14. Perubahan yang Signifikan

1602 Words
Mobil sedan yang dikendarai oleh sopir Diary baru saja memasuki kediaman majikannya. Rahman, pria paruh baya yang sudah sejak lama mengabdikan diri sebagai sopir anak sematawayang nyonya dan tuannya itu pun lekas turun dari mobil yang sudah ia parkirkan di garasi. Sambil bersiul ringan, pria paruh baya itu pun melangkah santai menuju beranda rumah. Mengetahui partner ARTnya sudah kembali, Jenny dan Minah pun bergegas menemui Rahman secara bersamaan. "Man, sini kamu!" seru Jenny, dia memang lebih senior dari Rahman. Maka, tidak heran jika dirinya memanggil pria itu tanpa embel-embel 'pak' dan lain sebagainya. "Ada apa? Tumben-tumbenan kamu manggil saya?" sahut Rahman mengernyit. Dia pun kini sudah berdiri santai di teras rumah bertingkat dua tersebut. "I just asking you, gimana reaksi all friend Non Diary saat melihat perubahan Non Diary yang sekarang? Apa mereka takjub atau bagaimana?" tanya Jenny penasaran, di sampingnya Minah pun menatap Rahman serupa dengan sorot yang Jenny tunjukkan. Kentara sekali kalau keduanya sangat ingin tahu tentang perkembangan nonanya di sekolah. Diajukan pertanyaan seperti itu, Rahman pun mendesah pelan. "Oalah, Mak Jen ... Mak Jen, saya pikir kamu panggil saya karena mau kasih duit atau makanan toh. Tahunya, kamu malah nanya soal Non Diary sama saya," protes Rahman geleng-geleng. "Wajar atuh, Kang, kalau si Mbok Jenny nanya gitu mah. Lagian, saya juga sama ingin tahu soal Non Diary. Hari ini kan, hari barunya si Enon. Ya gak salah atuh kalau kita kepengin tahu dan tanya-tanya sama kamu. Kan, kamu yang bertugas buat antarin Non Diary ke sekolahan," tutur Minah sependapat dengan Jenny. Lagi-lagi membuat Rahman mendesah pelan. "Ya memang gak salah kalian itu, tapi ... saya kan cuma diutus untuk antarin si Non Diary sampai gerbang saja. Ya mana saya tahu reaksi teman-teman Non Diary seperti apa, lah wong seturunnya Non Diary dari mobil saya langsung tancap gas," tukas Rahman membuat kedua wanita di hadapannya kontan melenguh kecewa. "Gimana sih kamu, Man. Bukannya diperhatikan dulu, malah langsung go begitu saja. Gak asyik kamu, Man...." sembur Jenny mendengkus sebal. "Yee, memangnya saya bodyguard Non Diary. Kan saya cuma sopir doang, mana bisa saya perhatiin sekeliling. Ada-ada saja kamu, Mak!" delik Rahman membela diri. "Emang benar si Akang mah, gak seru ah ... hayu ah, Mbok Jen, kita tanya langsung sama Non Diary saja nanti sepulang sekolah. Nanya sama si Kang Rahman mah gak akan dapat hasil apapun," ajak Minah pada Jenny guna kembali masuk ke dalam. Pasalnya, Rahman sama sekali tidak membantu dalam memupus rasa penasaran mereka. Alhasil, dibanding mereka terus berdiam diri di teras, maka mereka pun memutuskan untuk kembali melanjutkan aktivitas paginya seperti biasa.                                                                                   ¤¤¤             “Diary, gue gak nyangka loh ... ternyata, lo bisa banget berubah secepat ini,“ kata Gerrald berdecak kagum. Saat ini, dia sedang berada di kantin bersama Diary yang duduk di seberangnya. Tersenyum, Diary pun membuka suara, “Awalnya aku juga ragu, Ger. Tapi, apa yang kamu bilang kemarin itu ada benarnya juga. Selama aku masih berada di zona nyaman, selama itu pula aku bakal terus tertindas. Iya kan?” urai gadis itu mengemukakan pendapat. Sesekali, ia pun menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.             “Baguslah kalo lo paham. Seenggaknya, kalo lo udah berpenampilan kayak gini ... gue yakin gak ada satu pun yang mampu mengabaikan lo. Termasuk, anak-anak cowok di kelas yang sekarang lagi diam-diam curi-curi pandang ke elo di meja sebelah sana, “ terang Gerrald menginfokan. "Maksud kamu?" tatap Diary tak mengerti. Tanpa menjawab dengan kata, Gerrald pun menunjuk ke meja sebelah kanan Diary yang diisi oleh sekitar 5 orang murid laki-laki menggunakan dagunya. Kontan, Diary pun langsung menoleh ke arah yang Gerrald tunjukkan saking tak percayanya dengan apa yang lelaki itu katakan. Bersamaan dengan Diary yang memusatkan perhatian ke meja sebelah kanan, di saat itu pun kelima laki-laki yang Diary ketahui adalah teman-teman sekelasnya juga serempak melambaikan tangan padanya. Sontak, membuat Diary tergugu kaku karena belum terbiasa mendapat perlakuan sejenis itu. "Jangan kaget, kaum cowok emang begitu. Sekali lirik gadis cantik, pasti aja pada semangat. Beda kalo sama cewek biasa-biasa aja, matanya kadang suka pura-pura minus...." cetus Gerrald terkekeh, kemudian ia pun meneguk teh manis di gelasnya yang sudah tinggal setengahnya lagi. Tanpa diketahui Gerrald, Diary tersipu. Perubahannya memang membawa suasana baru. Bukan hanya satu orang yang menjadikannya sebagai pusat perhatian, bahkan mungkin hampir setengahnya dari penghuni SMA Pelita seakan terkejut melihat sosok Diary yang baru. Tentu saja, Prita dan Keyna pun sangat tak menyangka kalau gadis yang selama ini mereka sebut cupu dan tak berstylist, kini telah bertransformasi menjadi seseorang yang cantik dan menawan banyak mata. "Oh iya, sebelum lo bikin geger satu sekolahan ini ... kira-kira, orang rumah pada kaget juga gak tuh lihat lo jadi secantik ini? Maksud gue, selama ini lo emang cantik ... tapi, dengan penampilan modis gini, mereka terkejut gak?" lontar Gerrald sedikit penasaran. Pipi Diary menghangat, untuk kesekian kalinya ia dipuji lagi oleh Gerrald. Rasanya, Diary ingin sekali berteriak pada dunia bahwa ternyata dirinya memang memiliki rasa terhadap Gerrald. Ya, bukan rasa suka lagi melainkan rasa ingin memiliki. Diary ingin memiliki Gerrald sebagai kekasihnya. "Diary!" seru Gerrald menyentuh bahu sang gadis. Terkesiap, pikiran Diary pun kembali ke alam nyata. "Lo melamun?" tebak Gerrald. Mengerjap, Diary lantas menyahut, "Eng-enggak kok, aku--" "Diary, gue boleh minta nomor ponsel lo gak?" Tahu-tahu seorang siswa bertubuh jangkung datang menghampiri dengan sangat berani. Mendongak dan menatap lelaki yang kini menunggu jawabannya dengan menyodorkan ponsel ke hadapannya, Diary pun bergeming setengah melongo. Kontan, hal itu pun refleks membuat Gerrald langsung berdeham lantas berdiri. "Sori, Di ... gue pamit ke toilet dulu," ujar Gerrald, lantas ia pun segera melengos pergi bahkan sebelum Diary mengucap satu kata pun.                                                                                   ¤¤¤            “Demi Tuhan ya, gue benciiiii.... “ kecam Prita mengepalkan tangan. Refleks, dia pun menggebrak meja hingga mengejutkan sebagian siswa yang memilih untuk diam di kelas selama istirahat berlangsung. "Ngapain sih si cupu itu pake mengubah dirinya jadi sok modis segala. Mau nyaingin gue?" lanjutnya berang.             “Gue juga heran, kok bisa ya si cupu itu berubah jadi secantik sekarang. Padahal, dia itu awalnya biasa aja ... malah terkesan kampungan banget kan penampilannya. Tapii, setelah dipoles sedikit di sana sini, dia kok jadi cantik banget. Bahkan kecantikannya menandingi elo, Prit....” papar Keyna terlewat jujur. Mendengar dirinya disama-samakan dengan Diary, Prita pun langsung menyemprot teman sebangkunya itu dengan teriakan, “Berisik lo! Berani banget lo menyama-nyamakan kecantikan gue sama dia. Udah bosan lo temenan sama gue, hah?” pelototnya galak, bahkan kegalakannya Keyna pikir melebihi anjing pitbul milik tetangganya di rumah.             “Bukan maksud gue mau menyama-manyakan kecantikan lo sama dia, Pritaaa. Tapi gue itu mencoba untuk berkata jujur. Buktinya, hampir seluruh cowok di sekolahan ini ... sekarang malah lebih milih buat memusatkan perhatiannya ke si Diary. Terutama Gerrald, dia bahkan makin lengket sama tuh cewek. Gak takut kalah saing lo?” tatap Keyna seakan menyepelekan. Hingga tanpa diduga, Prita pun menjambak rambut Keyna dengan kasar. Membuat si pemilik rambut lantas memekik kesakitan dengan kepala yang sedikit memiring akibat jambakan Prita terlalu kencang.             “Sekali lagi lo berani rendahin gue, gue gak segan-segan buat depak lo dari pertemanan kita. Perlu lo ketahui ya, jangan panggil gue Prita kalo gue gak bisa dapetin Gerrald dan rebut perhatian dia dari si cupu Diary. Meskipun sekarang si cupu itu udah berubah menjadi lebih berstylist, tapi itu gak akan membuat gue buat kecolongan start. Lo lihat aja, lambat laun Gerrald pasti jadi milik gue. Paham?“ tekan Prita penuh percaya diri.             “I-iya, Prit ... gue paham. Tapi, plis ... lepasin dulu rambut gue. Sakit banget ini, Prit. Sumpah,” pinta Keyna setengah meronta. Sambil mendengus, Prita pun akhirnya melepaskan rambut Keyna juga dari jambakannya. Lantas, si pemilik rambut sendiri sedang bermisuh-misuh tanpa suara sembari mengelus-elus rambut lebat bergelombangnya.                                                                                       ¤¤¤ Sepulang sekolah, saat bel baru saja berbunyi dan para murid bersiap-siap untuk berkemas serta meninggalkan kelas, bersamaan dengan itu beberapa siswa tampak berbondong-bondong menghampiri meja Diary dan Gerrald.             “Halo, Diary....“ sapa mereka kompak. Sontak, membuat Diary terkejut begitu pun dengan Gerrald yang masih duduk di sampingnya.             “Eh, ha-halo juga?" balas Diary tersendat, "Ka-kalian, ada apa ya? Kok, rame-rame gini samperin aku?” tanya Diary heran menatap ketiga cowok itu secara bergantian.             “Diary, pulang bareng gue yuk!” ajak Reno mendahului. Sepertinya, dia tidak ingin kalau sampai teman-temannya mencolong start.             “Enak aja," serobot Andre tiba-tiba, "Jangan mau pulang sama si Reno, Diary. Dia suka gigit, gak aman buat keselamatan diri lo nanti. Mending lo balik sama gue aja, selain lebih menjamin ... gue juga lebih kece dari pada si Reno,” ujar Andre seolah tak mau kalah. Pletak. Tahu-tahu, Gani yang juga tak ingin kalah saing pun menjitak kepala Andre. Kemudian, dia pun ikut buka suara guna merayu sang gadis.             “Andre sama Reno itu mantan penyuka sesama jenis. Gue khawatir lo malah ilfeel kalo jalan sama mereka. Supaya aman dan terjamin, lebih baik lo pulang sama gue aja. Dibanding mereka, gue lebih punya segalanya kok, “ tutur Gani terkekeh. Mendengar pernyataan ketiga laki-laki itu bukan hanya Diary yang terkejut melainkan Prita dan Keyna yang masih setia duduk di bangkunya. Mereka saling berpandangan satu sama lain ketika ketiga laki-laki di hadapan Diary berebutan membujuk agar Diary mau pulang bareng dengan salah satu di antara mereka. Tentu saja, hal itu membuat Prita semakin meradang saja. Akan tetapi, saat ini dia tidak mau gegabah. Jika dulu Prita bisa langsung menindas Diary semaunya, maka sekarang dia berpikir dulu sebelum bertindak. Bukannya nyali Prita menjadi ciut, tapi Prita hanya tidak mau kalau sampai para fans baru Diary malah membela idolanya untuk menyerang balik dirinya. Tidak! Prita tidak mau ambil risiko. Meskipun ia masih menyandang status siswi terpopuler, tapi tetap saja, Prita seakan tidak ada harganya untuk saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD