Menginap!

1979 Words
“Sayang…” Aku sedikit merinding mendengar Krisna memanggil sayang. Di ruang tengah ini, tinggallah kami berdua. Posisi Krisna sudah sangat dekat denganku. Aku berusaha menjauh, namun Krisna selalu menggeser duduknya untuk selalu menempel padaku. Sampai aku terpojok di pinggir bangku, dan aku memilih pindah ke bangku yang lain. “Sayang…” Terdengar seperti suara kesal bercampur manja. “Kalian lagi ngapain sih?” Mama tiba-tiba dapat dan memperhatikan kami. “Kamu kenapa malu sama suami sendiri, Tin,” lanjut Mama. Aku berusaha untuk tersenyum menanggapi perkataan mama. Sampai kapan sandiwara ini akan terus berlangsung. Aku mulai takut lama-lama didekat Krisna. Bagaimana pun, perempuan dan laki-laki dewasa saling berdekatan pasti akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Apalagi Krisna lumayan tampan dan gagah. Bisa-bisa aku yang tidak bisa menahan godaan dari Krisna. “Krisna, ayo ikut Mama sebentar.” Mama mengajak Krisna pergi ke suatu tempat, entah ada rencana apalagi selanjutnya. Tinggallah aku sendiri di tengah rumah yang megah ini. Rumah dengan banyak ruangan yang tidak aku ketahui apa saja isinya. Aku lihat begitu banyak gambar yang tertempel di dinding rumah ini. Aku coba untuk melihat lihat foto-foto tersebut. Ada foto anak bayi perempuan yang cantik. Dan ada juga foto anak perempuan kecil yang didandan sangat lucu dengan rambut dikepang dua. Aku kenal wajah anak perempuan ini. Dia adalah wajahku saat aku masih kecil. Mama dulu pernah melihatkan foto aku saat masih di taman kanak-kanak. Dan wajahnya sangat mirip dengan foto yang saat ini sedang aku pandangi. Namun, yang berada di samping kanan dan kiri anak perempuan ini adalah om dan tante yang baru saja aku kenal saat aku tiba di rumah ini. “Zaman sekarang, apa sih yang tidak bisa diedit,” gumamku seorang diri saat melihat foto-foto yang ada di dinding. Sebanyak ini foto, tidak ada satu pun foto anak kecil lain, hanya foto anak perempuan yang wajahnya sangat mirip denganku saat kecil. Berarti dalam sandiwara ini, mama menyeting aku sebagai anak tunggal. Sampai segitunya, mama memperlakukan aku seperti ini. Mungkin, karena aku jarang pulang ke rumah mama dan mereka menganggap aku sudah tidak memiliki keluarga lagi. Aku memang memutuskan untuk tinggal mandiri. Aku ingin menunjukkan pada mama, aku bisa tinggal sendiri. Namun, mama malah melakukan hal yang diluar perkiraan. Mama membuat aku menikah dengan pemuda yang tidak aku kenal. Walaupun, pemuda itu sangat tampan, tetap saja dia orang asing bagiku. Mama juga membuat aku seperti adik yang tidak mempunyai kakaknya lagi, alias anak tunggal. Dan Mama juga ikutan berubah, sikapnya seperti mama tiri di sini, sangat berbeda dengan mama asliku. “Hai, sedang melamun apa?” Seseorang mengagetkanku dari belakang. “Enggak ada, Pa. Hanya lagi melihat lihat foto.” “Kamu lucu ya waktu kecil,” kata Papa sambil mengusap salah satu fotoku saat kecil. “Iya.” “Mama kamu, saat kamu kecil sangat sayang banget sama kamu.” Laki-laki ini bercerita tentang masa kecilku yang tidak pernah aku rasakan. “Pastilah, Pa. Mama pasti sayang sama aku.” Aku mengikuti suasana yang diciptakan laki-laki ini. “Iya.” Laki-laki itu menjawab dengan nada lirih. Aku ingin bertanya kenapa laki-laki ini terlihat sedih. Namun, aku tidak ingin terlalu masuk ke dalam permainan ini. Jika aku bertanya, berarti aku akan ikut masuk ke permainan Mama. Semua persiapan ini sangat sempurna. Bahkan, sudah disiapkan suasana dari aku kecil. “Kamu… tetap sayang sama Mama kamu kan, Tin?” Tiba-tiba laki-laki ini bertanya. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hatiku, pasti semua anak sayang sama orang yang telah melahirkannya. “Ya tentu saja sayang, Pa.” “Walaupun Mama sudah seperti itu sama kamu?” Laki-laki ini bertanya. “Emang kenapa? Ada apa? Apa yang telah Mama lakukan padaku? Pada Tina?” Ingin rasanya aku menanyakan semua itu. Namun, tidak aku tanyakan. Lagipula ini bukanlah hidupku. “Wajar saja kamu tidak ingat kejadian itu, saat itu kamu masih sangat kecil,” jelas Papa sambil menghela nafas panjang. “Sudah, lebih baik kamu istirahat saja dulu.” Laki-laki itu pun pergi meninggalkan aku seorang diri, dan masih terlihat paras kecewa di wajahnya sebelum dia pergi meninggalkan aku. “Mau istirahat di mana? Kamar aku yang mana?” Aku kebingungan melihat rumah yang luas dengan banyak kamar. *** Krisna Pov “Ada apa, Ma?” tanyaku saat Mama mertuaku mengajak aku pergi meninggalkan Tina. “Sudah, kamu ikut saja.” Mama menarik tanganku menyuruh aku untuk mengikuti dirinya. Mama mengajakku pergi ke lantai dua. Dan kami memasuki sebuah kamar. Aku tahu ini adalah kamar Tina. Karena dulu aku pernah mengantar Tina ke ruangan ini saat Tina pingsan. Setelah menikah, ini pertama kalinya aku datang lagi ke rumah ini. “Kenapa ke sini, Ma?” aku bingung dengan Mama mertuaku yang tiba-tiba mengajakku ke sini. “Mama mau menunjukan kamu sesuatu.” Mama membuka laci yang berada di bawah televisi. Dia mengeluarkan sebuket bunga mawar merah, beberapa lilin terapi dan satu kantong balon yang belum ditiup. “Kamu tolong Mama menyiapkan kamar ini, kita buat kejutan buat Tina.” Mama terlihat semangat untuk mendekor ruangan ini seperti ruangan untuk bulan madu. “Nanti kalau Tina tiba-tiba masuk gimana, Ma?” Jika rencana kejutan ini ketahuan oleh Tina tidak menjadi kejutan lagi. “Biar Mama yang urus Tina, kamu rapihkan ruangan ini. Nanti Mama suruh beberapa orang membantu kamu.” Mama pun pergi meninggalkan aku sendiri di ruangan ini. Aku sebenarnya sedikit bingung dengan Mama mertuaku ini. Kadang dia bisa sangat baik kepada Tina, kadang dia bisa sangat kejam kepada Tina. Sewaktu aku menemukan Tina dalam keadaan sempoyongan di tepi jalan raya dekat rumah ini. Keadaan Tina saat itu sangat memprihatinkan. Jika saja bukan aku yang menemukan Tina, aku tidak tahu bagaimana keadaan dia sekarang. Aku dan Tina adalah teman satu SMA. Aku sering melihat banyak lebam di mukanya. Waktu SMA dia tidak pernah menceritakannya, karena memang waktu itu kami belum terlalu dekat. Aku juga tidak berani dekat dengan Tina saat itu. Karena di samping dia selalu ada seorang laki-laki yang sangat dekat dengannya. Aku hanya bisa melihat Tina dari jauh. Sejak SMA, aku sudah jatuh cinta pada perempuan ini. Dia adalah cinta pertamaku. Saat itu aku tidak terkenal seperti sekarang. Penampilanku seperti seorang kutu buku. Sedangkan Tina, perempuan yang pintar dan cantik. Dia bisa menyembunyikan kesedihan dan luka yang sedang dia alami. Tetapi tidak dari mataku. Aku selalu bisa melihat sesuatu yang aneh saat dia terluka. Pada saat kuliah lah, baru aku mengetahui bahwa mamanya mempunyai kepribadian ganda. Kadang dia bisa sangat kejam pada Tina, namun dia juga bisa menjadi seseorang yang sangat keibuan. Dan papanya Tina juga cerita, bahwa mamanya sangat menginginkan seorang anak laki-laki yang tampan dan menjadikannya seorang artis. Saat itulah, aku bertekad merubah penampilanku demi Tina. Sampai sekarang pun, aku juga belum yakin apakah Tina benar-benar mencintai diriku. Atau dia menikah dengan diriku juga karena Mamanya. Memang, selama kuliah kami menjadi sangat dekat. Kami kuliah sama-sama di bidang seni. Namun, kami tidak pernah pacaran. Sampai, aku menyatakan cintaku pada Tina di depan rumahnya dan Mamanya mendengar pernyataan cintaku. “Udah, terima saja sayang…” Mama tiba-tiba datang dari dalam rumah dan langsung merangkul Tina. Tina tidak menjawab apa-apa, hanya terdiam. “Mama sangat setuju kalau Tina sama Krisna.” Mamanya Tina terlihat sangat senang. Namun, Tina masih saja terdiam. “Apalagi kalau Tina menikah sama Krisna, Mama tambah setuju. Krisna kan artis yang terkenal.” Mama terlihat sangat senang dengan senyum yang merekahnya. “Mmmm… Kris, katanya kamu ada janji kan tadi.” Akhirnya Tina berbicara, namun bukan jawaban iya atau tidak yang keluar dari mulutnya. “Oh ya, kalau gitu saya pamit ya,” kataku pada Tina dan memberikan senyum pada mamanya yang masih menempel di samping Tina. “Besok-besok sering main ke rumah ya?” Sejak menyatakan perasaanku sampai kami menikah kemarin, aku belum pernah menjawab pernyataan cintaku. Karena aku menganggapnya diamnya perempuan sebagai jawaban iya, maka sejak itu aku menganggap Tina sebagai pacarku. Aku sering mencuri ciuman nakal dari Tina. Dia hanya kesal dan memukulku lembut saat aku melakukan keisengan-keisengan kecil. “Tok… tok… “ seseorang mengetuk pintu kamar Tina. “Mas Krisna, kata ibu ada yang harus kami bantu.” Terlihat dua orang pemuda berada di depan pintu kamar. “Iya, sini masuk. Bantuin nih,” kataku sambil sibuk meniup balon. Aku ingin cepat-cepat menyelesaikan ini semua. Aku tidak mau lama-lama berjauhan dari Tina. Besok aku sudah mulai bekerja kembali. Maka selesailah waktu bulan madunya. Mana kalau lagi syuting pulang malam terus, pasti saat aku pulang Tina sudah tidur. Saat selesai resepsi pernikahan saja, Tina langsung tidur. Padahal semuanya sudah siap saat itu. “Hari ini pokoknya jangan gagal lagi” Aku mendumel sambil terus menyiapkan ruangan ini. Aku dan dua orang ini terus merapihkan kamar ini. Akan kami sulap menjadi ruangan untuk berbulan madu. *** Amarlin pov “Krisna di mana ya?” Aku sudah berkeliling seluruh rumah yang berada di lantai satu. Namun, aku tidak juga menemukan Krisna. “Tina, kamu sedang apa sayang?” Seorang perempuan mendekati diriku. “Lagi cari Krisna, Ma.” Aku masih terus melihat-lihat sekeliling rumah. “Udah, ikut Mama aja yuk.” Perempuan ini mengajak aku pergi menuju halaman belakang. Tadi, aku baru saja dari sana saat sedang mencari Krisna. Bahkan, aku tadi sempat tersesat ke dapur. “Ngapain kita ke sini, Ma?” Aku bertanya saat kami sudah berada di sebuah bangku yang berada tidak jauh dari kolam renang. “Enggak ada, kita menikmati sore aja bersama. Tadi Mama juga sudah menyuruh si Mbok siapkan teh buat kita.” “Kalian lagi santai santai di sini rupanya?” Papa tiba-tiba datang dan ikut duduk bersama kami di sini. “Krisna mana, Ma?” tanya Papa. “Enggak tahu, Krisna mana ya?” Mama menjawab pertanyaan Papa sambil melihat-lihat ke sana ke sini. “Kamu tunggu di sini aja ya, sayang. Mama sama Papa mau cari Krisna dulu.” Mama Tiba-tiba menarik tangan Papa. “Sendiri, lagi.” Aku menghelakan napas. “Sampai kapan ini selesai ya? Kerjaan kantorku terbengkalai, nih. Ada ada aja, kenapa juga harus buat drama seperti ini.” Aku sudah mulai memikirkan tugas-tugas yang sedang aku kerjakan kemarin. Aku berjalan menuju tepi kolam. Kemudian, aku memasukan kakiku ke dalam kolam renang ini. Jika kita memasukan kaki kita ke dalam kolam, itu bisa sedikit mengurangi rasa stres yang sedang kita alami. Ada baiknya memasukan kaki ke dalam air hangat, tetapi air dingin juga tidak mengapa. Daripada tidak sama sekali. Dan aku sedikit merasa rileks di sini. “Dor… “ seseorang mengagetkanku dari belakang. “Byurr….” Aku yang berada di tepi kolam langsung tercebur ke dalamnya. “Aaaaa… tolong....” teriakku karena aku memang tidak bisa berenang. Seseorang langsung masuk ke dalam kolam renang dan berenang ke tempatku. Dengan sigapnya, dia menangkap diriku. Aku berpegangan pada sebuah tubuh yang penuh dengan otot-otot. Aku mengeratkan pelukanku di leher laki-laki ini. Dari aroma tubuhnya, sepertinya aku pernah menciumnya. “Ini kan enggak dalam sayang,” goda laki-laki ini. Aku merasakan hembusan napasnya di sekitar leherku. Aku tidak berani membuka mataku. Aku memeluk erat lehernya dan juga mengapit kedua kakiku di perutnya. Karena, aku sangat ketakutan. “Sejak kapan kamu enggak bisa berenang? Bilang aja kamu mau meluk aku di dalam kolam kan?” Tangan laki-laki itu mulai masuk ke dalam bajuku yang sudah basah. Terasa tangan itu mulai bergerak nakal di dalam bajuku. “Aaaa…” Spontan aku melepas pelukanku dan aku kembali tenggelam. “Kamu mau pura-pura sampai kapan,” kata Krisna yang terus diam melihatku. Aku sudah hampir kehabisan napas. Namun, Krisna segera menangkap tubuhku. Dan dia memelukku dengan sangat erat. “Kalau minta dipeluk, enggak usah pura-pura tenggelam.” Krisna memegang punggungku dengan lembut. Aku masih terdiam tidak merespon godaan Krisna. Jarak mukaku dengan Krisna sangatlah dekat. Tangan Krisna juga sudah mulai bergerilya ke seluruh tubuhku. Aku tidak bisa menghentikannya, karena kami masih berada di dalam kolam renang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD