Library Date - Samuel

1021 Words
Hari ini akan menjadi hari kedua aksi kelompok kami untuk menyelidiki kasus kutukan di SMA Angkasa. Setelah beberapa poin yang mulai mengarah kepada pelaku pembunuhan, akhirnya kami mulai mendapatkan jejak-jejak si pembunuh. Walaupun memang masih tidak masuk akal, setidaknya kami memiliki petunjuk. Seandainya aku benar-benar bertemu dengan si pembunuh, aku akan menghajarnya sampai tidak berdaya. Berani-beraninya dia membuat Jessie-ku menangis karena kehilangan teman dan ketakutan akan pembunuhan lainnya. Semalam, kami telah sepakat untuk membuat satu kelompok kecil dengan misi membongkar masalah kutukan di sekolah kami. Ternyata bukan hanya aku yang tidak percaya dengan kutukan itu benar. Semuanya tidak percaya dengan hal itu. Syukurlah, aku tidak perlu repot meyakinkan mereka kalau begitu. Semalam kami semua mendapat satu kemungkinan yang lain, bahwa pelaku pembunuhan ini ialah perempuan. Seperti kata Jesika, tidak mungkin kuncir rambut biru yang Marko temui kemarin milik laki-laki. Yah, meskipun dugaan aku salah kalau itu milik Berly. Sebentar, kalau pembunuhnya memang perempuan, sepertinya aku harus mengurungkan niat untuk memukul sampai tidak berdaya. Tidak mungkin seorang Samuel tega memukul perempuan! Bukan laki-laki kalau beraninya dengan perempuan. Akhirnya kami sampai di sebuah keputusan untuk menggali informasi pada orang-orang yang terlibat dalam kutukan waktu itu. Bukannya kami mencurigai mereka yang mengutuk, tetapi siapa lagi orang yang bisa dijadikan tersangka selain pengutuk itu sendiri? Kami tidak mungkin menuduh orang lain sementara ada orang yang bisa kami curigai. Hari ini, Marko dan Willy yang akan beraksi untuk mengorek informasi pada Loli, temannya Siska yang kelihatannya sangat baik dan tidak pernah sombong. Mereka berdua sudah berencana untuk melalukan kencan dengan Loli. Entah apa yang mereka rencanakan, sudah pasti akan berjalan lancar. Aku juga yakin kalau semua ini adalah ideMarko. Willy tidak mungkin mau membuat ide untuk main di kedai kopi sambil mengorek informasi. Dia pasti lebih memilih menghipnotis orang itu dan mencari akal pikiran yang tersembunyi seandainya dia bisa menghiponotis orang. Sudah lah, aku tidak perlu repot memikirkan mereka berdua. Aku yakin, kolaborasi yang keren dari seorang kutu buku yang pintar dengan cowok cerdik yang memiliki banyak cara tidak terduga akan membuahkan hasil. Kalau saja mereka gagal, aku sudah siap untuk menghantam wajah Marko dengan bogemku. Enak saja dia berkata kalau aku culun dalam membuat rencana. Padahal, aku yang selama ini banyak membuat rencana dan semuanya hampir berhasil. Justu dia yang tidak pernah mengeluarkan rencana untuk hal-hal lain selain makan atau main di tempat hits. Sekarang, aku sedang berada di sebuah ruangan yang berisikan lemari-lemari penuh dengan buku yang tersusun rapi. Suasananya sungguh sunyi, tidak ada suara selain suara lembar kertas yang dibalik. Sudah pasti itu sebab Mirna, cewek yang menjaga tempat ini dengan tampang super jutek dan siap membantai semua orang yang berisik. Wajahnya sangat sangar kalau sedang menjaga; mata melotot, tangan ditenggerkan di pinggang, kepala menoleh ke kanan-ke kiri, berdeham saat melihat orang lain berbisik. Pokoknya dia adalah cewek paling tidak seru kalau menurutku. Di depanku sudah ada Jesika yang sedang membaca buku bersampulkan planet-planet luar angkasa. Astaga, aku ingin sekali membaca itu, pasti isinya keren banget. Satu hal lagi yang bisa aku dapatkan, kami berdua memiliki kesamaan dalam menyukai suatu hal. Tentu saja aku suka dengan luar angkasa, banyak hal yang bisa aku pelajari dari sana. Kalau saja kami bisa pergi ke Bosscha di Bandung, aku yakin itu akan menjadi pengalaman paling berharga sekaligus paling membahagiakan kami berdua. Jesika sesekali melirik ke arahku lalu tersenyum. Sementara aku sedang menatapnya sambil memegang buku untuk berpura-pura dibaca. Dari tadi dia terus saja tersenym, aku jadi salah tingkah dengan perlakuannya. Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung sekali harus apa sekarang. “Sam!” Aku tersadar setelah Jesika berbisik kepadaku. Dia membuat buku seolah tembok yang melindungi wajahnya dari penglihatan mirna. Aku tersenyum lebar dan membalas panggilannya. “Kenapa?” bisikku. Jesika hampir saja tertawa kalau tidak dia tahan. Apa hal lucu yang membuat dia sangat ingin tertawa? Aku heran, kenapa cewek pendiam seperti Jesika justru senang tertawa ya? Jangan-jangan dia sosok cewek yang berpura-pura menjadi culun seperti di novel-novel remaja? Hei! Sadar Samuel Lazuardi yang terhormat! Aku mengkhayal lagi sekarang. Tidak mungkin Jesika bersikap seperti itu, pasti memang begini sikap Jesika, pendiam dan humoris. Justu harusnya aku senang karena ternyata Jesika tidak sependiam yang aku pikir. “Samuel, kamu kalau baca buku yang bener, dong! Masa buku terbalik dibaca, sih? Udah terlalu hebat baca buku yang normal, ya?” tanya Jesika yang langsung tertawa. Astaga, aku malu banget. Apa dia sadar kalau aku ke perpustakaan hanya untuk melihat dan berada di sekitarnya? Jangan sampai dia sadar, nanti dia jadi merasa ilfeel padaku. Bodohnya Samuel! Aku kenapa sampai memalukan seperti ini, ya? Jangan-jangan karena efek bertemu cewek manis. Langsung aku balik buku itu dan bersikap seolah-olah membacanya. Anehnya lagi, aku salah mengambil buku. Alhasil, aku tidak bisa membacanya. Dasar Samuel! Ini karena aku terlalu terburu-buru takut bangku di depan Jesika diduduki orang lain. Tidak peduli, deh! Yang penting sekarang aku duduk di depan Jesika. Dia tampak manis seperti biasa. Aku jadi ingat perkataanku semalam tentang Jesika dan marko. Aku jadi serba salah memikirkannya. Andai saja aku punya kantung ajaib Doraemon, aku akan mengambil mesin waktu lalu berkunjung ke masa lalu dan bisa membisikkan sesuatu yang sangat berharga kepada diriku yang lain. Menyesal sekali membuatnya murung, walaupun aku juga masih kurang paham kenapa dia murung. Kemarin Marko berhasil menemukan informasi tempat yang biasa Jesika datangi setiap istirahat. Ternyata dia selalu ke perpustakaan. Pantas saja aku tidak pernah melihatnya di kantin waktu istirahat. Aku harus berterima kasih kepada Marko, atas jaringan pertemanannya yang luas dia bisa membantu sobatnya yang kuper ini. Jesika memanggilku. Aku langsung tersenyum dan membuat buku sebagai tempat berlindung dari Mirna. Cewek manis itu tersenyum kepadaku. “Dibaca bukunya! Jangan diliatin doang. Apalagi cuma dibawa dan didiemin kayak gitu,” bisik Jesika, dia mencondongkan tubuh agar suaranya bisa terdengar olehku. Rasanya gemas melihat Jesika tersenyum manis sekarang, ingin sekali aku cubit pipinya. Sabar Samuel, semua ada waktunya. Sekarang aku harus berjuang mendapatkannya terlebih dahulu. “Nggak bisa dibaca, Jes,” sahutku dengan murung. Kemudian aku tersenyum, berusaha menampilkan senyuman terbaik tentunya. Sayang sekali kalau senyuman terbaikku tidak diberikan, pasti aku akan menyesal seumur hidup. Nanti di masa depan aku akan mengutuk diriku yang dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD