakin wanita itu kecewa berat. “maafkan aku.” sesalnya, Ia menunduk.
Rane memang belum tidur, ia menangis, ternyata rasanya sakit saat semua usahanya bahkan tak disadari pria itu. Jeonnel adalah pria pertama dalam hidup Rane yang membuatnya menangis.
Rane membuka matanya lalu duduk dan air mata yang sedari tadi Ia tahan itu meluncur dengan deras.
“kau menyebalkan..Hiks hiks” wanita itu terisak.
“hei, sayang, jangan menangis. ” Jeonnel mengusap airmata Rane yang mengalir.
“Maafkan aku, maaf..” Jeonnel segera membawa tubuh Rane kedalam pelukannya seraya mengutarakan kata maaf.
Tanpa menahan diri, Rane menangis di pelukan Jeonnel, menumpahkan semua kekesalannya. Jeonnel mendengar keluhan wanita itu kepadanya sampai tangis itu mereda.
Jeonnel menarik dirinya lalu menatap wajah Rane yang berantakan. “biarku lihat lukamu.” Rane mengangkat tangannya, bibirnya mengerucut. Jeonnel mengecup jari Rane yang terbalut hansaplast itu lalu kembali memeluk Rane. “Jangan bersikap baik-baik saja jika kau tengah terluka. Akan lebih baik jika kau mengungkapkan apa yang kau rasakan, dan apa yang kau pikirkan karena tidak semua orang terlahir dengan rasa pengertian tinggi.” ucap Jeonnel. Jeonnel tidak menyukai hal rumit dari manusia terlebih wanita. Ia tak suka itu, mungkin ia harus sedikit belajar untuk menyukai itu, tetapi ia juga menginginkan pasangan yang mengerti.
Dan ya, Jeonnel benar, tidak semua orang ingin mengerti hal rumit, dan tidak semua orang paham, jika Ia terus diam, berharap orang-orang mengerti dan mamahami dirinya dan alasannya itu hanya akan menjadi kesalahpahaman. seratus persen sifat wanita, dan Jeonnel menyadarkan Rane. “maaf.” sesal wanita itu.
Jeonnel menarik diri lalu menatap Rane. “temani aku makan.” minta Jeonnel.
“apa maksudmu menemani?! Aku juga belum makan!” sahut Rane galak.
Jeonnel terkekeh. “keluarlah, aku akan menghangatkan makanan selagi kau membersihkan dirimu.” Jeonnel bangkit berdiri lalu keluar dari kamar mereka untuk menghangatkan makanan yang Rane masak.
Rane tersenyum saat memandangi punggung Jeonnel. Pria itu jelas kaku, namun juga hangat, sepertinya Rane telah menemukan cinta pertamanya.
* * *
Rane dan Jeonnel telah menyelesaikan makan mereka, Rane memandangi punggung Jeonnel dengan senyuman, Ia sangat senang karena pria itu memuji masakannya dan melahap habis semua masakannya.
Jeonnel membawa piring kotor itu ke wastafel seraya menyuci bersih tangannya.
“ Rane.. ” panggil dia lembut..
“hmm..? ” jawab Rane dengan gumaman.
“kau..ingin pergi liburan bersamaku? ” tanya Jeonnel. “kau boleh menolak jika tak ingin.” tambah pria itu segera. Entahlah dia hanya panik jika saja wanita itu menolak ide gila itu lebih cepat dari dugaannya. Karena seluruh liburan ini seratus persen bukan ide Jeonnel.
Rane menatap Jeonnel heran, “ kenapa aku harus menolak? Itu akan membuat kakek kecewa, bukan? ” tanya dia dengan alis menukik.
Jeonnel berbalik melihat Rane. “kau tahu? ” tanyanya.
Rane mengangguk. Tentu saja ide ‘liburan’ alias honeymoon ini datang dari sang kakek. Jeonnel tentu tidak bisa menolak semua keinginan pria tua itu terlebih saat dia sudah mengingatkan Jeonnel perkara ajalnya yang akan segera tiba. Menyebalkan jika Jeonnel mengingat tingkah iseng sang kakek itu.
Rane tentu tahu berkat kakek Jeonnel sendiri yang menghubungi dia. Mengabarkan bahwa Jeonnel membawa Rane berlibur. Tentu saja Rane tahu itu hanya akal – akalan kakek Jeonnel saja. Mana mungkin pria kaku seperti Jeonnel terpikir hal ‘honeymoon’, bermimpi saja. “kau sudah menentu tempatnya, bukan? ” tanya Rane.
Jeonnel mengangguk. “bagus, ayo pergi tidur. Aku mengantuk.” ajak Rane lalu pergi menuju kamar untuk tidur.
Jeonnel memandangi Rane dengan senyuman. Wanita itu benar - benar diluar dugaan, Rane sulit ditebak. Sepertinya dia menaruh rasa pada Rane, apa boleh dia menyukai wanita ajaib itu?
Setelahnya mereka pergi ke kamar dan tidur di ranjang yang sama tanpa rasa canggung. Jeonnel sempat mengira Rane tidak akan tidur bersama dia, tetapi dia salah, wanita itu memilih untuk kembali tidur bersama seperti malam pertama. Tidak ada yang terjadi malam pertama mereka karena Jeonnel mengatakan bahwa dia akan melakukan apapun yang tidak wanita itu inginkan. Lagipula Jeonnel tidak tertarik.... untuk saat ini.
* * *
TBC