Aku kenal dia!

1921 Words
Jalanan pagi ini tidak seramai biasanya. Mungkin, karena ini bukan lagi jam masuk kerja. Namun biasanya, walaupun jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, tetap saja jalanan ini masih dipenuhi oleh kendaraan roda empat. Aku terus memperhatikan jalanan menuju tempat syutingnya Krisna. Jalanan ini sangat familiar, seperti jalanan menuju kantorku. Namun, aku merasa sedikit ada yang ganjil dari pemandangan yang dulu sering aku lihat dengan yang sekarang, seperti ada yang lain. Tetapi, mungkin itu hanya perasaanku saja.  “Kamu kenapa, Yang. Dari tadi diam saja? Kamu masih sakit?” Krisna tiba-tiba memegang tanganku. “Enggak, cuma sedikit capek.” Aku memang masih merasa sedikit lelah. “Atau sebaiknya aku antarin kamu pulang dulu?” Krisna merasa bersalah, karena sudah memaksa aku untuk ikut ke tempat syutingnya. “Enggak papa, udah tanggung. Bentar lagi katanya udah mau sampai kan.”  “Iya, sih. Tapi kamu gimana?”  “Enggak papa, aku bisa istirahat sambil menunggu kamu.” “Maaf ya, Yang. Aku lupa kalau kamu lagi sakit.” Krisna mencium tanganku sambil terus fokus menyetir mobilnya. “Tadi juga aku lupa, harusnya biarin saja supir yang bawa mobil ya. Biar dia bisa anterin kamu pulang.” Krisna terus-terusan menyesal dengan keegoisannya. “Udah… enggak usah terus-terusan mengeluh,” kataku. Tangan Krisna masih setia memegangi tanganku. Dan aku juga tidak berusaha untuk melepaskannya. Namun, karena khawatir dia akan kerepotan saat sedang mengendarai mobil, aku pun mencoba melepaskan tangan Krisna. Aku mulai merasa nyaman dengan genggaman tangannya. Bahkan, aku pun merasakan kangen pelukannya. Pikiranku mulai berpikir sesuatu yang tidak seharusnya. Krisna hanya tersenyum saat aku melepaskan tangannya. “Nanti kalau sudah sampai, jangan dilepaskan ya?” tanya Krisna. Aku hanya mengabaikannya. Dan aku langsung mengalihkan wajahku, pura-pura melihat keluar jendela. Aku tidak mau Krisna menyadari mukaku yang berubah menjadi merah padam. Tidak lama kemudian, kami sampai di sebuah taman kota. Taman yang sebelumnya belum pernah aku kunjungi. Bahkan, taman ini terlihat sangat asing. Sebelumnya aku tidak pernah mengingat, jika ada taman ini di sini. Padahal tempat ini tidak jauh dari tempat kerjaku. Aku masih bisa melihat puncak gedung tempat kerjaku dari sini. Tetapi, aku tidak pernah sadar jika di sini terdapat sebuah taman yang luas dan indah. Mobil-mobil dari kru film sudah lebih dulu berada di sini. Krisna pun langsung turun dari mobil, tidak lama setelah mematikan mesin mobilnya. Kemudian, Krisna juga sempat membukakan pintu mobil untukku. Mengapa Krisna harus melakukannya, padahal lebih baik aku tidak keluar dari mobil ini. Di depan sana, aku sudah melihat banyak kerumunan orang yang memenuhi tempat syuting. Aku yakin itu adalah para fansnya Krisna. Nama Krisna belum lama naik daun, jadi ketenarannya masih menjadi peringkat teratas. Apalagi wajah Krisna sangat tampan, dan ditambah lagi tubuhnya yang sangat keren, dengan otot-otot yang sering dia perlihatkan di media. Wajar, jika para fansnya masih sangat tergila-gila kepadanya, walau hanya untuk sekedar melihatnya. Setidaknya, itu yang aku dengar dari internet yang terakhir kali aku lihat. Tiba-tiba, aku juga merasa seperti fansnya. Tanpa aku sadari, dua hari terakhir ini aku suka diam diam melihat artikel tentang dia. Tentu saja, histori pencarianku langsung aku hapus dari handponeku. Aku tidak mau Krisna menyadari, jika aku mencari tahu tentang dia. Walaupun aku yakin, Krisna bukanlah tipe orang yang suka membuka handpone pasangannya. “Ayo…” ajak Krisna dengan mengulurkan tangannya. Aku pun meraihnya. Kami berdua berjalan mendekati para kru film. Itu artinya kami harus melalui kerumunan orang yang sedang ramai menonton. Walaupun, di sana terdapat beberapa security, aku masih ragu untuk masuk ke dalam kerumunan itu. “Aaaaa… itu dia Krisna.” Salah satu fansnya Krisna sadar bahwa dia sudah tiba di sini. Dalam sekejap, keremunan yang mayoritas perempuan itu, langsung berlari ke arah kami. Aku berusaha melepaskan genggaman tangan Krisna. Aku tidak mau jadi manusia empal dan hancur berkeping-keping. Namun, tangan Krisna mengenggamku dengan sangat erat, hingga aku kesulitan melepasnya. “Krisna… Krisna… minta tanda tangannya…” “Minta fotonya…” “Krisna…” Para fansnya teriak histeris, saat berada di samping Krisna. Namun, Krisna tidak menanggapi mereka. Krisna hanya tersenyum dan meminta maaf. Tangan Krisna semakin erat menggenggam tanganku, seolah dia sangat takut kehilangannya. Namun, aku sebaliknya. Bagaimana caranya aku bisa segera melepas tangan ini dan menghilang dari sini. Sampai datang security yang membantu kami keluar dari kerumunan. Setelah kami masuk ke dalam zona aman. Krisna langsung merapihkan rambutnya yang sedikit kusut, karena ulah para fansnya. “Kamu enggak papa, Yang?” Krisna terlihat khawatir dengan kondisiku. Dia tahu, jika badanku masih dalam keadaan kurang sehat. “Mmmm…” Aku hanya mengangguk. Tangan laki-laki ini masih sibuk merapihkan penampilanku. “Krisna…” seseorang memanggil Krisna, sepertinya dia sutradara film yang sedang diperankan oleh Krisna.  “Ya…” Barulah tangannya mulai berhenti setelah mendengar panggilan orang itu. “Kamu tunggu di sini ya.” Dia menyuruhku untuk duduk di kursi yang disediakan untuknya. Kemudian, dia langsung bergegas pergi ke tempat orang yang memanggilnya. Aku hanya bisa melihat Krisna dari kejauhan. Aku lihat, dia sibuk mengobrol dan kemudian masuk ke dalam sebuah mini bus. Dan aku tidak bisa melihat lagi sosoknya. Aku alihkan pandanganku ke sekumpulan orang yang masih setia menonton dari luar garis batas. Entah ini perasaanku saja atau bukan. Aku merasa dari tadi ada tatapan dingin yang terus mengawasi diriku. Aku mencari orang yang menatapku seperti itu, tetapi tidak kunjung aku temui. Apakah dari salah satu fans Krisna yang menatapku atau berasal dari tempat lain. Aku tidak tahu.  “Aaaaaa…” tiba-tiba para perempuan yang sedang menonton teriak histeris. Ternyata Krisna yang baru saja di dandani, keluar dari dalam mobil. Aku pun juga terkejut melihat perubahan Krisna. Tanpa didandani saja, Krisna sudah tampan. Apalagi sekarang, aku tidak bisa berkedip sedikit pun melihatnya. Krisna yang sadar aku sedang memperhatikannya, melemparkan senyuman seksinya, membuat aku jadi salah tingkah dibuatnya. Sedangkan, para fansnya tidak juga berhenti meneriaki nama Krisna. Apalagi setelah Krisna tersenyum padaku, suara mereka tambah kencang. Aku heran, pita suara mereka tidak pada sakit apa. Seumur-umur, aku belum pernah menjadi fans seorang artis sampai seperti mereka. Harus berpanas-panasan dan berteriak tidak henti-hentinya. Hobiku dari dulu hanya membaca buku dan menggambar, kalau pun ada orang yang aku kagumi, dia adalah orang yang berhasil membuat sebuah buku yang sangat terkenal dan bukunya sangat tebal, tetapi sangat menarik. Apalagi bukunya juga berhasil difilmkan dan banyak orang yang suka dengan ceritanya.  “Kalau hanya menjadi fans orang yang ganteng dan gagah seperti Krisna, mungkin aku akan pikir-pikir lagi,” gumamku sambil melihat Krisna yang sedang siap-siap melakukan adegan dalam film-nya. “Pasti ada keistimewaan lain dari Krisna.” Aku terus memperhatikan Krisna, mencari tahu apa yang membuat para fansnya tergila-gila padanya. Namun, tidak dipungkiri olehku. Hatiku juga sebenarnya merasakan getaran yang aneh setiap melihat Krisna. Apalagi, senyumannya yang menawan membuat aku sedikit mengerti perasaan para fansnya. “Tapi mendingan Krisna yang di rumah dari pada yang didandani.” Aku terus meneliti Krisna, ingin mencari tahu segalanya tentang Krisna. “Huss… kenapa aku terus-terusan memperhatikan Krisna. Ini tidak benar, aku tidak boleh jatuh cinta pada Krisna,” kataku sambil memutar mutar kepalaku dengan cepat dan juga memejamkan mataku, agar bayangan Krisna bisa keluar dari otak ini. “Ya… kamu tidak boleh jatuh cinta dengannya.” Tiba-tiba ada suara aneh yang terdengar entah dari mana asalnya. Aku terus mencari asal suara barusan. Namun, di sekitarku tidak ada satu pun orang. Aku pun bangun dari tempat dudukku, mencari orang yang berada di sekitarku. Tetapi tidak ada satu pun orang di sini. Jarak aku dengan orang-orang yang sibuk dengan syuting ada sekitar dua sampai tiga meter. Begitu pula jarak aku ke kerumunan orang yang sedang menonton. Di sekitarku tidak ada siapapun. Lalu, dari mana asal suara itu. ***  Hari sudah semakin siang. Namun, belum ada tanda-tanda Krisna akan segera selesai. Matahari juga sudah terasa sangat panas. Walau aku duduk di bawah payung, panasnya tetap terasa. Aku mulai lelah menunggu Krisna di sini. Perutku juga sudah mulai berontak, minta ingin segera diisi. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, para fans Krisna juga sepertinya mereka sedang mencari makan siang. Walaupun, aku masih melihat beberapa orang yang masih setia menunggu Krisna sampai selesai. Tiba-tiba, aku melihat seseorang yang sangat aku kenal keluar dari kerumunan orang yang sedang menonton syuting.  “Kak Zoy, iya itu Kak Zoy.” Aku terus menegaskan wajah perempuan itu. Dan aku sangat yakin itu Kak Riska Zoylia, istri Kak Zulian. Akhirnya, aku menemukan seseorang yang aku kenal. Aku langsung berlari mengejar sosok perempuan itu. Jarak dia sudah sangat jauh di depan sana. Aku berusaha menerobos para penonton yang masih fokus pada artis yang mereka kagumi. Bahkan, mereka tidak sadar aku lewat di depan mereka. Atau, mereka memang tidak mengenal siapa aku. Padahal, aku adalah istri Krisna. Atau, memang Krisna tidak terlalu mengekspos hubungannya di media. Bayangan Kak Zoy hampir menghilang. Aku terus berlari dengan kekuatan penuh. Aku berusaha mengikuti dia, walau tadi sempat menghilang saat di ujung gedung. Namun, aku menemukannya lagi dan dia sedang menunggu lampu hijau untuk penjalan kaki menyeberang jalan. Aku berusaha menerobos para penjalan kaki yang sangat banyak dan mereka juga berlawanan arah denganku. Ini membuat gerakku makin sulit.  “Kak Zoy,” teriakku memanggil perempuan itu. Namun, dia tidak juga mendengar.  “Kak Zoy” Aku berusaha memanggil perempuan yang sudah mulai menyeberang jalan.  Sedangkan aku masih tertahan dengan orang yang berbondong-bondong berjalan berlawanan arah denganku. Entah, dari mana datangnya orang sebanyak ini. Aku berusaha mencari celah untuk bisa berjalan. Tetapi, tetap tidak ada orang yang berjalan searah denganku. Aku merasa seperti ada yang sengaja menjegatku supaya aku tidak bisa bertemu dengan Kak Zoy. Setelah aku sampai dan hendak menyeberang jalan, tiba-tiba lampu berubah menjadi merah. Dan Kak Zoy yang masih bisa aku lihat, masih melanjutkan perjalanannya. Mataku tidak berpaling sedikit pun dari bayangan Kak Zoy. Perempuan berambut panjang dengan bandana merah dan baju dress merah, dengan sepatu berwarna hitam. Aku melihat detail Kak Zoy dari belakang, agar aku dapat mengenalinya walau hanya dari belakang.  Akhirnya lampu berubah menjadi hijau dan aku langsung berlari mendahului penjalan kaki lainnya. Mobil yang belum semuanya berhenti, juga sempat marah melihat aku langsung berlari ke tengah jalan. Namun, aku tidak mau kehilangan satu-satunya orang yang aku kenal. Dan aku harap, dia bisa menjelaskan semua yang sedang terjadi pada diriku. Aku terus mencari perempuan dengan ciri-ciri seperti Kak Zoy tadi. Aku perhatikan satu persatu orang yang sedang berjalan di kota Jakarta ini. Bahkan, sebenarnya ini adalah tempat yang sangat dekat dengan kantorku. Namun, karena aku jarang berada di luar kantor, jadi aku tidak terlalu memperhatian toko-toko yang berada di samping kantor. Kalau pun di luar kantor, aku hanya fokus pada jalanan dari rumah ke kantor atau sebaliknya. Karena aku sangat sering bepergian ke tempat relasi-relasi bos dan Bos pun jarang menyuruh aku untuk membelikan dia makan yang berada di sekitar kantor.  “Itu dia Kak Zoy…” Aku mempercepat langkahku saat menemukan perempuan yang ciri-cirinya sama seperti Kak Zoylia tadi.  Namun, ternyata dia bukan Kak Zoy. Penampilannya saja yang sama dengan Kak Zoy. Sampai, aku menemukan Kak Zoy yang asli berada di seberang jalan sedang mengobrol dengan seseorang. Untungnya jalan ini, bukan jalan yang banyak dilalui kendaraan. Aku menunggu beberapa kendaraan yang masih lewat sedikit berkurang, agar aku bisa segera pergi ke tempat Kak Zoylia. “Amerlin…” tiba-tiba seseorang memanggilku dari arah belakang. Aku sangat yakin, orang itu menyebutkan namaku tadi. Aku mencari ke segala arah, namun orang-orang tidak ada yang berhenti, mereka terus berjalan sesuai dengan arah yang mereka tuju masing-masing. “Siapa?? Siapa yang memanggilku.” Aku berteriak seorang diri. Orang-orang yang sedang berjalan seketika langsung terdiam melihat diriku. Mereka menganggap aku aneh, karena berteriak sendiri. Sampai, aku melihat sosok perempuan yang tersenyum padaku.  “Siapa dia?” Aku seperti mengenalnya, namun di mana.                                                                                                                                                                                                                                 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD