bc

My Secret Affairs ( Season 1 )

book_age18+
5.6K
FOLLOW
106.2K
READ
sex
scandal
goodgirl
journalists
drama
tragedy
bxg
city
cheating
first love
like
intro-logo
Blurb

Harus menjalani Long distance relationship bersama Ryan Saputra, bagi Riska Angraeni tidaklah mudah hingga akhirnya tembok kesetiaan Riska runtuh setelah Aldiano Jose Leandro berhasil menjerat dan berakhir menjadi secret affair nya.

Tidak berakhir sampai disitu, pria lain datang di kehidupan Riska dan menawarkan cinta yang sama. Sayangnya pria itu adalah Nicholas Jose Leandro, kakak dari Aldi atau sepupu Ryan Saputra.

Akankah Riska menerima cinta Nicholas? Atau hubungan-hubungan itu hanya berakhir menjadi secret affairs saja?

"Aku mencintai kau dan dia, Yan." (Riska Anggraeni)

"Bagaimana kalau kita menikah? Aku tidak ingin kehilanganmu, Ris. Karena aku sangat mencintaimu." (Ryan Saputra)

"Aku mencintaimu, jauh sebelum kau menjadi kekasih Ryan, Ris." (Aldinov)

"Apa salahnya dengan turun ranjang? Aku menyukaimu dan kau menyukaiku, Adik ipar." (Nicholas)

chap-preview
Free preview
Awal Pertemuan Dengannya
Tahun 2010 "Aku berangkat dulu, Pa," pamit seorang gadis mengenakan seragam putih abu-abu pada pria paruh baya. Pria memakai setelan kemeja itu membalas sembari membuka rolling door sebuah toko, "Hati-hati, Ris." sahutnya. Gadis cantik berseragam dan berambut panjang tadi melangkahkan kaki menuju trotoar dan menanti sebuah angkot yang akan membawanya menuju sekolah pagi ini. Tak lama, ia menghentikan dan menaiki angkot berwarna oranye yang kosong lalu duduk tepat di barisan belakang supir. Dari sana ia bisa melihat pemandangan bahu jalan dan aktivitas orang lain di pagi hari. Selain itu.. bisa melihat seorang pria yang selama dua tahun ini menarik perhatiannya.  Pria berseragam putih abu yang sering menanti angkot di perempatan jalan. Jika nasibnya sedang beruntung, bisa satu mobil dengan pria itu. Jika tidak, hanya bisa melihat ketika angkot yang ditumpangi melintasinya. Gadis itu melihat arloji. "Jam setengah tujuh," gumamnya, lalu kembali melihat jalan. Keadaan lalu lintas lancar pagi itu, tak ada kemacetan panjang selama perjalanan. Tepat di sebuah perempatan jalan, sang supir menghentikan angkotnya pelan. Seorang pria berseragam putih abu menaiki angkot yang kebetulan ditumpangi oleh gadis cantik tadi.  Gadis itu tersenyum malu sembari menunduk dan matanya berbinar bahagia, "Akhirnya semobil juga. Yes!" ujarnya dalam hati, kegirangan. Pria itu duduk tepat di depannya dan sempat melihat ke arah gadis tadi sembari membetulkan letak topi hitamnya. Mereka beradu pandang, tapi gadis itu menundukkan kepala lagi. "Oh my God, aku deg-degan!!" Pekik batinnya. Ia mengangkat wajah dan membaca, "Ryan. Ryan Saputra namanya," bisiknya, membaca emblem nama yang melekat di seragam pria tampan tadi. Wajahnya putih bersih, hidung mancung, rambutnya hitam pekat dan bibir bawah agak tebal sedikit. Kalau di korea ia lebih mirip dengan aktor Kim hyun Joon, salah satu aktor yang bermain di drama Korea yang berjudul Boys before flowers. Tak hanya tampan, ia juga bertubuh tinggi sekitar 175 centimeter dan memiliki gaya cuek dan dingin pada kaum hawa. Itu sebabnya banyak gadis- gadis disekolah Ryan yang mendekat, walau akhirnya menolak mereka semua. Ryan memang dingin pada kaum hawa, bukan karena trauma pada wanita atau dibilang gay (seperti yang beberapa wanita tuduhkan padanya). Tapi karena ia sudah menyukai seorang gadis sejak 3 tahun lalu sampai sekarang. Gadis yang tak ia ketahui namanya. Riska, gadis cantik berambut panjang yang duduk di depannya masih tertunduk malu. Sudah dua tahun ini dia berharap bisa berkenalan dengan Ryan, tapi sayangnya tidak bisa. Selama ini hanya melihat Ryan di tepi jalan yang menanti angkot setiap pagi. Seperti seorang secret admirer. Sesekali mereka satu angkot tapi Riska hanya bisa curi pandang, seperti sekarang. Ia tidak berani untuk memulai perkenalan atau pun percakapan bahkan sampai saat ini. Riska mengalihkan pandang melihat ke kanan, ke arah kaca depan supir. Lalu lintas lancar seperti tadi. Tidak seperti harapannya. Berharap mereka terjebak macet, setidaknya bisa lebih lama lagi bersama Ryan. Riska bersiap, sepuluh meter lagi ia akan turun dari angkot. Gedung sekolahnya mulai terlihat dari jalan begitu juga dengan gerombolan kawannya yang mayoritas perempuan. "Depan kiri ya, Bang," pintanya pada supir. 'Ckiit--' Sang supir menghentikan mobilnya mendadak, alhasil tangan Riska spontan memegang paha Ryan untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. "Aduh sorry," ujarnya pada Ryan. Ryan sedikit terkejut ketika kedua tangan Riska mendarat di pahanya. Bahkan wajah mereka hanya berjarak sejengkal saja dan membuatnya menelan air liur melihat bibir ranum gadis itu hampir mengenainya. Riska cepat menepiskan tangan dari paha Ryan. "Sorry, sorry," ujarnya lagi dengan wajah yang memerah seperti udang rebus. Ryan tersenyum melihat Riska yang jadi salah tingkah. "Gak apa-apa kok," jawabnya, menahan tawa. Geli melihat wajah Riska yang makin memerah. "Gak apa apa, Neng?" tanya supir, menoleh kebelakang. "Tuh motor mendadak belok, Neng. Lampu seinnya gak dihidupin," terang si supir dengan logat betawi. Riska dan Ryan menahan tawa mendengar ucapan supir dengan logat bahasa Betawi-nya yang kental. Mengingatkannya dengan aktor ternama, Mandra. "Gak apa apa, Bang. Depan stop ya," pinta Riska lagi, membenarkan posisi duduknya. Beberapa meter kemudian, angkot kembali berhenti tepat di depan sekolah berlantai tiga. Sekolah yang bernama SMK Widya Utama. Riska turun dari angkot lalu menyodorkan tangan membayar ongkos kepada supir. Setelahnya, ia berjalan pelan menuju depan gerbang sekolah. Baru beberapa langkah Riska terhenti lalu berbalik melihat angkot tadi yang sudah melaju. "Thanks God.. akhirnya aku bisa melihatnya dari dekat," bisiknya, seketika itu pipinya memerah mengingat kejadian tadi. “Door!!” Riska sontak terkejut, melihat seorang gadis berambut pendek di depannya sambil cengengesan. Dimulutnya terselip sebuah lolipop yang sudah mengecil. “Kaget gue, Rin!” ujarnya sembari menepuk lengan kawannya yang bernama Erin lalu kembali melihat bayang angkot yang mulai menghilang.  “Lihat apaan sih, Lu? Serius amat?” tanya Erin, celingak-celinguk mengikuti arah pandangan Riska. “Cowok ganteng!” jawab Riska sambil berlalu. Erin mengejar langkah Riska memasuki gerbang sekolah, “Riska tunggu gue..!!” ❤❤❤ Ryan berjalan menaiki lantai dua sekolahnya. Sepanjang koridor teman-temannya berdiri di balkon sembari menanti bel sekolah berbunyi. Ada yang membaca buku, bercengkrama dengan sahabat, ada juga siswa perempuan menebalkan bedak ketika Ryan melintasinya. "Hai Ryan…," sapa gadis yang memakai bedak tadi sambil tersenyum genit. Teman disampingnya juga tersenyum sambil melambaikan tangan. Ryan hanya menyunggingkan bibir melihat mereka berdua lalu masuk kedalam kelas. Seperti yang biasa ia lakukan. Dua gadis tadi langsung tertawa kecil melihat reaksi Ryan sambil melihatnya dari belakang. Gadis yang bertubuh gempal berbisik kepada teman di sampingnya, “Kalau gue jadi pacar si Ryan, sumpah gue bakalan diet!" bisiknya. Teman disampingnya tertawa keras mendengar ucapannya, ia perhatikan dari ujung kepala sampai kaki orang yang bicara akan diet tadi, "Hahahaha...elu diet, Mel? Ada juga hujan turun tujuh hari tujuh malam!!" ledek temannya yang bernama Rena. Gadis bernama Mela tadi membela diri, “Beneran, gue bakal diet!!" "Lu tau tuh cowok dingin banget ke cewek. Si Tari anak dua belas tujuh aja yang cakep kayak Selena Gomez, dia tolak!" terang Mela, menatap Rena serius. “What?!!” Rena sontak terkejut tak percaya. Matanya melotot, tak percaya berita yang ia dengar hari ini. Setahu Rena, Tari aprilia adalah salah satu bintang di sekolahnya, SMA Prima Bhakti.  Tari sangat terkenal dikalangan cowok di sekolah, selain cantik, pintar dan dia juga seorang model majalah remaja yang ternama di ibukota. Tubuh Tari tinggi semampai, rambut sebahu dan kulitnya putih mulus. Dia memang sebelas dua belas dengan Selena Gomez. Karena sangat sempurna, tidak ada cowok yang mau menolaknya, tapi kali ini Ryan membuat sejarah baru yaitu menolak bintang sekolah, Tari Aprilia ! Mela mendekati mulutnya ke telinga Rena, “Ren, gue curiga. Jangan-jangan Si Ryan--” 'Teet---' Bel sekolah berdering kencang sebelum Mela menyelesaikan ucapannya. Terpaksa mereka harus menghentikan gosip pagi ini mengenai Ryan, cowok tampan terkenal di sekolah.   Satu persatu siswa memasuki kelas untuk memulai pelajaran pertama. Begitu juga dengan dua gadis tadi. Rena menarik Mela. "Ayo masuk," ajaknya sambil melangkah masuk ke dalam kelas. ❤❤❤ Beberapa jam kemudian 'Teet---' Tepat jam sepuluh pagi, bel sekolah kembali berdering. Para siswa berhamburan keluar kelas saat jam istirahat. Sebagian menuju kantin yang berada di lantai bawah dan beberapa menuju taman, menghabiskan bekal makanan yang mereka bawa dari rumah. Selesai makan di kantin, Ryan menuju sebuah ruang kelas yang diberi nama Ruang kesenian. Sebuah ruang tempat siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seni dan musik.  Saat istirahat ruangan itu kosong, hanya dipakai setelah jam sekolah usai, sekitar jam 3 sore. Ryan duduk di single chair berwarna merah lalu mengambil sebatang rokok dari saku celananya. Setelah menyulut rokok, ia menghisapnya pelan dan mengeluarkan gelembung asap dari mulut dan hidungnya. Semenjak SMP Ryan memang sudah merokok, dari awalnya hanya coba-coba hingga kini menjadi pecandu. Setidaknya sebungkus sudah menjadi kewajibannya untuk merokok setiap hari. Tiba-tiba terlintas di benak Ryan kejadian tadi pagi saat berada di angkot. Ia tertawa kecil mengingat Riska, gadis cantik yang mirip Jing Tian, artis dari negeri bambu. Wajahnya cantik, kulit putih mulus dengan tinggi 168 centimeter. Dia gadis yang sempurna melebihi Tari, karena ia pemalu.  Ryan menyukai gadis pemalu dan polos seperti dia. Tidak seperti Tari yang agresif dan tak pernah segan memakai baju seksi. Ryan memang jarang satu angkot dengannya tapi gadis itu berhasil menarik perhatian dan membuat jantungnya berdebar kencang setiap kali melihatnya. Dan kali ini ia berfirasat akan sering bertemu dengannya lagi, mungkin bukan sebagai sesama penumpang angkot tapi sebagai..orang terdekat. ❤❤❤ Di sebuah kafe Seorang pria paruh baya menyeruput secangkir kopi di sebuah kafe ditemani alunan musik yang mengalun lembut dari sebuah lagu Norah jones. Sesekali ia melihat arloji sambil menoleh keluar melalui jendela kaca, menanti seseorang.  Tidak lama, datanglah seorang wanita sekitar berumur 40 tahunan menghampiri dengan nafas terengah-engah. "Maaf, Mas… aku telat. Habis meeting dengan klien tadi," sapa wanita itu lalu duduk didepan pria tadi. "Jangan sungkan, Jane. Aku juga baru datang kok," sahut si pria, melambaikan tangan memanggil seorang waiters wanita yang tak jauh dari mereka. Si waiters mendekati dan bersiap mencatat. "Ada yang bisa dibantu?" sapanya, ramah.  "Masih suka latte, kan?" tanyanya, ke arah wanita bernama Jane. Wanita itu mengangguk dan tersenyum. "Latte satu dan one slice tiramisu cake." jawab si pria pada waiters yang cekatan mencatat pesanannya. Setelah si waiters beranjak menuju barista, mereka kembali melanjutkan perbincangan layaknya seorang kawan yang tak lama berjumpa. "Mas Ardi..kalau aku tidak ke Bank kemarin, mungkin aku gak pernah ketemu sama kamu lagi, Mas," seru Jane, teringat  pertemuan tak sengaja kemarin dengan Ardi di sebuah Bank, "Kamu tahu..sudah dua puluh tahun kita lost contact. Bahkan anakku saja sudah bujangan," seru Jane lagi. Ardi tertawa kecil sambil mengingat terakhir kali mereka bertemu. Sudah terlalu lama, hingga tak dapat mengingat kapan dan dimana mereka bertemu. "Kau benar, Jane. Sudah banyak kejadian yang sudah kita alami, bahkan sekarang statusku duda beranak dua," jelasnya santai. Jane ternganga mendengar ucapan Ardi, "Kamu bercerai dengan istrimu, Mas?!" tanyanya penasaran. Ardi menyeruput kopi lagi, berusaha tenang. "Istriku meninggal 5 tahun yang lalu," jawab Ardi, matanya nanar menjawab pertanyaan Jane. "Apa?!" Jane tersentak kaget tak menyangka Ardi seorang duda di usia 43 tahun. "Sorry, Mas. Aku---" Jane berhenti bicara setelah si waiters tiba di meja mereka menghidangkan pesanannya. "Terima kasih," ucapnya. Waiters itu pun beranjak menuju meja lainnya. Dan mereka kembali berbincang. Ardi menatap Jane yang notabene mantan kekasihnya dulu. Kekasih yang sangat ia cintai walau tak mendapat restu dari ibunda Jane, Mrs.Wang. Ardi memang berasal dari keluarga sederhana tidak seperti Jane. Bahkan saat itu ia hanya bekerja sebagai karyawan Bank yang gajinya hanya cukup untuk menyambung hidupnya saja. Ardi ingat betul ketika Mrs.Wang menemui dan meminta untuk tidak menemui Jane lagi. Ia memberi beberapa gepok uang pada tas kertas kecil di kontrakannya saat itu.  Mrs.Wang memberitahu bahwa Jane sudah di jodohkan dengan seorang manajer perusahaan iklan ternama, pria yang selevel dengan mereka.  Ardi menolak tawaran Mrs.Wang untuk menerima gepokan uang tapi satu sisi ia pun belum kepikiran untuk menikah cepat. Ia menjadi dilema dan sedikit frustasi. Sehari setelah pertemuannya dengan Mrs.Wang, Jane diungsikan ke Singapura, tempat calon suaminya berada. Dua bulan kemudian, Ardi mendapat kabar jika Jane sudah menikah di sana bersama pria pilihan ibunya. Ardi shock dan putus asa, kekasih yang ia cintai pergi tanpa memberi kabar bahkan kata putus pun tak ia dengar hingga saat ini. Setelah harapan untuk menikahi Jane kandas, ia menjadi peminum alkohol. Tiada hari hidupnya tanpa sekaleng bir untuk melupakan Jane.  Melihat penurunan kinerja Ardi yang memburuk, kantor memutasikannya ke Bandung. Di sanalah ia berhasil melupakan Jane dan menjalin kasih dengan wanita cantik bernama Tania. Tak sampai setahun pacaran, mereka menikah dan mempunyai anak, Riska Anggraeni. Gadis cantik berusia 18 tahun yang masih duduk di kelas tiga SMK. Ardi terkejut melihat jari manis Jane, tak ada cincin kawin melekat disana, "Suamimu masih kerja di Singapura?" tanyanya. Jane meneguk kopinya. "Aku sudah bercerai, Mas," jawab Jane, santai, "Sudah 3 tahun." terangnya lagi sambil memotong cake lalu memakannya. "Kamu tahu, Mas, kalau pernikahan yang dijodohin itu gak ada yang langgeng. Tiga tahun setelah aku melahirkan ternyata dia selingkuh dengan sekretarisnya. Semenjak itu aku pisah ranjang dan pulang ke Indonesia tiga tahun yang lalu," Jane teringat semua kisah pahitnya, matanya mengembang karena menyesal tak melawan keinginan ibunya untuk melarikan diri dari pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ardi menatap Jane. "Lalu ibumu?" tanyanya. Jane membalas tatapan Ardi, air matanya menetes. "Mama sudah meninggal. Dia sering sakit-sakitan setelah aku bercerai, mungkin merasa bersalah karena sudah menikahkan aku dengan seorang b******n. Bukan sama kamu, Mas," ucapnya berusaha tegar tapi suaranya bergetar. Ardi mengambil tisu tak jauh dari cangkir kopi dan memberikannya pada Jane.  "Thanks, Mas. Aku..jadi malu menangis di depanmu.." Jane berusaha tertawa kecil sambil mengusap pipinya yang basah. Ardi mengelus tangan Jane. Wanita itu memang mudah tersentuh dan menangis. Seperti dulu. "Itu sudah takdir kita, Jane," ia menguatkan Jane bahwa kisah mereka adalah rencana dari Tuhan, dan karena Tuhan juga bisa bertemu kembali dalam status yang sama. Duda dan janda.  Jane melirik arloji lalu bangkit dari kursi sambil menyandang tas branded yang baru ia beli beberapa hari yang lalu. "Maaf Mas, aku ada janji dan harus ke tempat lain dulu. Lain kali aku traktir kamu makan malam," ia pamit sambil merapikan pakaiannya. Ardi bangkit dari kursi, "Kau gak sekalian makan siang denganku? Mauku antar?" Tawarnya. Jane menggeleng. "Tidak, terima kasih, Mas. Aku bawa mobil." ia menolak, "Nanti aku telepon kamu lagi, Ya. Bye.." pamit Jane lagi, melambaikan tangan lalu beranjak meninggalkan Ardi yang membalas lambaiannya sambil tersenyum. Ardi terus memandang punggung Jane sampai menghilang. "Kau tidak berubah, Jane," bisiknya pelan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
836.4K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.4K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Yes Daddy?

read
798.3K
bc

LAUT DALAM 21+

read
289.6K
bc

A Secret Proposal

read
376.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook