Takdir Allah 3 - California

2665 Words
‘Kita tidak bisa memilih takdir hidup. Jadi, jalani saja dengan penuh rasa syukur. Semoga begitu, takdir hidup kita jadi berubah lebih baik.’ -Tere liye California, Amerika Serikat, 09 Mei 2019 Ezra sedang menikmati sarapan pagi di salah satu café di kawasan yang dekat dengan Rose Bowl Stadium, pengunjung café itu kebanyakan memakai name tag berukuran cukup besar untuk bisa dibaca dari jarak jauh. Ezra memperhatikan cukup lama hingga ia kembali mengalihkan perhatiannya ke arah jendela. Ezra hanya sekedar tahu, jika ada satu penyanyi group yang sedang melakukan konser di stadion besar itu. Kemungkinan yang mengunjungi café ini adalah staf mereka. Ezra sedang asyik menyantap raspberry cakenya ketika seseorang menyenggol bahunya, refleks sendok yang ia pegang terjatuh. Ezra mendengkus pelan, membungkuk ingin memungut sendoknya yang terjatuh. Ketika sebuah tangan mengambil benda itu terlebih dahulu dan meletakkan di mejanya. “Sorry, Sir. Aku akan mengganti kue yang kujatuhkan.” Seorang gadis tampak berdiri di depan Ezra meminta maaf lalu memanggil waitress. Sebenarnya Ezra tidak masalah karena pengunjung café ini sangat ramai, sehingga memang memungkinkan kejadian seperti ini terjadi. “Don’t worry. I’m okay.” Jawab Ezra pelan. Tidak lama kemudian, seorang waitress membawakan kue baru untuk Ezra, padahal hanya garpunya yang terjatuh dan kuenya masih tersisa beberapa bagian di atas meja. Gadis muda itu masih tampak sangat khawatir, ia masih berdiri di depan Ezra sembari menunduk. Ezra memperhatikan gadis itu, wajahnya cukup kecil, berkulit sawo matang dan kemungkinan tinggi badannya hanya sampai bahunya jika ia berdiri. Gadis itu memakai dress selutut sembari memegang jaket berwarna hitam tebal yang bertuliskan STAFF. Tidak lama kemudian seorang gadis lain menghampirinya, menanyakan apakah ada masalah dan gadis itu menjawab dengan menganggukkan kepala. Ayolah! Dasar, Ezra tidak ingin memperbesar masalah ini. “Tidak apa-apa, pergilah.” Ucap Ezra lagi. Gadis itu terlihat menghela napas setelah mendengar perkataannya yang kedua kali. Kedua gadis itu pergi dari hadapan Ezra setelah berterimakasih, ia memperhatikan mereka hingga keduanya hilang di balik belokan café. Ezra mengerutkan kening ketika melihat dua piring berisi rassberry cake di atas mejanya. Merasa lucu karena warna kue itu sangat kontras dengan dirinya yang seorang pria. Bahkan ada anak kecil yang menunjuk-nunjuk kuenya, ia hampir saja memberikan kue itu sebelum orang tua anak kecil itu menggendong anaknya menjauh dan meminta maaf karena sudah mengganggunya. Ezra heran, kenapa orang-orang seperti memandangnya sebagai seseorang yang disegani, padahal ia hanya memakai baju kaos dengan celana panjang parasut serta sepatu olahraga yang berlambang huruf G yang menyatu. Ia segera menghabiskan sarapan paginya ketika ia berdiri, Ezra seperti menginjak sesuatu. Ia memungut benda yang berada di bawah sepatunya yang ternyata sebuah name tag. Tanda pengenal itu berisi nama dan juga kartu akses staf VVIP. Ezra membaca nama yang berada di tanda pengenal itu, Aisyah Syafiqah. Ezra memegang tanda pengenal itu lalu membuka pintu café, ketika ia akan menyebrang jalan seseorang menepuk pundaknya. “Permisi, Sir. Apa itu milik Aisyah?” tanya seorang pria yang memakai jaket hitam yang sama dengan gadis yang tadi menyenggolnya sambal menunjuk tanda pengenal yang ia pegang. Ezra mengangguk pelan, memperlihatkan tanda pengenal itu. “Ah, syukurlah.” Ucap pria itu lalu terlihat menelpon seseorang. “Aku sudah menemukan tanda pengenalmu.” Ezra memperhatikan pria itu berbincang sebentar dengan seserorang ditelpon yang kemungkinan dengan gadis yang menambaraknya tadi. “Bisakah kau memberikannya kepadaku? Aku akan mengembalikannya. Ah, aku rekan pemilik tanda pengenal itu.” Pria itu memperlihatkan tanda pengenal yang sama. “Baiklah.” Ezra menyerahkan tanda pengenal itu. Mereka berpisah saat itu juga, Ezra segera menaiki mobil yang ia sewa selama berada di negara adidaya ini. Ini hari ketika Ezra berada di California, petualangannya selama satu tahun lebih masih belum membuahkan hasil apapun. Sebenarnya Ezra sedang mencari tuntunan hidup yang dapat ia percayai. Pria itu percaya kehidupan pasti ada batasnya, ia ingin tahu setelah mati ia akan menjadi apa. Informasi yang ia dapat dari orang-orang di sekitarnya sama sekali tidak membuatnya puas. Itulah yang di cari Ezra selama ini, ia mencari penjelasan tentang kehidupan, untuk apa ia hidup di dunia ini dan masih banyak pertanyaan yang masih belum terjawab di benaknya dan itulah yang membuat kekosongan di dalam hatinya. …. Berada di Amerika Serikat membuat Ezra tidak lepas dari pekerjaannya, sesuai dengan janjinya kepada Ayahnya sebelum pergi, ia harus selalu memeriksa kantor cabang yang ada di setiap negara yang ia kunjungi. Itulah satu rencana yang Ezra akan lakukan hari ini. Ia sedang memakai jam tangan lalu segera melangkahkan kaki menuju lift hotel tempatnya menginap. Ezra akan pergi ke perusahaan milik keluarganya yang berada di pusat kota. Sulwyn Enterprise, perusahaan yang bergerak di bidang e-comerce, ritel dan Internet. Perusahaan yang berhasil dirintis oleh Ayah dan kakeknya hingga memiliki kantor cabang hampir di seluruh dunia. Ezra melajukan mobilnya di jalan raya, ia mengemudi dengan kecepatan sedang. Kunjungannya hari ini tidak ia beritahukan kepada satu orang pun di cabang itu baik kepada direktur utama yang dipilih untuk mengawasi cabang. Bermodal golden card karena Ezra adalah salah satu pewaris Sulwyn Enterprise ia berhasil masuk dengan mudah, ia sekarang di tempat parkir. Ezra membaca berkas-berkas yang baru saja sampai di emailnya, itu adalah berkas keuangan dan juga beberapa laporan lain yang memperlihaktkan kejanggalan dari salah satu cabang perusahaan. Ezra dengan cepat menghubungi Jeff yang berada di London. “Hi, Dude!” Sapa Jeff dari panggilan telepon. Ezra mengamati keadaan sekitar, “Apa berkas yang kau kirimkan itu benar?” Jeff membenarkan, “Dari yang kulihat selama beberapa bulan terakhir pemasukan sangat minim padahal penghasilan yang berhasil di raih cabang California termasuk tertinggi dari beberapa negara lainnya. Aku menduga, ada orang yang koruspsi.” “Aku juga menduga hal yang sama. Ada yang tidak beres dengan cabang kita di sini.” Ezra kembali membaca dokumen yang dikirimkan oleh Jeff. Mereka masih tetap berhubungan, apalagi jika berhubungan dengan pekerjaan. Ezra akan meminta tolong Jeff untuk memberikannya data-data kantor cabang untuk lebih memudahkannya untuk menyidik cabang-cabang mereka jika ada yang bermasalah, seperti sekarang. “Apa kau mendapatkan informasi lebih jauh? Tentang direktur misalnya?” tanya Ezra. Pembicaraan mereka sudah seperti informan dan seorang mata-mata. Ezra tersenyum miring, merasa apa yang dilakukannya cukup lucu. Jeff terdiam cukup lama sampai pria itu menanggapi ucapan Ezra. “Dari informasi yang kudapatkan, Direktur sangat suka pergi ke tempat hiburan mala. Yah, kau taulah itu tidak seru. Tunggu,” Jeff menghentikan ucapannya membuat Ezra penasaran. “…ada sebuah rumor yang mengatakan jika direktur itu kecanduan n*****a jenis methamphetamine.” Metampetamine Dikenal sebagai “meth” atau “ice”, adalah obat psikostimultan dan simpatomimetik. Methamphetamine memasuki otak dan memicu pelepasan zat norepinephrine, dopamine dan serotonin karena zat ini men-stimulasi mesolimbik yang menyebabkan euforia dan kegembiraan, sehingga zat ini menyebabkan banyak penyalahgunaan dan ketergantungan hebat. “Jika informasi ini benar, hari ini kita akan melakukan perombakan posisi di beberapa jabatan penting.” Ucap Ezra. Ezra mendengar Jeff menghela napas pelan, “Sepertinya hari ini akan sangat sibuk.” “Maaf, aku akan menyibukkanmu hari ini. Apa kau sudah punya skretaris baru?” Jeff menjawab pertanyaan Ezra dengan gumaman yang membuat Ezra bertanya-tanya. Apa kali ini yang membuang sahabatnya seperti itu, dari yang ia ketahui pria itu sudah mengganti skretaris sebanyak 5 kali dengan berbagai alasan tentunya. “Apa lagi kali ini? Kau tidak menyukainya? Dia menggodamu? Atau skretaris barumu itu bergerak sangat lambat?” tebak Ezra. “Ah, jangan membahasnya. Aku sakit kepala dengan gadis itu, dia sangat cerewet, ceroboh dan sangat suka lupa, beruntung gadis itu cantik dan cerdas. Jika tidak itu benar-benar mimpi buruk untukku.” Ezra tertawa mendengar keluhan Jeff. “Syukurlah, yang penting sekarang kau tidak mengerjakan semuanya sendiri.”  Jeff mendengkus, “Iya sih.” “Nah, sebaiknya kau tidak membuatnya resign seperti yang kemarin.” Ezra tersenyum membayangkan kelakuan kejam Jeff kepada empat skretarisnya yang sebelumnya. Sahabatnya itu memberikan mereka pekerjaan yang sangat susah hingga membuat semua mengundurkan diri hanya dalam waktu satu minggu. “Itu salah mereka semua karena tidak memenuhi kreteria, aku juga bingung kenapa staf HRD membiarkan mereka bekerja. Sudahlah, jangan perdulikan aku. Apa kau masih di tempat parkir?” tanya Jeff. Ezra mengiyakan dengan bergumam, dia memasang airpods di salah satu telinganya lalu keluar dari mobil. Ia berjalan dengan penuh karisma menuju lobi perusahaan yang seketika langsung merebut semua perhatian orang yang berada di lobi perusahaan itu. Dua orang petugas keamanan langsung menghampirinya, ketika Ezra mengeluarkan golden card yang bertuliskan namanya mereka berhenti menghalanginya memasuki lift khusus yang hanya bisa dinaiki oleh para petinggi perusahaan. “Ah, katakan kepada resepsionis jangan menelpon siapapun di lantai atas, atau mereka akan menerima SP 2!” peringat Ezra kepada dua petugas keamanan itu dan langsung di angguki oleh mereka. Lift yang Ezra naiki seketika tertutup, ia langsung menuju lantai paling atas di mana tempat ruangan Direktur cabang berada. Ezra mendapari koridor ruangan itu sepi, bahkan ia tidak melihat sekretaris direktur diruangannya. Ezra mengerutkan kening, ketika mendapati pintu ruangan Direktur sedikit terbuka. Ezra menghentikan langkah begitu mendengar suara yang sangat familiar, suara orang mendesah. Ia menghela napas panjang sebelum memegang knop pintu. “Sepertinya kau mendapat jackpot!” tebak Jeff yang juga mendengar suara itu. Ezra tetap membuka pintu, seketika ia melihat apa yang sudah ia bayangkan bahkan lebih parah. Ruangan itu hanya di terangi lampu temaram, Ezra menyalakan lampu dan mendapati dua dua orang yang hampir tanpa busana sedang b******a. Di tambah ada beberapa jarum suntik serta botol kecil yang jatuh berserakan di sekitar meja kerja. Kegiatan mereka terhenti ketika melihat Ezra berdiri di dekat pintu. “Siapa kau! Berani-beraninya masuk ke ruanganku!” bentak pria botak yang sama sekali tanpa busana. Ezra memijit pangkal hidungnya, “Pastikan kau merekam suaranya, Jeff.” “Sudah kulakukan dan aku juga sudah memanggil petugas keamanan untuk naik. Apa perlu aku memanggil polisi?” tanya Jeff melalui telepon. “Jangan dulu, aku yang akan mengurus masalah ini lalu akan ku serahkan peada pihak berwajib.” Jawab Ezra. Pria itu mengambil telepon kantor lalu tampak menghubungi seseorang dengan membentak. Beberapa menit kemudian, petugas keamanan datang dan masuk ke dalam ruangan itu. Mereka tampak terkejut ketika melihat sang direktur hanya memakai celana dan di kursi kerjanya tampak seorang wanita yang meruapakan skretaris pribadinya tampak tidak sadarkan diri. “Tangkap orang itu!” teriak pria itu kepada petugas keamanan untuk menangkap Ezra. Tetapi beberapa detik mereka bergeming dan hanya berdiri tepat di belakang Ezra. “Apa yang kalian lakukan? Dia penyusup! Tangkap dia dan tendang keluar dari tempat ini!” teriak pria itu lagi. Namun, mereka tidak bergerak untuk menangkap Ezra, sejengkal pun tidak bergerak dari tempat mereka. “Bawa orang itu, ke ruang rapat 2 dan panggil dokter kantor untuk merawat wanita itu.” Perintah Ezra. Petugas keamanan yang berjumlah lima orang segera bergerak untuk menangkap sang Direktur. Pria itu sempat berontak dan berteriak marah karena perintahnya tidak dipatuhi dan mendengar perintah Ezra yang merupakan orang asing. Ezra sebenarnya tidak mengharapkan kejadian ini terjadi, ia berharap cabang perusahaan dalam keadaan baik-baik saja dan dikelola oleh orang yang baik tetapi apa yang ia dapatkan hari ini sangat jauh dari harapannya. Selain membuat masalah di kantor, saham mereka mungkin akan turun dan aka nada perombakan besar-besaran di cabang ini karena kinerja pemimpin yang buruk. Ruangan Direktur itu dibersihkan dengan mengamankan barang-barang yang dianggap penting untuk penyelidikan. Seperti jarum suntik dan beberapa botol kecil. Ezra tidak dapat menyimpulkan jika itu benar-benar n*****a sebelum polisi selesai menyelidiki. “Sir, Pak Gilbert menunggu anda di ruang rapat 2.” Ucap salah seorang sekuriti. Ezra mengangguk pelan lalu berjalan ke arah ruang yang disebutkan. Di dalam ruangan itu berisi dua petugas keamanan dan pria bernama Gilbert itu. Pria itu sangat kusut, kemeja dan jas yang ia pakai terlihat berantakan. Pria itu menatap Ezra takut, ia sudah diberitahu siapa pria yang mengganggu kesenangannya tadi, dia adalah anak dari Robert Sulwyn yang merupakan pemilik perusahaan tempatnya bekerja. “Sir, maafkan aku! Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Gilbert bersimpuh di kaki Ezra. Ezra menyuruh petugas keamanan untuk menarik pria itu untuk kembali duduk di kursinya. “Sir, wanita itu yang menggodaku. Dia yang pertama mengajakku melakukannya. Aku tidak bersalah!” ucap Gilbert membuat alasan. Ezra menatap pria itu lekat-lekat, mencari kejujuran dari mata pria itu tetapi sama sekali tidak menemukannya. Ia hanya mendapat kesan angkuh yang sangat dibencinya. Mereka menoleh ke arah pintu begitu terdengar suara ketukan pintu. “Sudah mendapat kabar dari pihak kepolisian? Apa yang mereka katakana?” tanya Ezra begitu general manajer masuk ke ruangan itu. “Sudah, Sir. Mereka mengatakan itu adalah n*****a tetapi untuk jenisnya masih belum bisa di pastikan dan untuk Mrs. Regina, dia dalam keadaan tidak sadar karena dipengaruhi n*****a yang kemungkinan di suntikkan di lengan.” Jawab Generan manajer itu. “Polisi menunggu anda untuk melepaskan Pak Gilbert untuk di bawa ke kantor polisi.” Lanjutnya lagi. Pandangan Ezra beralih melihat Gilbert, wajah pria itu pucat pasi. Ezra menghela napas pelan, “Gilbert Jhonson anda saya pecat secara tidak hormat. Mulai besok, anda bukan direktur cabang perusahaan ini dan saya akan melakukan penyelidikan terhadap adanya korupsi di cabang ini, jika anda terbukti melakukannya saya juga akan memprosesnya secara hukum. Silahkan ambil barang-barang anda sebelum pergi ke kantor polisi.” Ucap Ezra tegas. Gilbert membulatkan matanya terkejut. Ia baru saja akan bergerak untuk bersujud di kaki Ezra meminta keringanan hukuman dari pria itu tetapi Ezra sudah keluar dari ruangan diikuti oleh General manajer dan juga petugas keamanan. Semua karyawan kaget ketika melihat direktur mereka di bawah oleh polisi dengan tangan diborgol. Ezra sudah berada di tempat parkir, bersiap untuk pergi dari tempat itu. Ia melihat grafik saham yang turun akibat penangkapan itu. “Kau membuat perusahaan pusat repot, Dude! Kami sedang repot mengurus investor dan beberapa klien yang ragu-ragu untuk memasukkan dana ke perusahaan! Tetapi, aku salut kepadamu karena bisa menangkap basah Gilbert yang kemungkinan sudah merugikan perusahaan jutaan dollar.”     Ezra hanya tersenyum, ia mengendarai mobil keluar dari tempat parkir. Ezra pergi membeli makanann di restoran fast food. Membeli tiga porsi lalu mengendarai mobil menuju taman, ia ingin menenangkan diri. Ketika tiba di taman, Ezra tidak menemukan tempat duduk kosong, akhirnya ia duduk tepat di sebelah pria paruh baya yang pakaiannya tampak kusut, terlihat seperti tunawisma. Ezra memberikan satu porsi makanan yang ia beli, pria paruh baya itu berterimakasih lalu memakannya dalam diam. Mereka sama-sama menghabiskan makanan itu, Ezra tidak beranjak dari tempat duduk. Asyik melihat anak-anak yang bermain untuk melepas penat. “Hei, Nak. Sepertinya kau sedang bingung, apakah kau ada masalah?” tanya tunawisma itu tiba-tiba. Kening Ezra berkerut mendengar ucapan tunawisma itu. Ezra menatapnyad dengan penuh tanda tanya, apa dirinya terlihat begitu bingung hingga dapat dilihat begitu mudah oleh seorang tunawisma? Tunawisma itu tersenyum lalu memandang langit senja, “Jangan salah paham, Nak. Aku dulunya adalah seorang psikiater, cukup sulit untuk membaca ekspresimu, kau berhasil menutupinya dengan baik.” Ezra masih menatap tunawisma itu, bagaimana seorang psikiater bisa menjadi tunawisma? “Anggap saja ini pilihan hidupku, Nak. Sekarang kita sedang membicarakan hidupmu. Apa tebakanku benar?” tanya tunawisma itu lagi. Ezra ikut memandang langit, mungkin tidak ada salahnya jika ia berbagi cerita dengan orang asing lagipula ia akan meninggalkan negara ini dalam beberapa hari. “Bisa dibilang begitu.” Ezra menghela napas pelan. “Aku sedang bingung dengan hidupku, aku merasakan jika hidupku di dunia ini seperti sia-sia.” “Apa yang menyebabkan kau mengatakan jika hidupmu sia-sia? Bukankah kau pengusaha? Atau setidaknya kau pasti orang yang berada.” Balas tunawisma itu. “Jika menjadi kaya adalah tujuan hidupku, aku merasa itu tidak ada gunanya. Semua harta dan uang itu tidak akan pernah di bawa mati, lalu apa yang dilakukan setelah mati?” Tunawisma itu terdiam, takzim dengan pikiran Ezra. Di waktu sekarang ini sudah sangat jarang orang yang berpikir seperti itu, apalagi anak muda seperti pria di sampingnya ini. Mayoritas orang sekarang hanya berpikir bagaimana bisa mempu membeli apapun yang mereka inginkan tanpa memikirkan arti sejati kehidupan. “Nak, jika kau bertanya kepadaku apakah yang akan dilakukan setelah mati, aku akan menjawab renkarnasi, karena aku percaya itu.” Jawab tunawisma itu. “Reinkarnasi?” Reinkarnasi adalah merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Tunawisma itu diam, tidak menanggapi ucapan Ezra. Memilih menikmati matahari senja yang sudah hampir terbenam. Mereka berdua ada di tempat yang sangat tepat untuk melihat matahari terbenam, perlahan-lahan mereka disinari sinar hangat berwarna jingga keemasan. “Sir, I’m sorry to say this. But are you belive to god?” Tunawisma itu menggeleng, “Jika yang kau sebut itu benar-benar ada, aku tidak akan kehilangan orang yang kucintai. Padahal aku sudah berusaha seperti yang disarankan oleh orang agamis, tetapi usahaku sia-sia.” Ezra menyandarkan tubuhnya di bangku taman. Matahari sudah hampir hilang. “Ah, maafkan aku, Nak. Aku terbawa perasaan karena pertanyaanmu, mungkin juga karena terlarut dalam suasana.” ucap tunawisma itu. Ezra mengangguk pelan, “Don’t worry, sir.” “Nah, sekarang waktunya kita berpisah. Hati-hati di jalan.” Tunawisma itu beranjak dari bangku taman, berjalan pelan entah kemana. Ezra memejamkan mata sejenak lalu memtuskan untuk kembali ke hotel. Di perjalanan, ucapan tunawisma itu terngiang-ngiang di benaknya, sedikit banyak pendapatnya tentang tuhan sama seperti orang itu tetapi Ezra merasa hatinya kurang puas dengan pikirannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD