Sonya menekan bel pintu yang ada di depannya. Tak lama kemudian terdengar suara derap kaki dari dalam rumah minimalis itu.
“Ya, sebentar.”
Bunyi kunci pintu yang di buka dari dalam terdengar, pertanda sang empunya rumah akan segera keluar.
“Sonya?”
“Ma,” ucap Sonya yang langsung memeluk mamanya yang masih terkejut dengan kedatangannya.
Reyna yang masih terlelap tidur di gendongannya menggeliat pelan karena merasa sedikit terganggu.
“Andra mana?” tanya Lina lagi sambil melihat ke arah belakang Sonya.
“Mas Andra gak ikut, Ma.”
Lina menegang sambil menatap tajam ke arah putrinya, “Kalian ribut?” tanya Lina begitu melihat wajah Sonya yang penuh lebam.
“Kita bicara di dalam saja ya, Ma. Sonya lelah sekali.”
Lina membuka lebar pintu rumahnya dan membiarkan Sonya masuk kedalam bersama Reyna di dalam gendongannya dan sebuah koper di tangannya.
“Duduk di sini dulu ya sayang,” ucap Soya pada Reyna yang terbangun.
Sonya berjalan ke arah dapur dan mengambil segelas air minum. Diteguknya air minum itu sampai habis kemudian mengisinya kembali untuk diberikannya pada Reyna.
“Minum dulu ya, Sayang.” Sonya memberikan air minum yang ada di tangannya pada Reyna saat dia sudah kembali duduk di dekat anaknya.
“Jadi kalian benar-benar sedang ribut?” tanya Lina yang sudah tidak sabar ingin mendengar alasan kenapa putrinya itu datang ke rumahnya pagi-pagi buta.
Sonya meletakkan gelas air minum yang ada di tangannya ke atas meja begitu anaknya selesai minum.
“Mama mertuaku semalam datang bersama seorang perempuan yang ternyata istri kedua Mas Andra, Ma. Aku tidak menerima hal itu dan Mas Andra menghajarku.”
Lina menghelakan napasnya dengan kasar begitu mendengar cerita dari putrinya.
“Kamu harus kembali pada Andra, Sonya. Terima saja apapun yang menjadi keputusan Andra dan keluarganya dan jadilah istri yang baik,” ucap Lina.
Mata Sonya membulat mendengar ucapan mamanya barusan. Dia tidak menyangka mamanya malah membela suami dan mertuanya.
“Tapi Ma, Mas Andra sudah berselingkuh dan menikah diam-diam di belakang aku. Selama ini Mas Andra juga sering memukuliku m!.” Netra Sonya memanas dan mulai basah.
“Itu pasti karena kamu melawan suami kamu, Sonya!” sanggah Lina, “Sudah cukup, Sonya. Kamu mama jodohkan dengan Andra agar hidup kita lebih enak. Lebih bermartabat. Andra dan keluarganya itu orang kaya raya. Selama ini Andra terus mengirimkan uang bulanan untuk mama dan adik kamu. Mama gak mau karena kamu membangkang dengan suami dan ibu mertua kamu, mama dan adikmu jadi sengsara! Sekarang kamu pulang ke rumah suami kamu!”
“Ma!”
“Adikmu masih sekolah, Sonya! Mama juga sudah gak mau capek kerja lagi. Kamu di kasih hidup enak aja bawel banget sih!” bentak Lina geram.
“Sonya gak sanggup lagi, Ma!” tangis itu akhirnya pecah.
Reyna yang melihat ibunya menangis langsung memeluk ibunya itu dan ikut menangis. Suara dering ponsel berbunyi. Sonya mengambil ponsel dari dalam saku bajunya dan melihat ke arah layar ponselnya.
“Siapa? Andra? Angkat telponnya Sonya!” perintah Lina melihat ke arah Sonya.
“Gak. Aku gak sanggup lagi mendengar ucapan-ucapan kasarnya, Ma!” Sonya menolak panggilan telepon dari suaminya itu.
“Sonya!”
Dering ponsel itu kembali terdengar. Lina segera merebut ponsel itu dari tangan Sonya sebelum putrinya itu menolak panggilan telepon itu lagi.
“Halo, Nak Andra. Ini mama, Nak,” ucap Lina begitu mengangkat panggilan telepon dari menantunya itu.
Terdengar suara dari dalam telepon namun tidak jelas. Wajah Lina tiba-tiba menegang dan beralih menatap Sonya dengan tajam. Taka lama kemudian telepon itupun terputus sepihak dari menantunya.
“Kamu melaporkan suamimu ke polisi, Sonya?” tanya Lina.
“Iya, Ma. Aku melaporkannya atas tindakan KDRT yang dilakukannya padaku.”
“Oh Tuhan, Sonya!” Lina terduduk lemas dan meletakkan ponsel Sonya ke atas meja.
“Apa kamu tahu dampak dari tindakan kamu itu, Sonya? Andra pasti akan menceraikanmu dan menghentikan semua nafkahnya termasuk nafkah untuk Reyna dan ibu. Lalu bagaimana caramu menghidupi Reyna yang cacat ini? Bagaimana kamu akan menghidupi mama dan menyekolahkan adikmu sementara kamu saja tidak bekerja?” imbuh Lina lagi sambil memegangi kepalanya.
Suara notifikasi pesan masuk ke ponsel Sonya. Dengan cepat Sonya mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk itu.
Andra:
Segera cabut tuntutanmu dan segera pulang. Kamu tentu ingin melihat Reyna di operasi, kan? Mas akan membayar semua kebutuhan operasi Reyna dan menafkahinya seperti biasa jika kamu mau mencabut tuntutanmu di kepolisian.
Sonya menggigit bibirnya. Tentu saja Andra dan keluarganya akan ketakutan dengan laporan yang dibuat oleh Sonya di kepolisan. Jika kasus KDRT yang di lakukan Andra mencuat ke publik, saham perusahaannya pasti akan anjlok dan nama baik keluarganya akan hancur.
Tapi tidak mudah bagi Sonya untuk bangkit seorang diri dimana semua beban tertumpu langsung padanya. Institusi mana yang mau menerima pekerja yang sudah memiliki anak dan bertahun-tahun tidak aktif bekerja?
“Sonya, Mama mohon kembalilah pada Andra. Jangan keras kepala dan egois seperti ini,” bujuk Lina yang mulai melembek.
Sonya menghelakan napasnya, “Sonya mandi dulu, Ma. Titip Reyna.”
Sonya berjalan pergi menuju ke dalam kamar dengan membawa kopernya. Setibanya dikamar, Sonya duduk di tepi tempat tidur dan membaca lagi pesan dari suaminya itu.
“Apa yang harus aku lakukan?” Sonya menutup matanya.
Ponselnya berdering. Sonya menyangka bahwa itu adalah panggilan telepon dari suaminya ternyata bukan. Itu merupakan nomor baru yang tidak ada di dalam daftar teleponnya. Dengan sedikit ragu Sonya mengangkat panggilan telepon itu.
“Halo,” ucap Sonya setelah mengangkat panggilan telepon yang masuk ke ponselnya itu.
“Ha-halo, Sonya.”
“Maaf, ini siapa?” tanya Sonya bingung.
“Ini Aku, David.”
”David?”
“Ya, Dokter David Hirawan, dari Rumah Sakit Harapan Bunda.”
“David Hirawan? Oh y-ya. Ada apa David?” Sonya baru menyadari siapa yang sedang menelponnya.
“Apa Reyna sudah berkonsultasi dengan Dokter pediatric Oftalmologi seperti yang aku sarankan kemarin?”
“Belum. Maaf, kami belum bisa berkonsultasi untuk bulan ini,” ucap Sonya dengan suara melemah.
“Sonya, Donor kornea anak seumur Reyna sedang tersedia dan hanya ada satu. Donor ini sangat langka dan sangat dicari. Aku berharap kamu segera membawa Reyna berkonsultasi dengan Dokter pediatric Oftalmologi sesegra mungkin sebelum kita kehilangan donor ini,” ucap David.
Sonya memejamkan matanya. Air matanya menetes. Dia sudah tahu apa jawaban dari keraguannya tadi.
“Baiklah, kami akan segera membawa Reyna berkonsultasi secepatnya. Terima kasih atas bantuannya, David.”
“Sama-sama. Jika kamu perlu bantuan, silahkan langsung telepon kau. Jangan sungkah. Oke?”
“Baik.”
David menutup panggilan telepon itu. Sonya menghelakan napasnya.
“Dia masih mengingatku ternyata. Tapi kenapa sikapnya acuh ketika aku berkonsultasi kemarin?” gumam Sonya.
“Sudahlah. Itu bukan hal yang penting sekarang. Aku harus segera pulang dan membawa Reyna berkonsultasi segera!”