bc

Dark Lipstick

book_age16+
826
FOLLOW
4.5K
READ
dark
love after marriage
independent
brave
self-improved
drama
bxg
bold
betrayal
lies
like
intro-logo
Blurb

*Telah dibaca sebanyak 795 ribu orang di w*****d*

*Louis Family 1*

Pia adalah seorang gadis yang tampak tangguh dan menawan. Ia terlihat tegar dan begitu kuat. Namun dibalik semua itu, gadis itu menyimpan insiden pahit yang sampai sekarang tidak pernah ia lupakan. Karena itu, ia harus bergumul melawan PTSD nya setiap malam. Insiden itu menaruh trauma dalam dirinya yang membuat gadis itu enggan untuk menjalin kisah asmara dengan pria manapun.

Namun di satu waktu, keluarganya menjodohkannya dengan pria yang sebenarnya sudah memiliki kekasih. Baik Pia maupun Riley keduanya sama-sama terpaksa menjalankan perjodohan yang disusun orang tua mereka, yang mana hubungan mereka berlanjut hingga ke pelaminan. Riley yang masih mencintai kekasihnya dengan Pia yang memiliki trauma dengan lelaki, bisakah rumah tangga mereka bertahan?

chap-preview
Free preview
01 Permulaan
Pia’s POV Aku terbangun di pagi suntukku yang begitu cerah. Biasanya orang-orang menyukai cuaca seperti ini namun tidak untukku. Hari ini merupakan hari yang melelahkan walaupun aku baru saja membuka mata aku dan beranjak dari ranjangku. Kemarin malam aku baru saja sampai di Batam setelah seminggu lamanya aku harus mengurus beberapa proyek di Jakarta yang sebelumnya pernah aku tunda karena kesehatanku yang tidak baik. Aku merasa tidak ada gairah apapun untuk bekerja hari ini. Kalau saja aku tidak ingat kalau hari ini ada meeting, mungkin aku tidak akan datang ke kantor, Aku melangkah malas dan memutuskan untuk menyikat gigiku dan mencuci mukaku. Aku menatap wajahku yang sudah sangat kusam, tak lupa dengan kantung mata yang sangat jelas di bawah mataku. Aku memutuskan untuk tidak membasuh tubuhku karena aku tahu jika aku sudah telat, walaupun sebenarnya telat pun tidak akan ada masalah denganku, karena perusahaan yang sedang ku kelola adalah perusahaan papaku sendiri. Aku bekerja sebagai General Manager (GM) disalah satu perusahaan manufaktur yang saat ini dikelola oleh papaku dan Peter. Saat ini, sudah tahun kedua aku benar-benar terjun diperusahaan papa. Menjadi General Manager tentu tidak mudah bagiku, karena aku tentu harus bertanggung jawab tentang perencanaan dan evaluasi kegiatan perusahaan. Tak hanya itu, aku juga harus melakukan mengawasi para pekerja, keuangan, aset fisik, serta informasi. Maka tak heran, jika terkadang aku harus turun ke lapangan. "Pagi mom," sapaku pada mom setelah aku selesai bersiap-siap dengan pakaianku. Dengan langkah gontai aku menarik kursi ku dan duduk di meja yang tidak ada siapapun di depan maupun di sampingku. "Pagi Pia," balas momku dengan senyuman hangatnya sembari menyiapkan beberapa potongan roti untukku. Aku terus mengucek mataku dan menguap besar, sampai aku sadar jika tidak ada siapapun yang ada di meja makan. Bodoh sekali aku baru menyadarinya, "Papa sama Peter mana, mom?" tanyaku sembari melihat-lihat sekitarku. Peter merupakan kakakku yang kedua. Sementara kakakku yang pertama bernama Pier. Kedua nya, Pier dan Peter merupakan saudara kembar tetapi tidak identik. Usia kami terpaut 2 tahun saja dan aku tidak pernah memanggil mereka dengan embel-embel kakak karena aku tidak ingin dan kebetulan mereka juga tidak keberatan akan hal itu. Sifat Pier dan Peter juga sangat berbeda. Pier cenderung lebih ramah dan hangat pada siapapun. Berbeda dengan Peter yang sangat dingin dan tertutup. Dia banyak bungkam karena kejadian sekitar 6 atau 7 tahun yang lalu. Dia yang dingin, jadi semakin dingin. Sampai sekarang aku merasa kasihan padanya, seandainya dulu dia tidak bodoh dalam percintaan, aku rasa Sandra tidak akan pergi begitu saja meninggalkannya. "Mereka udah duluan," "Pia ditinggal mom?!" seruku untuk menyuarakan dugaanku yang sudah sangat tepat. Mom menarik tangannya dan menutup telinganya ketika aku berseru tadi. Yap, aku memiliki kebiasaan yang buruk, yaitu toaku yang sangat besar dan siapapun yang mendengarnya akan risih. "Kamu sih kelamaan turun. Lagian mereka juga ngerti kamu semalam baru pulang jadi kamu pasti kecapekan. Yaudah ini roti kamu udah mom siapin, sana kamu buruan ke kantor," "Oke mom," kataku dengan malas dan lagi-lagi mom hanya tersenyum. Di usiaku yang mulai menginjak 23 tahun ini memang sedikit memalukan jika aku harus bangun kesiangan. Tapi aku tidak perduli, yang penting aku tidak manja dan menuntut yang tidak-tidak. Aku mengambil kotak makanku dan hendak berjalan ke mobilku. Namun, langkahku terhenti saat mom memanggilku. Aku menoleh dan mendapatinya tengah menatapku dengan serius, "Iya mom?" balasku pada panggilannya, "Kamu udah punya pacar?" tanyanya. Aku hanya bisa terdiam mematung. Berbicara tentang pacar, sebuah kenangan yang tidak pantas diingat langsung terlintas dibenakku. Sangat memuakkan. "Tidak mom," balasku dengan senyuman kakuku. "Kalau begitu datanglah nanti ke Restoran X, mom mau kenalin kamu sama anak kenalan mom," katanya lagi padaku. "Jangan bilang mom mau jodohin aku," kataku dengan tatapan horror milikku padanya. Mom hanya menampilkan seulas senyum bahagianya padaku. Melihat senyum mom yang begitu manis aku tidak tega sendiri untuk menolaknya. Wanita itu mendekatiku dan menatapku untuk sejenak sebelum ia mengambil kedua tanganku, "Pia, please..." mom memegang tanganku dan menatapku penuh harap, "Mom... apa ini adalah jalan satu-satunya?" tanyaku yang diangguki olehnya. Aku yakin dia takut kalau terjadi apa-apa padaku, karena beberapa tahun silam, aku sempat berpacaran sama pria yang tampaknya baik, ramah dan sopan. Tapi pada akhirnya semuanya terkuak, dia hampir saja memperkosaku. Beruntung saat itu Pier sudah menaruh kecurigaan pada pria kurang ajar itu. Saat itu yang ku tahu Pier menghubungi Peter dan Ellyn—sahabatku untuk turut campur tangan untuk mengikuti kami berdua dan memang benar, pria itu tidak lebih dari psikopat gila. Aku tidak berhenti mengedipkan mataku dengan cepat, jujur saja aku masih trauma. Aku tidak bisa bayangkan jika Pier, Peter dan Ellita tidak mengikutiku saat itu, mungkin saat ini aku sudah… "Pia?" panggil mom yang telah mengembalikan ingatanku ke masa sekarang. "Iya mom?" jawabku dengan segala kekuatan untuk menahan gejolak tubuhku sudah menolak keberadaan pria sialan itu di dalam ingatanku. "Kamu mau kan?” Aku menarik nafas untuk meredakan gejolak ini. Aku mengangguk pelan dengan senyuman getirku. Tanganku sudah basah dengan keringat, begitu juga dengan keningku. “Makasih Pia," kata mom sembari mengelus rambutku. Aku memegang tangannya dan berusaha untuk tersenyum dengan manis padanya. Aku tak ingin keluargaku terus-terusan mengkhawatirkanku, ini menyebalkan dan aku membencinya. Tapi diantara semua yang kualami, bukankah orang tua selalu memberi yang terbaik untuk anaknya? *** Aku telah sampai di kantorku dengan pucat, dengan cepat aku merogoh tasku dan mengambil beberapa kosmetik untukku gunakan agar tidak terlihat pucat. Sial, aku tidak tahu jika aku akan segemetar ini dan ini semua karena pria psikopat itu! Aku memakai riasanku dan mengoleskan lipstik di bibir pucatku. Aku terus menarik napasku agar aku bisa menenangkan diriku. Setelah sekian lama terdiam untuk menenangkan diri, pikiranku kembali berpikir mengenai perjodohan nanti malam. Aku berpikir dengan sangat keras untuk menghindari perjodohan norak ini. Dan setelah dipikir-pikir, satu-satunya cara agar aku bisa lepas dari perjodohan ini adalah membuat calon pasangan ku tidak nyaman padaku. Aku berusaha untuk tersenyum untuk sekedar melepas kegugupanku. Aku ingin membuat diriku senyaman mungkin. “Ada apa dengan senyuman anehmu itu?” Senyumanku pudar dan digantikan dengan tatapan malasku pada Pier. Seperti biasa, dia tidak pernah mengetuk pintu sebelum masuk keruanganku, “Masalah?” Pier menggeleng,”Tidak,” “Bisakah kau mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk ke ruanganku?” erangku mengabaikannya dengan laptopku. “Aku dengar kau akan dijodohkan malam ini,” “Jika kau sudah tau, maka tidak perlu kau bertanya lagi,” jawabku tanpa menatapnya. Kami berdua memang jarang akur karena sedari kecil, Pier selalu saja mengangguku dan setiap hari kami selalu bertengkar. Sekarang kami sudah dewasa, namun kebiasaannya untuk mengangguku masih terus berlanjut. Menyebalkan sekali. “Aku ragu jika pria itu mau dengan wanita bar-bar sepertimu. Aku yakin jika dia mendengar ocehanmu yang toa itu, dia pasti akan memulangkanmu ke rumah hahahah,” ejeknya yang kubalas dengan tawaan garing. “Haha, sangat lucu Pier. Bilang aja jika kau tidak ingin aku dijodohkan,” “Ya tentu saja aku tidak setuju,” jawabnya dengan lipatan tangan didadanya. Aku menaikkan satu alisku dan menatapnya,”Ahh… begitu… Aku yakin kau tidak terima karena aku sudah mendahuluimu dalam percintaan, ya kan? Akui saja!” Pier tersenyum miring,”Tentu saja tidak. Aku bisa saja memilih wanita manapun sesukaku karena aku tampan,” jawabnya dengan narsis sembari mendudukkan dirinya di sofa kantorku. Aku bergidik geli melihat kenarsisan saudara lelakiku ini, bahkan terkadang aku malu untuk mengakuinya sebagai kakakku karena sifatnya yang sangat manis pada wanita. Aku sudah cukup muak mendengar teman-teman sekolahku dulu selalu memuja-mujanya di depanku. Mereka tidak tahu saja jika pria yang mereka puja itu sangat konyol dan yang jelas tidak sekeren yang mereka pikirkan. “Hentikan, aku jijik,” “Akui saja Pia, aku ini tampan,” ujarnya lagi dengan pose yang ala model. Kuakui jika Pier itu tampan, itu semua juga berkat papaku yang memang tampan. Kata mom, Pier sangat mirip dengan papaku saat muda dulu. Hanya saja sifatnya saja sedikit berbeda, “Terserah,” “Apa itu artinya iya?” Aku memutar bola mataku dengan malas. Aku beranjak dari kursi ku lalu memilih untuk duduk disamping kiri Pier,”Jadi apa kau punya rencana agar perjodohan bodoh ini bisa dibatalkan?” tanyaku dengan serius. “Aku tidak yakin tapi yang jelas aku dan Peter tidak terlalu suka dengan Riley,” Aku mengernyitkan dahiku,“Hah? Peter? Apa Peter juga tahu mengenai perjodohan ini?” Pier mengangguk,”Ya, sebenarnya papa udah beritahu kami beberapa hari yang lalu,” “Dan kalian tidak memberitahuku?” Pier menggeleng,”Mom melarang kami untuk memberitahumu,” Aku berpikir sejenak sebelum kembali lagi aku bertanya,“Tapi bagaimana kalian bisa tahu namanya? Apa kalian saling mengenal?” “Kami pernah satu proyek dengannya,” Aku berkedip cepat lalu kembali bertanya padanya,”Lalu?” “Kinerja nya oke. Hanya saja pria itu terlalu dingin dan perfeksionis. Agak susah untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan pria yang membosankan sepertinya,” jelas Pier yang membuatku menelan ludahku. Perfeksionis? Aku paling tidak senang dengan pria perfeksionis karena biasanya pria tipikal seperti itu akan sangat menyebalkan. Kenapa entah mengapa aku merasa sifatnya terdengar seperti Peter? “Apa dia tampan?” celetukku yang mendapat sentilan kuat dari Pier. Aku menggigit bibirku dan memukul lengannya hingga ia meringis kesakitan. Rasa sakit di keningku menghilang melihat wajah meringisnya, begitu juga dengan gigitan di bibirku digantikan dengan senyuman puasku setelah membalas sentilan tidak manusiawi darinya, “Sakit bawel!” katanya sembari ia mengelus tangannya. “Berhenti memanggilku bawel!” kataku sembari berusaha untuk meloloskan tanganku dari cekalan Pier yang berusaha agar aku tidak kembali memukulnya. Kelakuan kekanak-kanakan kami berhenti setelah Pier melonggarkan cekalannya dan memalingkan wajahnya ke Peter yang sedang berdiri di depan pintu. Ini dia satu lagi, gak pernah mau ngetuk pintu sebelum masuk ke ruangan! Kenapa sih aku punya saudara yang absurb semua?! “Bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke ruangan orang lain?” Aku berdiri dan kembali duduk ke kursi ku. Aku kembali menatap Peter dan Peter menjawab permintaanku barusan dengan elakkan kepalanya kepada Pier, Ya, lebih tepatnya dia mengabaikanku. “Apa yang kau lakukan disini?” “Aku? Tentu saja bertemu dengan Pia,” jawab Pier dengan enteng. “Jika kau hanya ingin bermain-main, kau bisa melakukannya diluar jam kerja,” Aku tersenyum untuk mengejek Pier di balik laptopku dan tentu saja Pier melihatnya. “Oh ayolah Pete, kau tahu sendiri bukan kalau aku sudah tidak tinggal dirumah lagi. Lagipula nanti malam si bawel ini bakalan dijodohin sama pria kaku itu,” katanya sembari membuka tangannya seakan-akan tengah menjelaskan sesuatu. “Lalu?” “Lalu aku hanya ingin apa dia tahu Riley apa tidak, dan ternyata Pia sama sekali tidak mengetahui dan mengenalnya,” balas Pier dengan jujur. “Benarkah?” tanya Peter sesudah ia berbalik dan mengangkat alisnya padaku. Aku mengangguk kaku dan Peter tidak memasang ekspresi apapun setelah melihat anggukanku. Aku berharap jika dia mengeluarkan sebuah ide untukku lari dari perjodohan ini, aku harap dia membantuku! “Tuh kan! Dia gak tahu apa-apa soal si Riley itu. Bahkan ia baru saja tahu nama ‘Riley’ setelah aku menyebutnya tadi,” Bagus Pier, komporin aja terus. Aku harap dibalik wajah datarnya itu terdapat banyak pemikiran untuk membantuku lolos dari perjodohan ini. “Biarkan Pia yang menentukannya sendiri,” Bagaimana aku bisa menentukannya kalau aku sendiri dipaksa! “Kau memintaku untuk menghadapinya dengan caraku? Apa maksudmu? Kau berniat untuk memaksaku menerima perjodohan ini?!” ujarku yang tidak senang dengan perkataannya. “Faktanya aku dan Pier tidak dapat berbuat apapun. Lagipula pada akhirnya, pilihan ada ditanganmu, dan aku harap kau tidak merencanakan hal yang memalukan nanti malam,” Aku tahu jika Peter masih menatapku walaupun aku membuang mukaku dan melarang diriku untuk menatapnya. Biarlah ia tahu kalau aku benar-benar benci dengan perjodohan ini, “Jika dia berbuat sesuatu padamu, kau bisa datang padaku. Aku akan membereskannya untukmu,” Ia masih berjalan dan berhenti sejenak untuk mengatakan hal itu padaku. Kekesalan dan amarahku sirna sejenak ketika aku mendengar perkataannya, “Cih, sok keren,” cibir Pier yang mengundang kelucuan bagiku. Aku tersenyum kecil, sepertinya aku memang harus menghadapi semuanya sendiri. Benar kata Peter, tidak ada yang bisa membantuku selain diriku sendiri.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

A Secret Proposal

read
376.5K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.2K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.6K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook