Nico mulai melangkah masuk ke dalam salah satu klub malam terbesar yang ada di kota Namos. Nico beranggapan bahwa mencari informasi mengenai oknum yang terlibat ke dalam suatu jaringan organisasi terlarang, tentunya harus berani terjun ke dalam sarang pergaulan mereka. Salah satunya gemerlap dunia malam. Karena tidak menutup kemungkinan, mereka mengadakan pertemuan atau transaksi di sana. Padahal sebelumnya, Nico tidak pernah pergi ke tempat seperti itu. Karena lingkungan pergaulan di tempat tinggal Nico, melarang Nico mengunjungi klub malam. Sehingga Nico disibukkan oleh kegiatan berlatih bela diri atau membaca buku. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan baru yang harus Nico jalani setelah menyetujui untuk menjalankan misi berbahaya demi negara dan demi mengungkap pelaku pembunuhan Profesor Nazer.
Dengan penuh rasa percaya diri, Nico berjalan memasuki klub itu. Ia berjalan memasuki lobi, terdapat bar juga di sana seperti Lounge. Ketika pertama memasuki lobi, Nico merasa disambut oleh suasana hangat. Terlihat pula beberapa pasangan sedang bercengkerama santai. Ia melihat suasana lobi itu masih aman terkendali. Sehingga Nico kembali berjalan untuk memasuki pintu selanjutnya yang ada di ujung koridor lobi. Langkahnya semakin dekat dengan pintu yang penuh penjagaan oleh beberapa Bodyguard dengan badan kekar dan tampang sangar. Dengan elegan Nico berjalan menuju ruangan di balik pintu itu.
Nico kembali diperiksa oleh oknum keamanan klub yang berjaga di sana. Setelah dirasa aman, Nico dipersilahkan memasuki ruangan di balik pintu yang tertutup itu. Matanya terbelalak sesaat setelah salah satu dari tim keamanan klub membukakan pintu untuk Nico.
Deru suara musik seakan membahana memenuhi setiap jengkal sudut ruangan. Lampu yang gemerlap berdegup sesuai dengan irama musik beat yang membangkitkan gairah. DJ yang sangat energik seakan mengajak semua tamu untuk ikut terlarut dalam party yang disuguhkan. Pelayan dengan pakaian minim dan menonjolkan lekuk tubuh molek itu, selalu mengulas senyum pada semua tamu yang datang. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang sengaja berdandan sangat sensual dengan memperlihatkan belahan d**a yang terkesan hangat. Banyak pula tamu yang bersorak, berdansa, melompat, seirama di atas lantai dansa. Bahkan tidak jarang dari mereka yang sedang memadu kasih di beberapa sudut ruangan.
Suasana yang gelap berhias gemerlap lampu disko, membuat Nico merasa sedikit pening. Terlebih lagi aroma nikotin yang menguar bercampur dengan aroma parfum serta alkohol membuat Nico mengernyitkan dahinya.
‘Astaga ... belum juga mencari informasi, tapi kepala ini rasanya sudah pening! Baiklah Nico, Kau harus tetap menjaga kewarasanmu! Walau banyak sekali godaan di dalam sini! Ingat! Fokus! Fokus!’ Nico berbicara dalam hatinya sembari berjalan menuju bar yang sudah di depan matanya.
Nico terperanjat dari lamunannya, ketika ia menabrak seorang pelayan wanita yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya.
Prakkk!
Minuman yang dibawa pelayan itu jatuh ke lantai.
“Oh, maaf, Nona! Aku tidak sengaja!” Nico berlaga seperti seseorang yang tengah mabuk. Padahal dia belum mabuk, jangankan mabuk, meminum alkohol saja tidak. Namun Nico berpura-pura untuk mendalami perannya sebagai Nick si bad boy.
“Oh tidak apa-apa, Tuan! Aku yang sedang terburu-buru! Oh akan aku bersihkan pakaianmu! Duduklah dahulu, Tuan!” Pelayan wanita itu tidak marah, justru ia mengajak Nico untuk duduk di salah satu kursi bar itu.
“Oh ... tapi tidak usah dibersihkan, Aku merasa baik-baik saja!” Nico menolaknya.
“Tuan! Silakan tunggu di sini! Aku akan segera kembali!” Wanita itu meminta Nico untuk tetap duduk di sana. Nico melihat pelayan wanita itu bersama salah satu pelayan pria membersihkan pecahan kaca dan alkohol yang tumpah.
Nico melongo, dia bingung apa yang harus dia lakukan ketika berhadapan dengan pelayan wanita itu.
“Astaga! Mimpi apa aku semalam? Menabrak wanita Sexy seperti dia! Membuat otakku terkontaminasi! Haasshh! Kalau bukan karena misi yang sudah aku sanggupi, aku tidak akan memasuki tempat seperti ini! Tapi ... kalau aku menjadi seorang agen mata-mata? Huft! Baiklah ... aku akan beradaptasi demi misi yang sedang aku jalani!” Nico menggerutu sendiri sembari meremas kepalanya dengan kedua tangannya.
“Tuan!”
“Eh?” Suara wanita itu mengejutkan Nico yang sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya.
“Aku akan membersihkan pakaianmu!” Pelayan wanita itu membawa tisu basah untuk membersihkan noda red wine yang tadi tidak sengaja mengenai kemeja putih Nico.
“Oh, tidak usah ... santai saja! Walau dengan noda seperti ini, pasti aku tetap tampan!” Nico memberikan senyum memikatnya.
“Oh ... baiklah!” Wanita itu sedikit gugup karena senyum dan tatapan Nico seakan memorak-porandakan hati sang pelayan wanita.
“Siapa namamu?” Nico berusaha santai dan memaksimalkan perannya menjadi seorang Nick si bad boy.
“Aku Jane, lalu siapa nama, Tuan?” Jane masih berdiri mematung karena terpukau dengan senyum memikat Nick.
“Panggil saja Aku Nick, hmmm ... apa kau bisa menemaniku untuk berbincang?” Nico akan memulai mengumpulkan informasi.
“Tentu saja, Tuan! Aku akan menemanimu malam ini,” bisik Jane di samping telinga Nico.
‘Astaga! Apa harus berbisik? Mendengar suaranya membuatku merinding.’ Nico berbicara dalam hatinya ketika didekati oleh Jane.
“Di mana tempat tinggal kamu, Jane?” Nico masih menatap Jane dengan sorot mata yang berbinar.
“Beberapa blok dari sini, tepatnya di distrik lima, jalan amber nomor tiga ... Ah ... kenapa aku harus jujur seperti ini?” Jane menggigit bibir bawahnya dan menunduk karena malu-malu kucing.
“Oh ... dua blok dari wilayah pantai?”
“Benar sekali, Nick! Lalu apa kau tinggal di sana? Tampaknya kau baru saja datang ke klub ini?” Jane memastikan kalau Nick adalah orang baik. Walau dia tahu, kalau banyak orang yang datang ke klub untuk bersenang-senang dan merahasiakan identitasnya. Jane juga biasa merahasiakan identitasnya, tetapi tidak kepada Nick alias Nico. Tampaknya senyum dan tatapan Nico yang memesona mampu melambungkan hati Jane. Sehingga tanpa Jane sadari, dirinya memberikan alamat tempat tinggalnya yang asli.
“Kau penasaran? Ha ha ha ... baiklah ... aku sudah lama tinggal di luar kota! Jadi aku ingin berlibur ke rumah Nenekku ... lalu aku mencari hiburan di sini.” Nico masih tersenyum. Ia masih tidak percaya sudah membuat seorang wanita mempercayainya dan mengatakan yang sejujurnya.
Perbincangan mereka semakin hangat ditemani dengan minuman bersoda yang Nico pesan. Alasannya Nico sudah banyak minum, sehingga dirinya hanya memesan minuman bersoda. Nico mulai mengorek informasi dari Jane mengenai kelompok Gangster yang berkuasa di kota Namos.
“Kalau kau ingin mengetahui siapa saja yang berkuasa, sebaiknya kita jangan berbincang di sini! Ikuti aku! Kita akan berdansa di sudut sebelah sana.” Jane menunjuk pada lantai dansa di lantai dua.
“Oke!” Nick dengan segera menggandeng tangan Jane dan berjalan menuju ke lantai dua, melewati tangga yang ada di sebelah tempat DJ beraksi.
Suara degup musik yang semakin energik membuat Nico bersemangat. Mereka melangkah ke lantai dua dan Jane mengajak Nico berdansa di dekat sudut ruangan. Menurut Jane, di sana lebih aman ketimbang berbincang di bar kalau mengenai Gangster yang sedang berkuasa.
“Dekap aku, Nick! Seolah kita sedang menikmati waktu berdua! Lalu kita saling berbisik!” Jane kembali membisikkan hal itu di samping telinga Nico.
Nico merasa sangat gugup, tetapi dia mengingat sedang memainkan peran sebagai Nick Si bad boy, sehingga dengan cepat, Nico meraih pinggang Jane yang terbuka. Karena Jane mengenakan rok pendek, dengan kemeja putih yang ketat di tubuhnya. Dengan tiga kancing baju yang terbuka, lalu ujung bajunya ia ikat di atas pusar. Sehingga saat Nico meraih pinggang Jane, tangannya langsung menyentuh kulit Jane yang halus.
‘Sial! Kenapa jadi berdebar seperti ini? Astaga! Sepolos ini kah seorang Nicolaas Hans?' ujarnya dalam hati menahan debaran hebat dalam jantungnya.
Jane menyadari kalau Nico sedikit gugup. Namun itu satu-satunya cara paling aman ketika membicarakan Gangster di dalam klub malam itu. Nico masih berdebar ketika mereka dalam posisi sedekat itu.
“Kau? Berdebar, Nick?” Jane bisa mendengar debaran jantung Nico yang tidak beraturan.
“Aku pria normal, Jane! Akan sangat sulit mengendalikan perasaan di dekat seorang wanita cantik sepertimu!” Nico berusaha menggombal menyesuaikan perannya.
“Kau ini! Bisa saja membuatku semakin terhanyut, Nick!” Jane kembali menggigit bibir bawahnya sembari menatap Nico dengan manis.
“Lalu ... cerita tentang Gangster itu? Benar adanya? Atau itu hanya alasanmu saja, Jane? Agar bisa dekat denganku?” Nico mulai berdansa seirama dengan musik.
“Itu ... memang benar adanya, Nick!” Jane kembali berbisik.
“Oh, ya? Apa salah satu dari mereka, ada di sini? Di dalam klub ini?” Nico semakin penasaran.
“Aku tidak mengetahui apa nama organisasi mereka, tapi yang jelas, mereka sering bertransaksi di sini, Nick! Aku tidak mengetahui apa yang mereka perjual belikan, yang pasti aku pernah melihat mereka bertransaksi!” ujar Jane pada Nico.
“Apa salah satu dari mereka ada di sini?” Nico mulai serius menanggapi dan mengulangi lagi pertanyaannya untuk memastikan.
“Iya,” bisik Jane kepada Nico.
“Terima kasih, Jane! Dengan begitu aku bisa lebih berhati-hati di sini. Nico membelai lembut rambut Jane dan menyelipkannya di belakang telinga Jane. Sikap Nico yang hangat, membuat Jane lupa waktu, kalau dia sedang bekerja malam itu.
“Emmm ... Nick! Maaf aku lupa! Aku harus bekerja!” Jane memalingkan wajahnya yang memerah karena malu.
“Astaga ... maaf kalau aku mengganggu waktumu!” Nico melepas pelukannya terhadap Jane.
“Aku kembali bekerja, Nick!” Jane tersenyum malu dan melangkah meninggalkan Nico.
“Jane!” dengan cepat Nico meraih tangannya. Lalu Jane menoleh kepada Nico.
“Terima kasih, sudah menemaniku!” Nico kembali mengulas senyum, sesaat sebelum Jane meninggalkannya setelah mengangguk.
Setelah mendapatkan sedikit informasi, Nico mulai mengatur strategi berikutnya. Ia bersemangat, berjalan menuju basemen. Ia mengambil kunci mobil dan melangkah dengan begitu percaya diri. Malam ini Nico kembali berkeliling kota Namos. Ia melajukan mobilnya secara perlahan.
Situasi malam di kota Namos termasuk sepi, tidak seramai di kota Nerve. Angin yang berdesir menerbangkan dedaunan yang berada di tepian jalan. Sejauh Nico mengamati dan berkeliling kota, dari distrik yang satu ke distrik yang lain, belum juga menemukan orang dengan ciri-ciri seperti Hansen.
Akhirnya, Nico memutuskan untuk kembali, karena hari sudah menunjukkan pukul dua malam. Hari pertama dalam misi yang pertama, Nico belum mendapatkan informasi yang menjurus pada Hansen. Namun, setidaknya malam ini Nico mengetahui kalau di kota Namos pun ada Gangster yang menguasai kota.
***
Pagi yang dingin, mulai menghangat saat matahari mulai menyingsing. Suasana pantai yang indah saat pagi membuat Nico bersemangat menjalani hari. Setelah semalaman ia berpikir keras mengenai strategi berikutnya yang akan ia jalankan hari ini.
Nico bersiap untuk lari pagi dengan berkeliling kota. Sekaligus melihat keadaan sekitarnya untuk mencari keberadaan Hansen. Nico sudah rapi mengenakan pakaian oleh raga lengkap dengan sepatu oleh raga yang kemarin ia beli di salah satu pusat per belanjaan di kota Namos, menggunakan kartu kredit pemberian Thomas.
Nico langsung melangkah pergi meninggalkan rumah sewaannya setelah memastikan semua pintu dan jendela terkunci. Ketika ia baru saja keluar dari pintu gerbang. Lalu bertemu dengan salah satu tetangga yang rumahnya berjarak sekitar dua puluh meter dari rumah sewaan Nico.
Mereka saling menyapa. Lalu Nico menanyakan perihal pekerjaan pria paruh baya itu.
“Selamat pagi, Pak!” sapa Nico ramah.
“Selamat pagi, Nak! Anda?” pria paruh baya yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumahnya merasa asing dengan Nico.
“Oh, hampir lupa ... perkenalkan, saya Nick, penghuni baru di sini yang menyewa rumah milik Nyonya Clara.” Nico tersenyum.
“Oh, senang berjumpa denganmu, Nick! Namaku Niel, apa kau akan berolah raga?” Niel tersenyum kembali.
“Betul sekali, lalu Anda akan berangkat bekerja?” Nico penasaran.
“Ya! Aku adalah seorang petugas kebersihan yang setiap hari keliling kota untuk membersihkan kota ini dari sampah-sampah yang mengganggu yang tidak sedap dipandang.” Niel cukup terbuka dengan pekerjaannya.
Seketika terbersit dalam pikiran Nico, kalau dirinya ingin melamar dan menyamar menjadi petugas kebersihan.
“Oh, Pak ... apa di tempat bapak bekerja, masih menerima lowongan pekerjaan?” Nico langsung menanyakan hal itu tanpa basa-basi.
“Hah? Ap—apa? Kau ingin bekerja menjadi petugas kebersihan?” Niel heran mengapa pemuda tampan itu ingin bekerja menjadi petugas kebersihan seperti dirinya.
“Iya, Pak! Aku ingin melamar pekerjaan jika memang dibutuhkan! Pekerjaan menjadi petugas kebersihan adalah pekerjaan yang mulia, aku juga sedang membutuhkan banyak biaya, sehingga kalau tempat Anda bekerja sedang menerima lowongan pekerja paruh waktu, aku bersedia.” Nico tersenyum hangat.
“Baiklah, Nak! Akan aku beri kabar secepatnya!”
“Terima kasih, Pak!” Nico kembali mengulas senyuman hangat kepada Niel. Apakah misi pertama Nico akan berhasil?