Takdir Allah 4 - Harassment

2369 Words
‘Ada orang yang mudah pergi, mudah juga kembali. Ada orang yang susah pergi. Setia, tapi jangan coba-coba, sekali dia pergi, dia tidak akan pernah kembali.’ - Tere Liye Seoul, Korea Selatan 4 Juni 2019 Aisyah baru saja datang ke kantor dengan wajah tidak bersahabat, ia langsung menuju ruangannya tanpa menyapa siapapun.  Kepalanya sangat pening akibat pesta perpisahan yang ia datangi tadi malam. Ia langsung menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang menunggu. Laporan bulanan yang masih tertutup rapi di atas mejanya yang belum ia sentuh juga harus diselesaikan hari ini.   Aisyah mengela napas pelan, ia membuka ponsel lalu memesan sup untuk meredakan mabuk di layanan pesan antar. Ide yang buruk untuk ke pesta perpisahan jika bukan hari libur. “Masuk.” ucap Aisyah ketika mendengar suara ketukan pintu. Rere muncul dari balik pintu, gadis itu terlihat sangat segar berbanding jauh dengan Aisyah padahal mereka berdua sama-sama pergi ke pesta semalam. “Wah, kau terlihat kacau, girl.” Rere terkekeh melihat penampilan Aisyah. Aisyah menyipitkan mata, “Ah, aku tidak ingin datang ke pesta seperti itu lagi jika besoknya bukan hari libur.” Rere tersenyum mengejek, “Salahmu sendiri karena mau datang, bukannya tadi malam kau mengatakan tidak apa-apa karena akan di traktir banyak makan oleh senior.” Benar, tadi malam adalah pesta perpisahan seniornya di kantor. Ia memutuskan untuk resign karena tidak memiliki waktu untuk mengurus anak-anaknya di rumah. “Itu juga kesalahanku, pokoknya aku tidak mau lagi.” Percakapan mereka terhenti ketika mereka mendengar ketukan pintu, Rere melihat Aisyah dengan pandangan bertanya lalu ia menjawabnya dengan mengangkat bahu, ia juga tidak tahu siapa yang datang. Rere berbaik hati untuk membuka pintu, mereka melihat seorang pria memakai baju cleaning servish membawa mangkuk di dalam kantong plastik. “Sup rumput laut untuk Aisyah.” Ucap pria itu. Rere menerima sup yang dipesan Aisyah lalu mengucapkan terimakasih dan kembali menutup pintu. “Nah, sebaiknya kau makan dulu sup ini selagi masih panas.” Saran Rere. Rere meletakkan sup itu di meja yang berada tidak jauh dari meja kerja milik Aisyah. Aisyah beranjak dari kursinya, menuju sofa panjang yang berada di ruang kerjanya. Ia mengambil sup itu lalu membukanya. Di dalam pelastik ia juga menemukan nasi hangat dan juga kimchi. Aisyah menyeruput air sup yang masih agak panas lalu memejamkan matanya pelan karena terasa nikmat. Rere melihat gadis itu hanya bisa menggelengkan kepala. “Kau sangat tidak bisa minum soju, kenapa selalu meminumnya?” tanya Rere. Aisyah yang sedang mengunyah kimchi dan nasi menolehkan kepalanya ke arah Rere. “Rasanya enak, rasanya tidak seperti alkohol lain yang pernah ku cicipi. Soju walaupun hanya diminum di gelas kecil, akan membuatku puas walaupun hanya satu teguk.” Jawab Aisyah jujur. Rere mendengkus, “Tapi tadi malam kau menghabiskan empat botol sendirian. Itu adalah rekor untuk orang yang tidak bisa minum alkohol sepertimu.” “Maka dari itu kau melihatku hangover sekarang.” Aisyah sudah menghabiskan makanannya. Ia kembali memasukkan mangkuk itu kedalam pelastik lalu beranjak untuk membuangnya di tempat sampah. Ia kembali duduk di sofa, menatap Rere yang ia lihat sedang memegang hardisk. “Oh ya, ada apa kemari?” tanya Aisyah. Rere memberikan hardisk yang dipegangnya kepada Aisyah, “Ini, ada video yang harus kau jadwalkan sampai akhir tahun dan laporannya akan ditunggu GM paling lambat besok pagi.” “Aku bahkan masih harus meyelesaikan pekerjaan lain, laporan bulanan dan tambahan pekerjaan lagi?” keluh Aisyah lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. Rere memukul bahu Aisyah pelan, “Setidaknya keadaanmu lebih baik sekarang. Semangat, aku masih ada pekerjaan lain. Bye.” Aisyah melihat Rere meninggalkan ruangannya, ia lalu beranjak menuju meja kerja lalu mulai  mengerjakan pekerjaannya yang menumpuk.  Ia meminum air mineral sebelum mulai melemaskan leher dan jari tangan. Satu jam kemudian, Aisyah tenggelam dalam pekerjaannya. Sejenak ia mengingat bayangannya dulu sebelum bekerja sebagai social media marketing, Aisyah pikir pekerjaan ini akan santai saja, dan hanya memposting kegiatan yang tidak terlalu sering, tetapi setelah bekerja hampir empat tahun itu hanyalah harapan saja, pekerjannya sangat banyak bahkan dari pada yang ia kira. …. Aisyah memejamkan mata sejenak, lalu melirik jam yang berada di sudut bawah kanan komputer yang ia gunakan tepat jam delapan malam. Semua pekerjaannya sudah selesai termasuk yang diberikan Rere tadi pagi. Ia mematikan komputer lalu memasukkan kursi ke dalam meja, setelah itu Aisyah membereskan ruangannya agar tampak lebih rapi. Ketika ia mengambil tas punggung yang berada di sofa, Aisyah mendengar suara ketukan pintu. “Masuk.” Ucapnya pelan. Aisyah terkejut begitu salah satu penyanyi dari group yang ia tangani berada di balik pintu. “Selamat malam,” pria itu mengamati Aisyah yang sudah bersiap untuk pulang. “…aku minta maaf. Tapi, bisakah kau mencari jadwal yang pas untuk merilis mixtapeku? Mungkin bulan ini atau bulan depan yang tidak bentrok dengan jadwal yang sudah ada.” Aisyah mengangguk pelan, menaruh tasnya lalu melangkah untuk menyalakan komputernya kembali. Mereka sama-sama menunggu komputer itu menyala dan siap digunakan, Aisyah sendiri merasa sangat canggung ketika penyanyi itu berdiri tepat di sampingnya. Mereka melihat tanggal bulan ini yang sudah ia lengkapi dengan konten yang sudah sesuai jadwal yang diberikan oleh perusahaan. “Apakah kau ada tanggal special? Atau misalnya tanggal yang kau inginkan untuk merilisnya?” tanya Aisyah pelan. Pria itu tampak berpikir, “Rilis kapan saja, apa kau bisa menjadwalkan untuk rilis tanggal 22 Juni?” Aisyah terlebih dahulu melihat tanggal yang dimaksud oleh pria itu. “Bisa. Apa kau sudah meminta persetujuan CEO ataupun direktur?” “Ya, mereka menyetujuinya. Baiklah, aku pilih tanggal itu saja, tinggal syuting untu musik video lalu album itu akan selesai dan siap dirilis.” Terang pria itu. “Kalau begitu semua beres. Aku akan menjadwalkannya rilis tanggal 22 Juni dan kau harus memberikanku berkas lagunya sesudah itu kita tinggal menunggu tim editing untuk memberikanku video resmi yang bisa kurilis pada tanggal yang sama.” Pria itu mengangguk, tersenyum kecil karena urusannya tidak perlu memakan waktu lebih lama. “Terimakasih, maaf telah membuatmu pulang terlambat.” Ucap Pria itu sebelum keluar dari ruang kerja Aisyah. Aisyah lebih lama diruangannya, ia menulis note untuk pekerjaan yang ia lakukan besok pagi agar tidak lupa. Ia kembali mematikan komputer dan juga lampu ruangan setelah memakai tas. Gadis itu tidak lupa mengecek apakah ruangan kerjanya sudah terkunci atau belum. Ia memeriksa gagang pintu yang terpasang sandi elektronik yang tidak memudahkan orang untuk masuk ke ruangannya sembarangan. Selain karena memiliki konten rahasia milik artis yang ia tangani, itu bisa membahayakan pekerjaannya dan bisa saja ia dipecat karena kecerobohannya. Aisyah memasuki lift untuk turun ke lobi perusahaan, ia segera mencegat taxi untuk mengantarnya pulang. Di dalam taxi, Aisyah mendengarkan musik yang menenangkan. Ia memejamkan mata pelan setelah memberitahukan alamatnya kepada supir taxi. Aisyah memilih menaiki taxi karena sudah terlalu lelah, walaupun lebih mahal ia bisa sampai dirumah lebih cepat. Aisyah terkejut bukan main ketika melihat seorang pria memakai kemeja hitam dengan celana kain berdiri tepat di depan pintunya. Pria itu adalah Park Dae Ho, yang tidak lain adalah mantan kekasihnya. “Hai, sayang.” Aisyah mengumpat pelan ketika mencium bau alkohol dari napas pria itu. Ia menoleh ke segala arah, mencari tahu apakah ada orang selain mereka berdua tapi hasilnya nihil, ia tidak menemukan seorang pun.   “Chagia (Sayang), kenapa kau berdiri di situ? Kemarilah dan peluk aku.” Dae-Ho berjalan ke arah Aisyah, cara jalannya terhuyung-huyung tampak sangat mabuk. Aisyah menghindari pelukan Dae Ho, ia menatap pria itu was-was. Mata pria itu kemerahan dan pandangannya tidak fokus membuat Aisyah takut. Aisyah berbalik ingin pergi dari tempat itu tetapi tangannya di tarik paksa oleh Dae-Ho. Dae-Ho menghimpit tubuh Aisyah di dinding, mencoba mencium gadis itu secara paksa. Tapi, Aisyah sekuat tenaga menahan tubuh Dae-Ho yang sedang terpengaruh oleh alkohol. “Tolong! Siapapun!” Aisyah berteriak. “Tolong!” Dae-Ho menyingkap dress selutut Aisyah lalu berusaha memasukkan tangannya ke dalam dress gadis itu. Aisyah mencekal tangan pria itu dengan sekuat tenaga hingga dressnya robek. Merasa Aisyah menolak sentuhannya Dae-Ho menampar wajah Aisyah. “Jangan membuat kesabaranku habis, jalang! Itu hukuman karena melawanku.” Bentak Dae-Ho. Aisyah menatap Dae-Ho dengan tatapan nyalang, ia mengetatkan rahang. Gadis itu mengepalkan tangan lalu meninju hidung Dae-Ho dengan sekali pukul membuat suara nyaring yang baru pertama kali ini ia dengar. “Aku bukan jalang, berengsek!” balas Aisyah membentak. Seketika tawa Dae-Ho menggelegar di koridor sepi itu, membuat bulu kuduk Aisyah meremang. Dae-Ho bergerak cepat lalu mencekik leher Aisyah hingga gadis itu terbaruk parah. Perlawanan gadis itu melemah karena kehilangan oksigen, Dae-Ho mencuri kesempatan untuk mencicipi bibir gadis itu. Di ambang kesadarannya, Aisyah merasakan bau amis darah dan merasa bibirnya di cium brutal. Rasa sesak Aisyah semakin menjadi ketika Dae-Ho tidak kunjung melepaskan cekikan dilehernya. Samar-samar dari sudut matanya, ia melihat seorang wanita paruh baya yang memakai pakaian berwarna biru terkejut melihat mereka. Pria itu memberikan sinyal kepadanya untuk menghubungi polisi. Aisyah mengumpulkan tenaga di kakinya lalu menendang s**********n pria itu yang kemudian refleks melepaskan cekikannya dileher Aisyah. “f**k!” Maki Dae-Ho kesakitan. Aisyah terbatuh parah lalu perlahan-lahan menghirup napas sebanyak-banyaknya. Matanya berair karena tidak bernapas mungkin selama satu menit. Tubuh Aisyah meluruh ke lantai kehilangan tenaga. Sementara Dae-Ho telah reda dari sakitnya akibat ditendang oleh Aisyah, melangkah mendekati gadis itu. Pria itu menendang Aisyah diperutnya dengan masih memakai sepatu yang ia gunakan saat bekerja. Dae-Ho menendang gadis itu berkali-kali hingga Aisyah terbatuk darah. Tubuhnya sudah sepenuhnya berbaring di lantai dan hanya bisa meringkuk agar Dae-Ho berhenti menendang perutnya. “Ini karena kau meninggalkanku!” Aisyah merasakan perih di kakinya, pria itu masih menendangnya. Dae-Ho mengincar bagian lain, ia menginjak kaki Aisyah membuat gadis itu menjerit kesakitan. “Kau membuat aku dipecat dari perusahaan! b***h!” Samar-samar Aisyah mendengar suara sirine mobil polisi dan suara orang melangkah dari kejauhan, ia tidak bisa bergerak sedikitpun. Tubuhnya terasa remuk karena tendangan pria itu.   Aisyah membuka mata pelan ketika merasa Dae-Ho tidak menendangnya lagi. Ia mendengar sekelilingnya sangat ramai, ia melihat pria itu di borgol polisi dan berteriak marah ke arahnya. “Kau membuat hidupku hancur!” Dae-Ho masih berteriak marah walaupuns udah digiring pergi oleh polisi. “Nak, kau tidak apa-apa?” seorang wanita paruh baya dan polisi wanita berusaha memperbaiki posisinya hingga berhasil duduk. “…maafkan aku karena tidak membantumu.” Wanita paruh baya itu terlihat berkeringat, ia mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap darah yang berada di mulut Aisyah. “Tidak apa-apa, terimakasih sudah menolongku.” Ucap Aisyah pelan, seperti berbisik. Wanita tua itu ikut duduk di lantai, “Astaga, lihat kelakuan b******n itu kepadamu, Nak. Apa kau punya saudara atau keluarga yang bisa dihubungi?” Aisyah menggeleng, ia masih terbatuk kecil. “Bertahanlah, petugas medis akan segera sampai.” Tidak lama kemudian ambulans datang dan membawanya ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu berbaik hati untuk mengantarnya ke rumah sakit. Aisyah sempat kehilangan kesadarannya saat berada di ambulans, perutnya sangat sakit ia tidak dapat menahannya. …. Suara ruang perawatan begitu tenang, hanya terdengar suara EKG yang berbunyi konstan menampilkan ritme pergerakan jantung dari Aisyah. Sudut bibir gadis itu tampak di berikan pelaster kecil serta di sekitar lengannya beberapa perban terlihat menutupi luka. Rere sedang berdiri di sudut ranjang, belum beranjak sama sekali sejak kedatangannya 15 menit yang lalu. Pagi-pagi buta ia terburu-buru pergi ke rumah sakit ketika mendengar Aisyah masuk UGD (Unit Gawat Darurat) oleh perawat rumah sakit. Rere sempat bertemu seorang wanita paruh baya dan ia diceritakan kejadian apa yang menimpa sahabatnya itu sampai bisa masuk UGD. Wanita itu berkata akan senang hati menjadi saksi untuk kasus yang menimpa Aisyah. Rere mendekat begitu melihat Aisyah membuka mata, sementara Aisyah terkejut melihat Rere berdiri di dekatnya. “Hei,” sapa Aisyah pelan mencoba tersenyum. Rere menatap sahabatnya itu tajam, “Jangan coba-coba tersenyum! Aku hampir terkena serangan jantung karena mendapat kabar kau masuk rumah sakit!” Aisyah memandanga Rere lembut, “Aku tidak apa-apa.” “Tidak apa-apa bagaimana? Tulang rusukmu retak karena pria sialan itu!” ucap Rere berapi-api. Pintu ruangan itu tiba-tiba bergeser memunculkan seorang perawat dan juga dokter yang masuk ke dalam ruangan. “Maaf, tapi jangan berteriak-teriak. Ini rumah sakit dan pasien baru saja sadar.” Tegur perawat itu kepada Rere. Rere hanya menunduk, membiarkan kedua orang itu memeriksa Aisyah. Mereka mencatat data perkembangan sahabatnya lalu memberikan beberapa obat dan memberi saran agar tidak terlalu banyak bergerak. “Dok, kira-kira berapa lama masa pemulihanku?” tanya Aisyah pelan. Dokter itu menatap Aisyah, “Kira-kira dua atau tiga bulan.” “Tapi, aku harus bekerja. Tidak mungkin aku bisa mengambil cuti selama itu, Dok.” Dokter itu menggeleng tegas, “Kau tidak boleh bekerja. Jika ingin sembuh maka kau harus beristirahat total!” Aisyah menghela napas panjang, mempersilahkan dokter itu keluar setelah memberikan resep obat untuk ditebus. Rere melangkah mendekat lalu menarik kursi duduk tepat di samping tempat tidur Aisyah. “Aku akan memberi tahu perusahaan, mereka tidak mungkin menyuruhmu bekerja jika melihat keadaanmu sekarang. Lagipula, kau memiliki alasan yang sangat kuat agar mereka memberikanmu cuti.” Aisyah tiba-tiba teringat kejadian semalam ketika mendengar ucapan Rere. Itu termasuk kejadian yang paling mengerikan yang pernah ia alami. Ia sudah di datangi dokter psikiater dan mendapatkan hasil yang cukup baik, ia tidak sampai menderita trauma berat. Dokter itu bahkan memuji mental Aisyah yang kuat setelah mengalami kejadian itu. Ia akan terus diawasi agar tidak mengalami depresi atau trauma, walaupun sekarang tidak menunjukkan tanda-tanda sama sekali dan jiwanya dinilai hanya terguncang karena kejadian semalam. …. Dua bulan kemudian, kondisi Aisyah kembali seperti semula. Hari ini ia kembali bekerja di kantor setelah cuti selama 2 bulan, beruntung perusahaan memperbolehkannya mengambil cuti sangat lama. Cuti itu ia dapatkan karena kasusnya yang menyita banyak perhatian masyarakat, bahkan beritanya sampai disiarkan di siaran tv nasional. Aisyah mendapatkan banyak dukungan dari rekan kerja dan juga orang-orang yang melihat beritanya. Sementara Dae-Ho sudah mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Ia mendatangi sidang saat masih dalam perawatan, ia sama sekali tidak takut dengan pria itu dan perjuangannya tidak sia-sia, apalagi dibantu oleh wanita paruh baya yang sedikit melihat kelauan Dae-Ho serta bukti rekaman CCTV membuat prosesnya sangat cepat. “Aku merindukanmu.” Ucap Rere menyambut Aisyah di koridor menuju ruang kerjanya. Mereka berpelukan singkat, Aisyah menghirup udara hingga memenuhi rongga paru-parunya. “Aku merindukanmu juga dan suasana kantor ini.” Tidak hanya Rere, Aisyah dikejutkan dengan kedatangan general manajer dan juga beberapa orang penting di perusahaan ini, serta yang paling mengejutkan adalah ucapan selamat datang kembali oleh group penyanyi yang ia tangani selama ini. “Ah, aku sangat sedih karena kau tidak ada saat perilisan mixtapeku.” Ucap salah seorang dari mereka, ia adalah pria yang datang ke ruang kerja Aisyah tengah malam hanya untuk meminta jadwal perilisan. Aisyah menampilan ekspresi menyesal dan sukses membuat mereka tertawa. “Anyway, thanks for coming back.” Yah, Aisyah juga bersyukur bisa kembali bekerja dan ia perlahan-lahan melupakan kejadian itu. Lagipula tidak ada yang perlu diingat, itu hanya masa lalu dan sekarang ia berada di masa depan yang jauh lebih baik dari pada dua bulan yang lalu. “Nah, sekarang kau harus merekap pekerjaan yang tertunda selama dua bulan kemarin. Ini berkas yang kau harus kerjakan dan atur ulang jadwal selama enam bulan kedepan! Aku terima dalam dua hari!” perintah General Manager kepada Aisyah. Aisyah hanya menatap GM itu dengan mulut terbuka, “Ah, jinja (benarkah)?!” Semua orang hanya bisa tertawa melihat ekspresi Aisyah yang menatap sebal kepada general manajer mereka. Tidak lama kemudian, ia berdecak lalu ikut tertawa. Aisyah bahagia bisa bekerja dilingkungan kerja yang baik seperti sekarang.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD