* * *
Jeonnel Alexander Dexter
Seorang pembisnis muda bisa dibilang yang tertampan yang dimiliki Amber saat ini, Pria memiliki garis wajah yang nyaris sempurna iris mata hitam legam dan tajam, hidung mancung, bibir tipis yang menggoda, rahang yang lugas, semua yang ada padanya adalah mahakarya.
Walaupun memiliki Dual citizenship bukan berarti pria itu berdarah campuran, dia terlahir di New Jersey 32 tahun silam karena itu si pria lahir dengan nama Inggris. dia sangat populer dikalangan pembisnis, ketampanannya, karismanya, dan kepiawaiannya dalam dunia kerjanya. Ratusan majalah bisnis ingin Ia menjadi wajah disampul majalah mereka tetapi pria bermarga Dexter ini tak pernah menerima tawaran itu, bahkan wawancara Ia menolak wawancara berbayar yang ditawarkan orang-orang untuknya.
Mengenal lebih seseorang Jeonnel Alexander Dexter. Dia adalah seorang CEO dari perusahaan raksasa bernama Lion Pacific. Sebuah perusahaan yang bekerja dalam bidang ekspor - import, menggawangi puluhan pelabuhan, serta memiliki Bank terbesar Amber yaitu, Lion bank.
Jeonnel Alexander Dexter merupakan keturunan ke-enam dalam garis keluarga Dexter. Pria itu sudah menduduki bangku pewaris utama sejak dia dilahirkannya ke dunia.
Saat usianya 13 tahun yang mana sangat muda itu Jeonnel sudah terjun ke dunia bisnis. Bukan karena keinginannya, tetapi dia terpaksa harus melakukan para pekerjaan orang-orang dewasa itu dikarenakan kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuanya serta neneknya, dan nyaris membuat dia kehilangan sang kakek, satu-satunya keluarga yang masih dia miliki. Karena itu dia mengambil alih perusahaan.
Lion pacific sendiri merupakan perusahaan yang sangat dicintai oleh negara Amber. Pengabdian keluarga Dexter kepada negara berupa Lion pacific yang tercatat sebagai perusahaan dengan indeks pembayaran pajak tertinggi untuk negara, mengalahkan usaha milik negara dan usaha swasta lainnya. Bukan hanya itu, mereka bahkan beberapa kali menyuntikkan dana untuk usaha keamanan negara bahkan jauh sebelum Jeonnel menjabat.
Disaat Jeonnel menjabat, setelah goals proyek kerja samanya dengan negara-negara besar Asia, dia menghadiahkan lima pesawat militer untuk Amber, yang satu harga pesawat saja dibandrol dengan harga $18 juta. Karena itu semua orang hormat serta segan terhadap keluarga Dexter.
Semua orang memujinya, dan juga menyayangkan fakta bahwa Ia tak turun ke dalam dunia politik. Karena jika dia turun menjadi politisi mereka dapat meraup suara rakyat semudah membalik telapak tangan berkat pengabdian serta wajah rupawannya. Sayangnya, keluarga Dexter tidak memiliki darah berpolitik, mereka hanya pandai dalam usaha dan memilih untuk mendalam itu, tak ingin menjadi serakah.
Jeonnel Alexander Dexter pria yang berotak cerdas, dia dapat menyelesaikan semua masalah pelik dengan cerdik, tanpa melibatkan keculasan atau bahkan kekerasaan.
Kata sempurna adalah arti namanya semuanya dia miliki.
Harta, tahta, kecuali wanita.
Dia telah berusia 32 tahun, dan selama itu juga tak ada seorang wanita pun yang pernah melintas di hatinya kecuali sang ibu dan nenek.
Bukan berarti bahwa dia menyukai sesama jenis. Hanya saja, bisnis adalah kesenangannya dan dia tak berpikir bahwa memiliki wanita itu menyenangkan.
Penyebab utama Ia menjadi pecinta dunia bisnis adalah karena sejak kecil Ia telah di latih untuk itu, bahkan Ia merasa bahwa memang dia dilahirkan hanya untuk bisnis.
Jeonnel bahkan tak mengalami cinta pertama seperti orang pada umumnya. Ia tidak bersekolah secara formal, keluarga Dexter mendatangkan guru-guru terbaik untuk mengajarkannya. Dan Saat pria itu akan keluar dari rumah untuk sekedar bermain atau bersantai puluhan pengawal akan menemaninya, tanpa boleh lengah sedikitpun.
Jadi, mana mungkin dia bisa bertemu cinta pertama dan memahami arti cinta, dan wanita.
Tetapi!
Pandangan Dexter mulai berubah setelah bertemu dengan seorang wanita yang mengisi hidupnya selama 7 bulan ini, wanita yang berstatus istrinya itu.
Wanita yang nyatanya memiliki dunia yang sangat jauh berbeda dengan yang Jeonnel jalani.
Namun, wanita itu dengan hebatnya membuat si sempurna itu jatuh untuknya.
* * *
- 7 bulan sebelumnya -
Pria berjas rapih itu memasuki sebuah rumah bermodel Hanok namun tak bisa menipu bahwa sang pemilik adalah orang yang berada, dari design dan materialnya saja sudah menentukan kelas sang mereka.
Jeonnel Alexander Dexter-pria itu berjalan kearah kamar yang didepan dijaga oleh beberapa pengawal, dan pembantu juga ada disana.
"apa dia masih tidak mau makan? " tanyanya pada seorang maid yang baru saja keluar dengan nampan berisi makanan yang tampaknya tak tersentuh sedikitpun.
Maid itu mengangguk lesu. Jeonnel menghela nafasnya lebih berat, sungguh mengurus sang kakek lebih berat dibanding pekerjaannya sebagai CEO.
Dexter mengambil alih nampan itu lalu masuk kedalam kamar besar itu. Ia mendapati seorang pria tua duduk diatas ranjangnya dengan banyak peralatan medis disekitarnya, untuk berjaga - jaga jika saja pria tua itu kembali collapse.
Jeonnel menutup pintu itu kembali yang mana berhasil menarik atensi sang pemilik kamar.
"apa yang kau lakukan disini?! " tanya pria tua itu. "pergi aku tidak ingin bertemu denganmu! " usirnya.
Bukannya sambutan hangat, Jeonnel malah mendapatkan makian dan lemparan benda yang sang kakek arahkan kepadanya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menenangkan dirinya. Mengabaikan lemparan sang kakek, Jeonnel kembali melanjutkan langkahnya mendekati kakeknya itu.
Jeonnel mendudukkan dirinya dipinggir ranjang itu, sedangkan sang kakek membuang muka acuh. "Kakek- " panggilnya.
"aku bukan kakekmu! " tangkas pria yang masih menjabat kepala keluarga Dexter itu galak.
Jeonnel kembali menghela nafasnya. "Kakek, berhenti bertingkah seperti ini, dan kembali makan! " ucapnya tegas.
Pria tua melihatnya sekilas lalu mencibir. "tidak! " tolak pria tua itu telak.
"baiklah, maafkan aku."ucap Jeonnel seraya meletakkan nampan itu diatas ranjang milik sang kakek. "apa yang akan membuat kakek membaik? " tanya Jeonnel menatap sang kakek penuh harap agar sang pria tua itu berhenti melakukan acara mogok makannya.
"me-"
"kecuali menikah." tambah Jeonnel memotong ucapan sang kakek.
Pria tua itu menatapnya murka. "baiklah, kalau begitu biarkan aku mati." putus pria tua itu lalu membaringkan tubuhnya.
"Kakek!! " pekik Jeonnel kesal.
"Kenapa!? " balas pria tua itu tak kalah garang.
Jeonnel mengatup bibirnya merasa bersalah sudah meneriaki sang kakek. "aku tidak berpikir menikah adalah ide yang bagus." lirih Jeonnel. "dan, juga aku tidak pernah berkencan sebelumnya. " tambah Jeonnel dengan suara memelasnya.
"Menikahlah bocah tengik sialan! " pria tua itu bangkit untuk memukul Jeonnel dengan bantalnya.
Jeonnel beberapa kali mengaduh tapi pria tua itu mengabaikan itu.
Setelah puas memukul Jeonnel, Ia kembali menyandarkan tubuh tuanya itu. "aku tak akan hidup panjang Jeonnel Alexander Dexter, menikahlah sebelum kakek mu ini meninggal." ucap sang kakek serius walaupun pandangannya melihat kearah luar.
" siapa bilang? Bahkan aku berpikir, aku akan mati lebih dahulu daripada kakek." gurau Jeonnel.
Pria tua itu menendang sang cucu dengan cukup keras.
"akh!" ringis Jeonnel. "lihat, tendangan kakek saja sekuat tendangan Ronaldo." tambahnya sambil mengaduh.
"berhenti bercanda bocah tengik!" ucap pria tua itu kesal dengan Jeonnel yang terus saja bercanda.
Sudah lama ia meminta untuk cucu satu-satunya itu untuk menikah tetapi tak kunjung diindahkan juga oleh Jeonnel.
"Tiga hari Jeonnel, aku hanya memberimu tiga hari! " peringat Dexter il Ho.
"Kakek! Mencari pasangan itu tak semudah mencari client kerja! " protes Jeonnel.
"cari istri atau suami, aku tidak mempermasalahkannya! "
"Kakek!" pekik Jeonnel mengeras. Sungguh, dia tak memiliki masalah dengan seksual oreantasinya. He’s totally, normal.
"aku tidak peduli, setidaknya biarkan aku melihatmu memiliki pendamping hidup sebelum ajalku tiba, Jeonnel Alexander Dexter. Agar di suatu tempat di sana aku akan dengan bangga menceritakan tentangmu kepada ayah, dan ibumu, serta nenekmu." ungkap sang Kakek dengan suara rendahnya.
Jeonnel menghela nafasnya berat, jika sudah seperti ini tidak ada cara lain selain mencari pengantin wanita untuk dirinya.
Lagipula, selama ini Jeonnel sudah sangat durhaka kepada pria tua itu. Mulai dari menolak menjenguknya, menghindarinya. Semua cara Ia lakukan agar tak bertemu sang kakek yang pastinya akan mendesaknya untuk menikah.
"dimana dia?" tanya Jeonnel untuk pertama kalinya setelah beberapa jam berdiri didepan gedung itu seperti orang bodoh.
Sang sekertaris yang sedari tadi sibuk dengan teleponnya itu menatap Jeonnel dengan takut. "em-e- Presiden.." ucapnya kikuk membuat Jeonnel menatapnya dengan alis menukik.
Ayolah, siapa orang bodoh yang ingin berdiri didepan gedung sipil berjam-jam dibawah matahari yang terik seperti ini. Dan hei! Siapa kau sampai-sampai berani berbuat demikian terhadap Jeonnel Alexander Dexter!
"apa ?" tungkas Jeonnel.
"Sepertinya..em, Nona Mya mem...Batalkannya.." ungkap sekertaris Taylor.
Rahang pria Dexter itu seketika mengeras. Sial, kenapa wanita itu menyetujuinya kemarin jika ia memilih kabur hari ini!
Ini adalah hari ketiga, hari terakhirnya. Bisa - bisa sang kakek mengalami stroke jika Ia mengatakan bahwa Ia masih belum menikah juga.
Dexter mengedarkan penglihatannya ke setiap penjuru, dan Ia tak salah. Selama tiga hari ini juga pengawal suruhan sang kakak selalu mengintainya, kabar ini bisa sampai dengan sangat cepat kepada pria tua itu.
Jeonnel menghela nafasnya kasar. "pilih wanita secara random. Aku hanya perlu menikah hari ini! " putusnya membuat sekertaris Taylor menganga.
Tak ingin mengambil pusing Dexter segara melangkah mendekati mobilnya.
Kenapa menikah lebih sulit dibanding memenangkan sebuah proyek, sih?
Ditempat yang berbeda, dihari yang sama.
Rane berada dalam perjalanan kembali ke dorm bersama Fany. Tetapi, Fany memiliki jadwal mendadak dan harus memutar balik arah berhubung disitu hanya ada manajer Fany jadi mau tak mau Rane harus mengalah.
Fany menawarkan untuk Rane ikut saja dengannya ke lokasi, Rane tentu saja menolak karena Ia tahu Ia akan menjadi bahan tertawaan para staff produksi jika Ia berada disana. Mereka memperlakukan member lain seperti Ratu sedangkan Rane, mereka akan mencemoh lalu menertawakan ketidakpopulerannya.
Di banding menerima perlakukan itu yang malah membuat palung didalam hatinya kian membesar. Rane memilih kembali ke dorm dengan transportasi lain. Ia pun keluar dari dalam mobil, Fany mengungkapkan rasa menyesal dan berulang kali meminta maaf kepadanya, wanita Taylor itu tentu saja mengiyakan dan tersenyum tulus untuk itu.
Karena Ia tahu bahwa anggota groupnya tak pernah salah, yang salah itu adalah cara jahat agensinya itu memperlakukannya.
Rane tak tahu Ia ada dimana, yang Ia tahu ini tak jauh dari pusat kota. Ia mengikuti langkah kakinya saja, lagipula Ia tidak memiliki pekerjaan, dan kembali ke dorm pun tidak ada orang disana.
Bruk!
Rane yang terus merunduk tak sengaja menabrak seorang yang tengah berjalan.
"ah maafkan aku! " ungkap Rane. Ia segera meraih kertas milik pria itu yang terjatuh ke tanah dan kembali berdiri untuk menyerahkannya.
Tak sengaja syal yang menutupi wajahnya turun hingga memperlihatkan wajahnya cantiknya yang tampak bersinar.
Pria itu tertegun beberapa saat, tak lama setelah itu Ia segera meraih kertasnya.
"Presiden–ah, kau! " pekik sekertaris Taylor terkejut melihat wanita itu.
Jeonnel menautkan alisnya, namun Ia tak peduli, Ia segera masuk ke dalam mobilnya tanpa sepatah kata pun.
Rane mendecih pelan lalu kembali memasang syalnya dan kembali melanjutkan langkahnya menyusuri pinggir jalan. Pria tadi itu tampan, tetapi sombong. Cibir Rane membatin.
Semantara itu didalam mobil. "kau mengenalnya? " tanya Jeonnel.
"Ya, dia anggota girlgroup populer, Shining Starpernah bekerjasama dengan perusahaan saat kita melakukan kolaborasi dengan minuman soda." jelas sekretaris Taylor.
—Kembali ke Rane. Rane yang baru melangkah beberapa saat, tiba-tiba di datangi seseorang.
"hei, kau idol ya? aku seperti mengenalmu ! " tanya orang itu tiba-tiba.
Tentu saja semua orang mengira dia artis, ayolah orang Amber sudah sangat hafal dengan bagaimana para artis-artis menyamar.
"bukan! " bantah Rane mengapit mulutnya agar suaranya terdengar berbeda,.
"eyy, sepertinya iya. Buka syalmu!!"
Tiba-tiba ada sekitar 3 orang mengepungnya.
Jeonnel yang ada disana tentu saja menonton hal itu. Matanya menatap Rane lekat, entah tidak ada yang tahu pikirannya.
Sekretaris Taylor yang juga melihat itu, melirik sanh presiden dari kaca tengah dan menyadari tatapan tak terbaca pria itu.
"Presiden.."
"Terserah! " ucap Jeonnel.
Setelah mendengar itu sekretaris Taylor yakin presiden-nya itu tidak akan mempermasalahkan apa yang akan yang dia lakukan, dia pun segera bersiap untuk menyelamatkan Idol perempuan itu.
Dexter tak pernah peduli dengan orang lain apalagi wanita sebelumnya, tetapi wanita yang baru saja menabraknya itu malah membuat rasa kasihannya muncul. "Dia bilang wanita itu artis populer, bagaimana bisa Ia berjalan dengan santai dipusat kota, bodoh." Cibirnya, tetapi matanya mengikuti langkah sekretaris Taylor yang mendekati artis itu.
Kembali kepada Rane, wanita itu bingung memikirkan bagaimana caranya agar ia dapat melarikan diri.
Sialnya, Ia satu - satunya member yang tidak memiliki manajer pribadi, biasanya ada manajer group yang mau menemaninya, tetapi mereka sibuk dengan member lain sekarang.
Grabb!
Sebuah tangan memegangi Rane, ia tentu saja terkejut dan hampir mendorong pria itu. Tetapi, pria yang menutup dirinya dengan topi itu segera menarik Rane membawanya kearah sebuah mobil.
Pintu itu sudah terbuka dan ia segera memasukan Rane disana, lalu dengan secepat mungkin ia kembali ketempat duduk supir.
Rane masih bingung situasi itu, semuanya terjadi begitu cepat.
Pria itu melepas topinya, itu mengenakan itu tak ingin wajahnya tampannya ditonton dan menjadi trending disebuah situs pencarian.
Pria itu adalah Jeremmy Taylor , sekretaris pribadi Jeonnel Alexander Dexter.
Mobil itu segera bergerak menjauh dari tempat tadi.
Rane menyadari bahwa disana bukan hanya dirinya dan pria yang tadi menculiknya, tetapi ada pria lain juga disana, duduk tepat di sampingnya.
"kau! " Rane memekik dan dengan tidak sopannya jari cantik itu menunjuk wajah Dexter.
"hei, yang sopan! " peringat sekretaris Taylor tak terima Boss-nya ditunjuk dengan tidak sopan.
"hei, mau kalian bawa kemana aku? Kalian tahu aku ini artis!? " Rane bertanya dengan wajah garangnya.
Pria Dexter itu melihat kearah jalanan mengabaikan Rane yang berceloteh. Namun, tak berselang lama ponselnya berdering membuat pria itu melihat siapa pemanggilnya. Ia memijit pelipisnya saat membaca nama sang pemanggil.
Dexter segera menyandarkan punggungnya dan mengangkat panggilan itu.
"ha-"
"apa kau sudah menikah?? "
"belum."
"kau benar-benar ingin melihatku mati!! "
Jeonnel melirik Rane yang kini ada disebelahnya, walaupun ia tidak menggunakan mode speaker tapi, Ia yakin wanita itu bisa mendengar suara keras dari sang kakek.
"Kakek, aku.." Jeonnel membuka suara.
Tutt tutt-
"Argh!! "
Jeonnel melempar sembarang ponselnya itu membuat Rane bergedik ngeri.
Kakeknya marah besar kali ini. Pria tua itu tak pernah mengakhiri panggilan secara sepihak sebelumnya.
Kling
sebuah pesan masuk pada ponsel sekretaris Taylor. Dan, itu berasal dari ibunya yang bekerja menjadi kepala pelayan di rumah utama keluarga Dexter.
“presiden, sepertinya Direktur menolak untuk memakan obatnya.” ungkap Jimmy.
Erangan frustasi kembali, Jeonnel keluarkan.
Sepertinya kali ini sangat serius.
Sebelumnya sang kakek hanya menolak makan rutin, tapi tidak menolak untuk makan obat, dan sekarang Ia menolak untuk memakan penyambung hidupnya itu.
Sungguh situasi ini sangat mencekam, terakhir Rane melirik pria yang tengah menyetir dan pria itu memintanya diam.
Jeonnel melirik Rane dari atas hingga bawah.
"kau! " Pria itu membuka suaranya untuk pertama kalinya dihadapan Rane.
Rane melihatnya, walaupun sedikit ketakutan setelah melihat apa yang terjadi beberapa saat tadi. tetapi, Ia tak mau terlihat lemah dan malah berakhir diperbodoh.
"mau...menikah denganku? "
TBC