30. Terperangkap di dalam Toilet

1665 Words
"Diary!" Gadis itu menoleh kala seseorang memanggil namanya. Padahal, baru saja ia turun dari mobilnya. "Keyna," gumamnya dengan dahi mengernyit. "Baru dateng?" tanya Keyna seraya mendekat. Diary mengangguk, "Iya. Kamu juga?" "Enggak. Gue udah dari sepuluh menit yang lalu, tapi tadi mampir dulu ke tempat potocopy beli penggaris. Hehe," cengir Keyna seraya merangkul akrab sepupunya. Diary membulatkan mulut, "Ya udah, yuk masuk! Bentar lagi juga bel kayaknya," ajak gadis itu mengingatkan. Keyna mengangguk, lantas kedua gadis tersebut pun mulai melangkah beriringan tanpa menyadari bahwa dari kejauhan Prita memerhatikan mereka dengan tangan yang mengepal kuat. "Eh iya, Di. Waktu hari Sabtu, maaf ya kalo bikin lo gak nyaman," tutur Keyna tiba-tiba. Melirik, Diary pun bertanya. "Maksud kamu?" Dahi gadis itu mengernyit. "Iya. Gue sadar kok kalo waktu itu lo jealous karena lihat gue sama Gerrald terlalu akrab. Maaf ya, Di. Tapi sumpah deh, gue sama dia gak ada hubungan apa-apa kok. Malah, gue baru nyadar kalo ternyata Gerrald itu anaknya temen bokap. Padahal, awal-awal gue gak ngira kalo dia si bocah yang doyan ngompol tiap kali diajak masuk ke dalam rumah," celotehnya diselingi dengan tawa. Diary hanya tersenyum dan sesekali ikut terkekeh. Baginya, hal itu sudah tidak penting lagi. Toh, sekarang ia sudah menjadi pacar Gerrald. Jika ada cewek yang mendekati pacarnya, barulah Diary memiliki hak untuk memprotes. "Eh iya, hampir aja gue lupa!" seru Keyna menepuk dahi. "Ada apa?" tegur Diary menatap aneh. "Nanti sore, lo diundang ke rumah sama Ayah. Katanya, dia pengin banget lo bisa dateng dan makan malam bareng kita. Lo gak akan nolak kan?" lontar Keyna menatap penuh harap. Setidaknya, sepupunya itu tidak akan membiarkan Keyna seketika merasa sia-sia karena sudah mengusulkan ayahnya agar bisa bercengkerama dengan Diary. Maka, meski awalnya sedikit ragu. Tapi pada akhirnya, Diary pun mengangguk pertanda setuju. "Yeay!" pekik Keyna girang. Dia sudah menduga bahwa Diary pasti tidak akan mengecewakannya. "Kalo gitu, nanti pukul 4 atau 5 sore gue tunggu kedatangan lo ya. Jangan sampe telat! Atau, lo akan melewatkan momen spesial yang bakal disuguhin sama Ayah di sepanjang perjalanan kehidupannya selama ini...." tutur Keyna mewanti-wanti. "Maksudnya?" tanya Diary mengernyit. "Udah. Pokoknya juga nanti lo tahu sendiri kalo datang tepat waktu," sahut Keyna terkekeh. Lalu, ia pun kembali merangkul hangat Diary sembari menggiringnya dengan cepat menuju kelas keduanya bersamaan dengan suara bel berbunyi kencang.                                                                                      *** Di tengah jam pelajaran matematika berlangsung. Diary mendadak kebelet ingin ke toilet. Dia pun mengacungkan tangan ketika Bu Anna guru matematikanya sedang menerangkan pembahasan mengenai soal pra ujian. "Ada apa, Diary?" tanya wanita berkacamata itu lugas. "Saya izin ke toilet, Bu...." ucap gadis itu meringis. Lalu, setelah dipersilakan oleh gurunya, ia pun buru-buru beranjak dari duduknya dan berlari kecil meninggalkan kelas berikut Gerrald yang duduk di sampingnya. "Baik. Perhatikan kembali ke sini, Anak-anak!" seru Bu Anna mengetukkan ujung penggaris kayu yang dipegangnya ke permukaan white board. Sementara pelajaran terus berlangsung, Diary pun mempercepat langkahnya di sepanjang koridor. Tidak biasanya ia mengalami hal ini. Padahal, tadi pagi Diary tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan ingin buang air kecil secara dadakan seperti sekarang. Entah kenapa, di saat seharusnya ia duduk menyimak di kelas, justru yang terjadi malah kantung kemihnya seketika penuh menuntut untuk segera dikeluarkan. Setibanya di dalam toilet, Diary pun langsung memasuki salah satu bilik yang kosong. Kebetulan, saat ia masuk, ada dua siswi lainnya yang baru keluar dari dua bilik di antaranya. Tanpa banyak ini dan itu lagi, Diary pun langsung mengunci pintu bilik dari dalam lantas segera mengosongkan seluruh cairan yang mendesak ingin dikeluarkan dari dalam kantung kemihnya. "Ahh, legaa...." desahnya seraya mengembuskan napas ke atas. Kemudian, bersiap untuk keluar dari bilik bersamaan dengan terdengarnya suara dua orang yang sedang berbincang tepat di tempat mencuci tangan di luar bilik sana. "Masa sih? Bukannya Gerrald itu tadinya sekolah di SMA Pemuda Bangsa ya?" "Iya. Justru karena itu gue pun heran banget. Kok, bisa-bisanya dia pindah dari sana dan tau-tau sekolah di sini. Padahal, udah jelas prestasinya di sekolah lama itu gak mengecewakan. Malah gue denger, dia pernah menjuarai pertandingan lempar panah yang diadain di tingkat provinsi tahun lalu...." "Ah, serius?" "Gue juga denger sekilas sih. Tapi gak tau bener apa enggaknya. Kan zaman sekarang banyak berita hoaks juga yang dianggap nyata," "Iya. Lo bener. Dan lo tau gak soal ini?" "Soal apa?" "Denger denger sih ya, si Gerrald itu bela-belain pindah ke sekolah ini cuma buat menebus dosa di masa lalunya aja loh," "Hah? Dosa di masa lalu? Maksud lo apaan sih, Na?" "Aduuh, gue juga kurang tau lengkapnya kayak apa. Cuma, yang gue denger ... katanya, si Gerrald itu dulu pernah bikin seseorang nyaris bunuh diri hanya karena dia dipermaluin secara terang-terangan gitu di depan umum. Gila gak tuh? Cowok macam apa coba yang berani ngelakuin hal seburuk itu?" Sontak, Diary pun tertegun dari balik pintu bilik tersebut. Ia bahkan sampai mengurungkan niatnya yang hendak keluar demi bisa mendengarkan tentang sepenggal kabar mengenai sosok yang teramat dikenalnya. Akan tetapi, saat Diary ingin kembali melanjutkan kegiatan mengupingnya, justru dua orang siswi itu pun malah sudah keburu melengos pergi meninggalkan toilet. Hingga tak lama kemudian, ia pun menyusul ke luar dari dalam bilik dengan perasaan janggal dan pikiran yang bertanya-tanya. "Apa maksud dari semua yang aku dengar tadi? Jadi, Gerrald pindah ke sekolah ini bukan semata-mata demi menjagaku? Melainkan, ada satu tujuan yang harus ia lakukan? Tapi apa? Maksud dari dosa di masa lalu yang mereka bahas tadi itu apa? Kenapa aku malah dibuat sangat penasaran dengan hal ini...." gumamnya bertanya-tanya. Sementara itu di depan pintu toilet, seseorang sudah siap sedia dengan rencana jahatnya. Sambil celingukan ke sana kemari, dia pun mengunci pintu toilet dari luar. Membiarkan sosok yang ada di dalamnya tidak bisa keluar saat seharusnya ia kembali ke kelas. Bahkan tidak hanya menguncinya dari luar. Orang itu pun menempelkan kertas bertuliskan 'Toilet sedang dalam masa perbaikan. Harap gunakan toilet lain yang tersedia di lantai 2!' tepat di permukaan pintu tersebut. "Selamat mendekam di dalam toilet, Diary. Seenggaknya, hari gue akan sedikit terasa nyaman dan bahagia tanpa kehadiran lo yang sangat mengganggu seperti lalat busuk yang patut dibinasakan!" desis orang itu tersenyum jahat. Kemudian, tanpa memedulikan bagaimana akibatnya nanti, ia pun lekas berjalan santai meninggalkan pintu toilet itu diiringi dengan perasaan yang gembira.                                                                                      *** Gerrald mendadak gelisah ketika saat seharusnya Diary sudah kembali dari toilet tapi justru ketika jam pelajaran matematika sudah berakhir pun gadis itu tak kunjung datang. Berkali-kali dia melirik jam digital yang melingkari pergelangan tangan kirinya, tapi sepertinya belum ada tanda-tanda kemunculan yang ditunjukkan oleh pacarnya itu. Gerrald mendecak, "Diary kemana sih? Kenapa dia belum balik juga," gumamnya cemas. Tak jarang, cowok itu pun sering kali melemparkan pandangannya ke ambang pintu sembari berharap Diary datang dan memupus rasa gelisahnya. Namun nihil, sudah hampir 20 menit lamanya, gadis itu belum juga kembali dan entah kemana perginya dia saat sebelumnya ia izin untuk pergi ke toilet. "Apa mungkin terjadi sesuatu sama Diary?" tanyanya seorang diri. Lantas, ia pun bergegas untuk menghubungi ponsel gadis itu guna memastikan keadaannya. Akan tetapi sangat disayangkan, ketika Gerrald mencoba meneleponnya, justru tanda getaran seketika muncul dari dalam tas gadis tersebut. Menyadari akan hal itu, Gerrald pun mengumpat tertahan karena ternyata Diary ke luar kelas tanpa membawa ponsel. "s**l! Gimana bisa dia pergi tanpa bawa handphone. Teledor banget sih jadi orang," dumelnya mendengkus. Lalu, di tengah kekesalan bercampur gelisah yang sedang mendera diri Gerrald, Keyna pun menengok dari tempat duduknya lantas mengernyit. "Ger!" panggil cewek itu sekali. Namun yang dipanggil sepertinya tidak mendengar karena bukannya menyahut, dia malah sudah melenggang dengan terburu-buru meninggalkan kelas juga. "Lah, mau kemana dia?" tanyanya bergumam. Sementara itu, selang beberapa menit setelah Gerrald pergi dari kelas, Prita pun muncul melewati bangku yang Keyna duduki. "Apa lo lihat-lihat?" sembur Prita saat tanpa sengaja pandangannya beradu dengan Keyna. Spontan mendelik, Keyna pun membalas. "Mata punya gue, kenapa lo yang sewot?" "Gak usah lihat gue makanya! Lihat aja ke arah lain," deliknya muak. Lalu ia melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan lagi Keyna yang beberapa hari lalu bahkan sudah memilih untuk tidak berteman dengannya lagi.                                                                                       *** "Tolong!" seru Diary sembari menggedor pintu yang tiba-tiba tak dapat dibuka. Pasalnya, sudah hampir 20 menit lamanya ia meminta tolong, tapi tidak ada satu orang pun yang menyahuti teriakannya. "Ya ampun, ini kenapa gak ada orang yang coba bukain pintu dari luar sih? Apa mereka gak denger suara aku?" Diary lelah jika harus terus mengetuk pintu berkali-kali sambil tak hentinya ia berteriak. Toh tidak ada orang yang membantu sama sekali bukan? Sialnya, ia pun melupakan ponselnya yang tertinggal di dalam tas. Maka, saat terjebak di dalam keadaan seperti ini, ia bahkan tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya menunggu kedatangan seseorang yang akan membantunya keluar dari toilet itu nanti. "Gerrald sadar gak ya kalo aku gak balik ke kelas? Kok dia gak ada cariin aku sama sekali." Gadis itu melenguh lunglai. Menyandarkan punggungnya ke permukaan pintu sambil berharap bahwa pacarnya kini sedang bergegas menuju ke tempat dimana dirinya terkunci entah bagaimana caranya. Diary tidak pernah membayangkan sama sekali kalau dia akan terkunci seperti sekarang. Bahkan, bukankah sebelum ini dua siswi yang sempat ia dengarkan saat berbincang tadi pun bisa keluar dari toilet dengan begitu mudah? Lantas, kenapa saat dirinya hendak melakukan hal serupa justru yang terjadi pintunya malah mendadak terkunci? Apakah seseorang telah sengaja menjahilinya? Atau ini semua mutlak terjadi akibat kesalahan teknis pada pintu itu sendiri? Entahlah, Diary hanya berharap penuh pada siapa pun yang kini sedang dalam perjalanan menuju menyelamatkan dirinya yang sudah sangat ingin keluar dari toilet tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD