27. Searching VII (end).

1051 Words
"Tunggu apa lagi? Cepat matikan alat hologram itu!" Randra dari arah belakang Saki berseru semangat. "Wait Saki, aku baru terpikirkan ini." Sanka bersuara, membuat Saki yang akan menekan tombol off harus terhenti. "Apa?" tanya Saki. "Apakah kau tidak sadar? Hei, jika kita mematikan alat itu, maka para kalangan atas akan tahu jika ada dari rakyatnya yang keluar dari sini, 'kan?" Sanka menjelaskan apa yang sedari tadi ia pikirkan. "Hh, kau benar. Aku baru terpikir akan hal itu." Saki membalas dengan raut bingung. "Lalu, kita harus bagaimana?" Randra bertanya. "Sebentar, aku baru ingat ini." Saki tiba-tiba berseru membuat kedua kawannya yang sedang berpikir harus mengalihkan atensi mereka ke kawan satunya itu. "Apa?" tanya Sanka. "Waktu itu, aku melihat ada robot yang melewati pintu itu. Aku tidak melihat bagaimana dia mematikan alat ini. Tapi, yang aku lihat, setelah dia pergi masuk pintu itu menutup dengan sendirinya lalu tanaman rambat mulai bermunculan kembali. Dan aku yakin, saat itu hanya ada dia sendiri di sini." Saki menjelaskan panjang kejadian yang tadi ia lihat. Sanka dan Randra saling lirik. Mereka tiba- saling menunjuk satu sama lain. "Apa! Kau yang masuk duluan!" Randra berseru. "Kau Rand. Kau yang paling tua di antara kita, 'kan?" geram Sanka menunjuk Randra. Awalnya Saki tidak mengerti, dia lalu menyemburkan tawanya ketika paham apa yang kedua kawannya itu bicarakan. "Kita suit saja. Siapa yang kalah, dia yang harus masuk lebih dulu." Saki menengahi pertengkaran mereka dengan memberikan usulan. "Ide bagus! Itu lebih baik dari pada keputusan dia." ucap Randra melirik sinis Sanka. Sanka tersenyum miring, "Kau pasti akan kalah juga, Rand." ucap Sanka meremehkan. "Sudah, cepat suit, lalu lihat siapa yang akan kalah." ucap Saki lagi-lagi harus menengahi perdebatan mereka berdua. "Su ...." Sanka terlihat mengambil ancang-ancang dengan tangannya yang ia angkat tinggi. "It!" Setelah perkataan itu, Sanka mengeluarkan ibu jarinya, sedangkan Randra, dia mengeluarkan jari kelingkingnya. "Yas!!" Sanka berseru, Randra bergerak seakan melemah dengan tubuh yang meluruh ke bawah. "Ck, sudah. Jangan mendrama. Lebih cepat, lebih baik." Sanka dengan jengah berucap, kakinya sengaja ia kenai dengan keras ke betis milik Randra. "Diam kau b*****h. Aku benci kau!" Randra berseru setelah bangkit dari bawah. Dia menunjuk tepat di wajah Sanka, juga tak lupa umpatannya. Apa lagi yang akan Sanka lakukan, kalau bukan tersenyum remeh pada kawan satunya itu. "Sudah, Rand. Benar kata Sanka, lebih cepat lebih baik." Entah sudah yang ke berapa kali Saki harus menengahi mereka. "Hmm, ok. Baik Saki, aku akan pergi lebih dulu." Randra dengan malas menjawab perkataan Saki. "Good. Silahkan, akan ku matikan alat ini." ucap Saki menyuruh Randra untuk berada di depan hologram tanaman rambat itu. Randra mengangguk dengan malas, dia lalu melangkahkan kakinya menuju hadapan tanaman rambat, yang ternyata jika dilihat dari dekat akan nampak jelas tanaman itu memang hologram nyatanya. "Sudah siap Rand?" tanya Saki dari arah belakang. "Ya!" Randra menjawab dengan anggukan kepala yang mantap. "Ok, aku hitung mundur dari tiga. Tiga, dua, satu!" Tubuh Randra bergerak ke belakang. Mulutnya terbuka lebar kala penglihatannya dengan jelas melihat semua proses itu. Tanaman rambat yang tadi terlihat jelas, kini memudar dengan pelan. Randra sama sekali tidak berkedip. Matanya menangkap jelas pintu baja yang sedari tadi mereka cari. "Wow ...." Sanka dan Saki yang melihat dari arah belakang, hanya bisa terpana melihat pintu baja yang terlihat berat itu. "Cepat masuk Randra! Jangan buang-buang waktu!" Saki berseru tiba-tiba. Randra sontak menoleh ke arah belakang, dia lalu menganggukkan kepalanya. Kemudian, Randra mulai mendekati pintu baja itu. Lengannya dengan perlahan memegang pegangan pintu itu yang berbentuk seperti kemudi sebuah mobil. Randra mengernyit, "Diputar ke sebelah mana ini?" Dengan keras, Randra bertanya kepada kedua kawannya yang senantiasa memperhatikan. "Kanan mungkin. Coba kau putar ke sebelah kanan!" Sanka menjawab dengan teriakan. "Jangan terlalu kencang San." ucap Saki memperingati Sanka. "Sorry Saki." jawab Sanka. Sanka lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah Randra. Kawannya itu sekarang sedang mencoba memutar kuat pegangan berbentuk kemudi itu. "Yess!!" Di sana, Randra berseru dengan kencang kala pintu itu terbuka akhirnya. Dia menengokkan kepalanya ke arah kedua kawannya. "Ya, kau bisa Rand! Ayo cepat masuk!" Saki berseru menyuruh Randra agar bergegas. "Baik ..." Randra menjawab dengan lirih. Dia dengan pelan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam pintu itu. Dengan pelan, Randra berhasil masuk. Dia segera membalikkan tubuhnya menghadap kedua kawannya yang masih berada di luar. "Ini aman." Randra berucap, Saki dan Sanka tidak mendengar perkataan Randra. Mereka hanya melihat dari gerak bibir Randra. Setelah Randra dengan sempurna masuk ke dalam, pintu itu bergerak menutup sendiri dengan pelan. Saki dan Sanka saling pandang. Lalu, setelah pintu itu tertutup rapat, alat hologram mulai bekerja kembali. Tanaman rambat nampak lagi di sana. "Cara kerjanya memang seperti itu ternyata." gumam Saki yang masih didengar oleh Sanka. "Hmm, lebih baik kita segera menyusul Randra. Dia pasti sedang ketakutan sekarang." Sanka berucap dengan nada jenaka. "Hmm, itu pasti." Saki menyahuti candaan itu dengan bibir yang tersenyum miring. Saki kemudian mematikan alat hologram itu. Dia lalu segera mengajak Sanka untuk bergegas masuk ke dalam pintu baja itu. Sesampainya di depan pintu, Sanka langsung memutar pegangan pintu, perlu beberapa putaran untuk bisa membuka pintu baja ini. Cshh Ketika pintu itu terbuka, muncul suara seperti suara pintu laboratorium yang berada di dunianya sesaat setelah mereka melakukan praktek di dalam ruang laboratorium tersebut. Saki berdiri mematung, dia melihat pemandangan menakjubkan di sana. Sanka yang melihat Saki sedang melamun, lantas menepuk pundak Saki. "Ayo. Aku pikir pintu ini akan menutup kembali." ucap Sanka menyadarkan Saki. "Ah, iya." Setelah mengucapkan itu, Saki melangkah masuk ke dalam sesudah Sanka yang pertama masuk. Dengan pelan, Saki memijakkan kakinya ke atas tanah. Dia lagi-lagi terpana melihat pemandangan yang berada di luar. "Ini ... mengagumkan." gumam Saki tidak percaya. "Ini pertama kalinya aku melihat air terjun secara langsung. Biasanya, aku hanya melihat di tayangan. Dan ini lebih indah dari perkiraanku sebelumnya." Dari depan, Randra berteriak ke arah kedua kawannya. Menyadari sesuatu, Saki melihat ke belakang. Pintu baja itu kini sudah tertutup kembali. Saki kemudian memiliki pikiran yang buruk, semacam bagaimana jika mereka tidak bisa kembali ke dunia mereka. Tapi, ketika Saki dilihatkan pemandangan semenakjubkan seperti ini, Saki dengan cepat mengenyahkan pikiran buruknya itu. Saki yakin jika Profesor Jula pasti akan membantu mereka untuk kembali. "AKU INGIN TINGGAL DI SINIII!!!" Saki tersentak ketika Randra berteriak dengan begitu kencang. Dia lalu tertawa kencang dan berlari menuju kedua kawannya yang berada di bawah air terjun yang tinggi itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD