Ini di mana?

1949 Words
Setelah membuat kesepakatan dengan Krisna tadi pagi, perasaanku sedikit lega. Aku tidak menyangka Krisna akan bicara seperti itu. “Tenang saja sayang, aku tidak akan memaksamu untuk melakukan hubungan suami istri, jika kamu belum siap.” Terngiang kembali ucapan Krisna tadi pagi. Perkataan Krisna itu membuat hati menjadi sedikit tenang, jadi aku tidak harus sport jantung setiap Krisna datang dan mendekat hanya untuk bermanja-manja. Setiap Krisna berjalan ke dekatku, pasti membuat aku sedikit was-was. Perasaan khawatir dengan apa yang akan dilakukan oleh Krisna. Bisa saja, dia tiba-tiba mencium pipiku dan banyak hal lain yang bisa saja Krisna lakukan, layaknya seorang pengantin baru. Siang ini, aku meminta Krisna untuk mengantar aku pergi ke rumah orang tuaku. Dan Krisna bersedia, karena hari ini dia masih mendapatkan jadwal libur syuting. Dia diberi waktu hanya tiga hari cuti menikah, karena film yang sedang dia mainkan lagi kejar tayang. Tiga hari sangatlah singkat untuk pasangan suami istri yang baru saja menikah. Itu juga yang membuat Krisna sangat lengket seperti tidak mau sedetik pun jauh dariku, tapi itu sangat membuatku risih. Bagi Krisna, libur tiga hari pastilah sebuah siksaan, menghabiskan bulan madu dalam waktu singkat. Namun bagiku, sebuah keberuntungan. Setelah tiga hari Krisna tidak akan ada di sisiku, aku merasa sedikit bisa bernapas. “Sayang… Kamu sudah rapih belum?” tanya Krisna yang tiba-tiba saja muncul dan memelukku dari belakang. Baru saja aku berpikiran, aku tidak akan sport jantung dengan ulah Krisna, tapi kenyataannya. “Mmmm… Bisa tidak kamu jangan seperti ini.” Aku sedikit menahan emosi dan berusaha melepas tangan Krisna yang melingkar di pinggangku. Biasanya kalau aku bertemu orang yang tiba-tiba melingkarkan tangannya seperti ini, pasti aku akan melayangkan sebuah tamparan yang sangat keras di wajahnya. Sayang saja, status Krisna saat ini adalah suamiku. Aku mau menanyakan kebenarannya dari orangtuaku. Kenapa mereka tega kepada anak perempuannya satu-satunya. “Kenapa??” Tangan Krisna kembali memelukku lebih erat dan memutar badanku sehingga menghadap ke arahnya. “Dulu kan kita sering kalau cuma pelukan seperti ini,” lanjutnya sambil menempelkan keningnya ke keningku. Jantungku berdetak semakin tidak karuan. Dan rasa panas mulai menjalar di wajahku. “Mmmmm… katanya kamu mau menunggu aku siap?” Aku coba mengingatkan kembali janjinya sambil menundukkan kepalaku, karena malu dengan ulahnya. “Cuma peluk sama cium aja boleh kali.” Krisna mencoba merayu diriku. “Mmmm… Jangan dulu, aku belum siap,” kataku mencoba mendorong tubuh Krisna, namun tetap tidak bergeser dari tempatnya. “Jangan lama lama ya??? Aku kan mmmm…. “ Krisna menunjukan wajah memelasnya, persis seperti anak TK yang sedang merayu ibunya minta dibelikan es krim. Walaupun, bibir seksinya dibuat manyun seperti itu, dia masih terlihat sangat tampan. Wajahnya sebelas dua belas seperti oppa oppa di film korea. Melihat tingkah lucu Krisna seperti itu, membuat aku tersenyum menahan tawa. Badan dengan otot yang terbentuk sangat sempurna, tetapi merajuk seperti anak kecil. Padahal kalau dia mau, dia bisa saja mengangkat ku dan menjatuhkan diriku ke atas tempat tidur lalu memaksaku untuk melayani suaminya. Tetapi tidak Krisna lakukan, karena dia ingin aku melakukannya bukan karena paksaan. Dia beranggapan, kondisi aku saat ini karena aku tertekan menikah dengan dia. Krisna beranggapan, karena dia mempunyai penggemar wanita yang sangat banyak, sehingga aku tidak percaya dengan ketulusan cintanya. Setidaknya, itu yang aku tangkap dari pernyataan Krisna. “Ya udah, ayo kita jalan sekarang, nanti keburu sore,” ajakku, karena aku sudah tidak sabaran untuk segera bertemu kedua orangtuaku. *** Sejak mobil ini bergerak meninggalkan rumah, tangan Krisna tidak pernah lepas dari tanganku. Tangannya sangat besar dan hangat, membuat aku merasakan getaran yang aneh. Dan membuat jantungku berdetak tidak teratur. Maklumlah, ini pertama kalinya laki-laki memperlakukanku seperti ini. Pacaran saja aku belum pernah, apalagi sekarang harus berhubungan dengan laki-laki yang berstatus suami. Krisna yang menyadari aku dari tadi memperhatikannya, memberikan senyuman yang sangat manis. Seketika saja muka terasa sangat panas. Laki-laki tampan yang biasanya hanya bisa dilihat di layar kaca, sekarang tersenyum manis di depanku. “Ada apa?” tanya Krisna lembut. “Enggak… enggak papa,” Aku mengalihkan pandanganku, aku tidak mau Krisna sadar aku mulai terpesona kepadanya. “Di mukaku enggak ada yang aneh kan?” tanya dia penasaran karena aku dari tadi terus menatapnya. Aku hanya merapatkan mulutku menahan malu karena kepergok sedang memperhatikan ketampanannya. Aku merasa tubuh Krisna tiba-tiba seperti bergerak pelan mendekatiku. Dengan segera, aku melepas tangan Krisna dan pura-pura membuka tablet. Aku takut, Krisna akan membuat yang lebih dari sekedar mencium dan memeluk. Aku belum siap. “Ada berita apa ya hari ini.” Aku pura pura mengalihkan perhatian Krisna. Setelah aku melihat-lihat berita di internet, tiba-tiba mataku langsung terpanah dengan berita yang kemarin Krisna sempat perlihatkan padaku. “PERNIKAHAN AKTOR LAGA, KRISNA ….” Tanpa sadar aku pun memilih berita itu, dan aku membaca artikel yang terkait dengan berita tersebut. Dan aku menemukan nama Krisna Akbar menikah dengan Tina Sulistiany. Sedangkan foto yang berada di atas laman artikel itu adalah foto aku dan Krisna. Namun, nama mempelai wanitanya yang tertulis di sini Tina bukan Amerlin. Berarti yang dinikahi oleh Krisna adalah Tina bukan Amerlin. Itu artinya aku dan Tina ketuker, lalu di mana sekarang Tina. Apakah Tina yang menjadi dalang semua ini. Krisna sempat menjelaskan, bahwa sebenarnya Tina tidak mau menikah dengan Krisna. Kemudian, dia merencanakan menukar dirinya denganku. Itu baru dugaanku. “Kamu cantik ya?” Krisna tiba-tiba sudah ikut melihat berita yang sedang aku baca. Dengan segera, aku matikan tablet yang sedang aku pegang. “Mmmm… Apakah Tina begitu mirip dengan aku?” tanyaku penasaran. “Ya jelas saja dong, Kamu kan Tina… Pasti dong mirip,” Krisna menjawab begitu yakin. “Mmmmm… jika aku bukan Tina apakah kamu percaya?” tanyaku lagi. “Tentu saja tidak,” jawabnya tegas dan menggeser tempat duduknya mendekat ke arahku. “Tai lalat di belakang kuping,” Krisna menyibak rambutku yang menutupi kuping. “Sidik jari sama,” Dia mengambil jariku dan menempelkan telunjukku di handphone yang dari kemarin aku gunakan. “Bekas luka di betis bagian atas,” katanya lagi sambil mengangkat sedikit rokku ke atas. “Aaaaa… “ Aku berteriak di dalam hati dengan pergerakan tangan Krisna yang nakal. Aku tidak tahu, kemana lagi tangannya akan beraksi. “Dan…. “ Aku berusaha menghentikan Krisna, yang terus menunjukkan jika aku adalah Tina. “Cukup cukup…. Oke oke.” Aku takut jika Krisna dibiarkan, nanti dia akan membuka bagian yang mana lagi. Aku lalu melihat bekas luka yang ada di kakiku, kapan aku mendapatkan bekas luka ini. Seingat ku, aku tidak pernah punya bekas luka ini. “Itu kata mama karena kamu jatuh dari sepeda saat masih kecil,” jelas Krisna seolah-olah dapat membaca pikiranku. Aku lalu melihat ke arahnya dengan tatapan kaget. Lalu sesegera mungkin aku memalingkan wajahku dan melihat ke luar jendela, karena aku tidak sanggup lama-lama melihat senyumnya. Sambil terus memperhatikan jalanan, aku juga terus berpikir tentang luka yang ada di kakiku. Jatuh dari sepeda, bagaimana mungkin. Seingat ku, dari dulu aku belum pernah naik sepeda. Satu-satunya kendaraan yang pernah aku bawa cuma mobil. Mama juga belum pernah membelikan aku sepeda, karena mama tahu aku kurang dalam hal keseimbangan. Bagaimana mungkin aku jatuh dari sepeda, padahal aku belum pernah naik sepeda sebelumnya. Tiba tiba aku mulai merasa bahwa jalanan yang sedang kita lalui sudah terasa familiar di mataku. “Kita ada di mana sekarang?” tanyaku. “Jakarta” jawab Krisna singkat sambil sibuk membalas chatting di handphone-nya. “Iya tahu, Jakarta mana?” “Jakarta Pusat” “Berarti bentar lagi kita bakalan lewat Monas ya?” tanyaku lagi. “Monas?? Apa itu Monas???” Krisna terlihat bingung. “Monumen Nasional, ya masak kamu enggak tahu Monas,” ejekku. “Artis yang terkenal seperti kamu masak iya enggak tahu Monas,” lanjutku. “Emang enggak pernah denger Monas, aku baru dengar dari kamu.” Krisna tidak terima ejekanku. “Serius apa??? Itu kan udah lama ada." Aku heran saja, sesibuk apapun dia, pasti tahu tentang Monas. Bahkan, orang di pelosok saja tahu. “Masak tiap hari lewat enggak pernah lihat, sih?” tanyaku. “Emang letaknya di mana?” Krisna seperti penasaran dengan tempat yang aku tanyakan. “Mmmmm… harusnya di sini.” Aku menunjuk ke tempat yang biasanya terdapat monas di sana. Aku ingat benar, harusnya dari arah sebelah sini Monas itu terlihat sangat jelas. Namun, bangunan yang biasanya ada di sana, sekarang tidak ada. “Aneh, apa aku salah tempat?” Aku merasa heran dengan apa yang aku lihat. Lalu aku buka handphone-ku, dan aku mencoba mencari di internet dengan memasukan kata Monas. Tetapi tidak ada hasil dari pencarian ku. Ini pasti tidak mungkin, itu kan salah satu bangunan bersejarah. Pasti ada yang salah. Tetapi berkali-kali aku mencoba mencari tetap saja tidak ditemukan. Mengapa informasi seperti itu bisa tidak ada di internet. Mengapa tempat bersejarah bisa tidak ada? Di mana ini? Siapa aku? Apakah benar namaku Tina? Aku juga sempat mencari beberapa tempat yang aku ketahui. Tempat yang bukan hanya ada di Jakarta. Aku juga mencari Bandung, tetapi ternyata letak Bandung tidak berada pada posisi seharusnya. Lebih tepatnya, Bandung terletak dekat dengan selat sunda. Ada apa ini, mengapa internet juga ikut-ikutan memberikan informasi yang tidak sesuai. Siapa orang yang iseng-iseng merubah sejarah seperti ini. Dan pasti bukan kerjaan orang iseng. Pasti orang itu sangat rajin dan pintar, dia dapat merubah semua isi internet. Aku juga membuka peta dunia. Bentuk pulau Indonesia masih sama seperti yang aku kenal sebelumnya. Namun, mengapa beberapa letak daerah tidak sesuai dengan tempatnya. Aku merasa sangat bingung dengan situasi yang sedang aku alami saat ini. "Aku tidak berada di tubuh orang lain kan." hatiku terus bertanya-tanya. Ini wajahku, ini badanku. Namun, orang memanggilku dengan nama Tina. Lingkungan tempat aku tinggal sekarang masih Jakarta. Tetapi, Monas tidak ada di sini. Dan ada juga tempat yang pindah. Jika ini benar ulah iseng orangtuaku. Rajin sekali mama sampai meminta orang merombak isi internet. Namun, yang sangat pasti dan aku lihat dengan mata kepalaku sendiri adalah, Monas tidak berada di tempatnya. Atau aku salah lihat. Atau aku terlewat saat sedang memperhatikan letak Monas. Namun, Krisna sendiri juga tidak mengenal Monas. Bahkan katanya dia baru mendengar Monas dari diriku. “Sayang, kamu lagi mikirin apa?” Krisna membangunkan ku dari kebingungan. “Eee… enggak ada apa-apa.” Aku mencoba menutupi perasaan resah ku. Tiba-tiba Krisna menarik diriku ke dalam pelukannya. Hangat dan wangi maskulin tercium dari tubuhnya. Otot bidang dadanya tidak sengaja aku sentuh. Perasaan aneh, tiba-tiba muncul dari dalam diriku. Entah kenapa, tanganku juga tidak mau pergi dari dadanya yang bidang. Walaupun, badannya tertutupi dengan kemeja hitam yang sedikit ketat, namun aku bisa merasakan dengan jelas otot-otot dadanya. Krisna yang merasakan gerakan tanganku di dadanya, membuat dia mendekatkan wajahnya ke arahku. Jarak kami sudah sangat dekat saat ini. Hatiku pun sebenarnya tidak ingin menolak sebuah ciuman hangat yang akan diberikan Krisna padaku. Namun, aku harus bisa menahan diri. Aku tidak mau dianggap gampang oleh Krisna. Jika keadaan ini adalah sebuah rekayasa, maka aku akan masuk dalam permainan ini jika aku menerima Krisna dengan sangat mudah. Intinya sekarang, jawabannya ada di mulut kedua orangtuaku. Sekarang, aku masih dalam perjalanan menuju rumahnya. Semoga aku bisa mendapatkan jawaban dari mereka. Siapa lagi yang bisa aku hubungi selain kedua orangtuaku. Sedangkan, nomor handphone semua orang mendadak menghilang dari handphone-ku. Inilah salah satu kelemahan, jika terlalu bergantung pada handphone. Percaya jika semua nomor handphone tersimpan aman di dalamnya. Jika telepon hilang masih bisa diback-up. Namun, jika sudah berusaha diback-up ternyata tidak bisa. Dan semua data yang kita punya, tidak bisa kita akses. Apa yang harus kita lakukan. Itulah kondisi yang sedang terjadi padaku. Kebingungan tanpa tahu apa yang harus diperbuat. Semua situasi yang aku alami sangat aneh. Ini di mana?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD